behind billion
personalities
I’ll tell you you’re special there’s no one like you…
I love and adore everything that you do…
I’ll tell you you’re
special there’s no one like you…
In every little thing that you do…
KRAAK … pintu kelas terbuka perlahan. Seorang gadis manis
spontan terpaku saat melihat apa yang tengah terjadi di depannya. Reno langsung
menepis tangan cewe didepannya saat melihat Dinda udah mematung didepan pintu.
“Din…sejak kapan loe disini?” tanya Reno tanpa melihat gadis itu.
Kenapa
begitu berat rasanya…
Walau
hanya menyimpan namannya dalam kenangan…
Dinda menggigit bibirnya menahan tangis. Ditatapnya Reno
dalam. Lalu diliriknya cewe seksi yang berdiri disebelah Reno. Reno memandang
Dinda tanpa kata-kata. Sesungguhnya hanya Dinda yang mengisi hari-hari Reno
selama ini, dan entah setan apa yang merasukinya hingga ia bisa melakukan hal
yang sangat memalukan didepan Dinda. Dan menyakiti gadis itu tentunya. “maaf,
sepertinya aku salah masuk kelas…” sahut Dinda lalu berbalik menuju pintu. “tunggu
Din…” panggil Reno lirih. “udahlah Din, loe gak usah pura-pura sakit hati
dengan perasaan sok suci loe itu” celetuk Chika yang menatap Dinda tak suka.
“Chik, loe mending pergi sekarang!” usir Reno. “kenapa? Bukannya loe sendiri
yang bilang loe gak tahan sama dia??” ujar Chika sengit. “Chika!!!” bentak
Reno. “apaan sich loe Ren? biarin aja dia tau alasan loe sampe kayak gitu? Itu karena lagak loe yang sok
suci Din, loe pikir cowo mana yang tahan punya pacar childish kayak loe hah?!
PLAAKK!!... spontan Chika terhuyung. Pipinya memerah sementara matanya
memandang tajam ke arah Reno yang baru aja menamparnya. “jangan pernah
sekalipun loe berani bentak Dinda di depan gw, ngerti loe hah??!” sentak Reno.
“loe??” sergah Chika gak terima. “Ren, apa bener yang dia bilang?” tanya Dinda
pelan. Reno gak menjawab dinda. Dia hanya menatap gadis itu lama. Dinda segera
mengetahui jawabannya. Dinda segera menangis. “Ren.” Panggil dinda lirih. Reno
mendongak. “jadi bener, jadi bener aku itu sok suci, aku childish sampai kamu
gak tahan pacaran sama aku? Jawab Ren” pinta Dinda putus asa. Reno menatap
dinda sedih. “Din…gw…gw bener-bener nyesel udah ngelakuin ini sama loe, tapi
satu hal yang loe harus tau, waktu gw bilang cinta sama loe itu bener Din, gw
emang jatuh cinta sama loe sejak pertama kali kita ketemu, gw sayang banget
sama loe” kata Reno menyesal. Dinda menggeleng sambil menghapus air matanya.
Perlahan gadis itu berjalan mendekati pintu. “Din, please loe dengerin
penjelasan gw dulu, gw sama Chika..”, “berenti!!” pekik dinda saat Reno
berjalan mendekatinya. “tapi Din..”,”aku bilang berenti disitu!” ulang Dinda
dengan nada meninggi. “Heh Din, asal loe
tau Reno tuch gak bakal sama gw kalo loe tuch cinta sama dia !”
Dinda menghentikan langkahnya, begitu pun Reno. Dinda terhenyak
sejenak.
Cinta??...
“kenapa loe diem Din, loe gak cinta kan sama Reno, iya kan?”
Tanya Chika. Senyum puas mengembang di wajahnya. Sedang Reno melempar
pandangannya ke lantai. Wajahnya memucat menunggu gadis yang paling dicintainya melebihi apapun
di dunia ini mengatakan sesuatu yang sangat diharapkannya sejak lama.
Cinta??...
Dinda memejamkan kedua matanya.
… 10 tahun lalu diantara lampu temaram seorang bocah berusia 8
tahun tengah berada dipinggir sungai besar yang membelah Dream city menjadi dua.
Bocah itu duduk diatas batang pohon besar yang tumbang sambil memandang kosong
ke tengah sungai. Udara saat itu begitu dingin. Angin malam berhembus meniup
pepohonan seraya menjatuhkan dedaunan yang layu ke permukaan tanah. Jam
menunjukan pukul 1 pagi. Dari balik tirai gorden jendela sebuah kamar di lantai
3. Seorang gadis kecil memeluk boneka beruang kesayangannya sambil menatap
bocah itu lama. Lama sekali.
Setetes air mata jatuh melewati pipi Dinda saat gadis itu
membuka matanya pelan. Seandainya waktu bisa berhenti saat itu. Dinda hanya
ingin ada disana selamanya. Selamanya pun gak apa-apa. sungguh…
“ jadi siapa sebenarnya orang yang berhasil membuat seorang
Dinda Aurora tak bisa menyerahkan hatinya pada Reno Subekti?” sela Chika yang
melirik Reno sinis. Reno menghela nafas berat.
“maaf…” ujar Dinda pelan. “apa?” sergah Chika tak dengar.
“aku, maaf…”, “Din…” sergah Reno sedih. “maaf…” ulangnya lalu berlari
meninggalkan kelas 3 ipa 1 dan untuk terakhir kalinya.
$$$
Matahari
bersinar terang di pagi hari yang sangat cerah. Dan ini adalah sekolah paling
ternama di kota K. konon masuk ke SMA ini merupakan sebuah tujuan hidup. banyak
yang mati bunuh diri karena ditolak masuk. kesan anker itu pun tak terbantahkan
pada setiap celah sekolah ini. namun kesan mewah dari arsitektur, fasilitas dan
lifestyle penghuni sekolah pun tetap selalu jadi alasan menggiurkan untuk
menjadi bagian darinya bagaimana pun caranya. Gerbang yang sangat tinggi dan
kokoh membuktikan seberapa berpengaruhnya SMU ini. SMU GEPINTON.
seorang
gadis tampak turun dari sebuah mobil mewah berwarna hitam. gadis itu lalu
melangkah masuk ke dalam area sekolah. begitu ia melangkahkan kaki gak satupun
orang-orang yang berada disekitarnya yang memandangnya mampu berkedip. Dinda
menyibak rambut indahnya yang panjang kecoklatan, lalu menyeka keringat yang
mengalir di dahinya dengan sekali gerakan indah, kulitnya putih bagaikan salju
dan matanya yang begitu indah bak bongkahan berlian di gurun sahara membuat
semua mata tertuju padanya. Dinda menghentikan langkahnya saat melihat peta
denah Gepinton yang berada di samping gerbang. ia lalu berjalan menuju kantor
Kepsek seperti petunjuk yang ada di denah. anak-anak cowok tampak melongo dan
beberapa diantaranya hampir meneteskan liur saat Dinda berjalan melewati
mereka. seperti adegan di film-film yang mana mereka baru tersadar dari
hipnotis saat Dinda masuk ke dalam kantor dan menutup pintunya.
$$$
Dinda
menghela nafas dan melihat sekeliling. ini adalah sekolah barunya, suasana
baru, kisah yang baru, tapi di dalam keramaian dan gedung megah ini, akankah ia
bisa melupakan Reno. itu seperti sebuah pertanyaan bodoh. ia bahkan gak berhak
menyalahkan Reno untuk apa yang telah terjadi. itu semua adalah kesalahannya. ya
semua itu adalah salahnya. Chika benar. Reno berhak memiliki cinta dalam
hidupnya. paling tidak seseorang yang benar-benar mencintainya. dan walau
kedengarannya aneh, tapi Chika lah yang memenuhi kualifikasi itu dan bukan
dirinya. karena perasaannya masih sama. bahkan gak berubah sama sekali. ia
bahkan ingin mengutuk dirinya sendiri, kenapa sampai hari ini ia gak bisa
melupakan bayang-bayang masa lalunya. ia bahkan gak menyadari Reno terluka
karena dirinya. Dinda menggigit bibir dan berjalan keluar kantor kepsek. Gadis
itu terkejut menatap gelagat murid-murid cowok yang tengah berebutan
mengintipinya. Lucu. kayak anak kecil yang lagi antri beli es krim aja. “Dinda?”
sahut seorang wanita bersanggul aneh keluar dari dalam ruangan dengan senyum yang
lebih mirip seringai. Anak-anak cowok yang berkerumun pun langsung berlarian
kabur dari barisan saat melihatnya. Terlihat seulas senyuman kemenangan
tergambar di wajah wanita ini seperti di cerita nenek sihir yang berhasil
mengutuk tuan Puteri dan kerajaannya menjadi batu. “Ehm..” Bu Ikandina berdehem,
membuat Dinda yang memperhatikan anak-anak cowok tadi langsung menoleh. “ikut
saya” ujar wanita itu yang langsung melengos keluar dari kantor. Dinda berjalan
di belakangnya. Tampak murid-murid mengintip keluar dari dalam kelas. Beberapa
ada yang pasang senyum kayak iklan pasta gigi, sebagian yang lain cuma
bersiul-siul tanpa keliatan batang idungnya. Dinda memperhatikan penampilan
wanita yang berjalan di depannya secara seksama. Rambut sanggulnya tampak
bertingkat seperti menara, selebihnya hanya cara jalannya yang seperti di
buat-buat. “jangan hanya karena kamu merasa memiliki pendukung yang kuat, lalu
kamu berfikir bisa bertingkah sesukamu”, “ya?” sergah Dinda yang tidak mengerti
ucapan Bu Ikandina . “tidak masalah, ini kelasmu yang baru” sahut wanita itu
yang kemudian berhenti di depan pintu kelas III IPA 1. “selamat datang di kelas
yang paling diinginkan, manfaatkanlah waktu dengan baik sebelum seleksi
selanjutnya” ujar wanita itu lalu berbalik dan pergi.
$$$
Sementara itu di gudang tampak
dua orang cowok sedang bercengkerama. “kata anak-anak loe nyariin gw, nape?”
tanya Lucky ringan bahkan berasa nantang. Davi. Cowok itu mendongak menatap lucky
dengan tajam. “jadi loe, yang nyebarin gossip murahan itu?” ditanya begitu
Lucky malah nyengir. “homo maksud loe? Iya emang kenapa? tapi itu bukan gossip
murahan itu adalah sebuah kebenaran, lagi apa susahnya sich loe ngaku kalo loe itu
emang homo? Cepet ato lambat toh bakal ketauan juga kan?” ujar Lucky sok tau sambil
terkekeh. “apa maksud loe?” selidik Davi menahan diri. Lucky tertegun sejenak
sebelum akhirnya tersenyum miris. “gak ada maksud, gw cuma pengen ngungkapin
kebenaran, maaf kalo ngebikin hati loe sakit” jawab Lucky sambil menepuk-nepuk
dadanya. “#$#%@^&*!!” tukas Davi dengan bahasa yang hanya dimengerti dia
dan kaumnya. Ia pun lalu berjalan
mendekati Lucky. Raut wajah Lucky tampak sangat tegang untuk beberapa detik. “mo
ngapain loe, loe mau bonyokin gw kayak waktu itu, hah?” tantang Lucky. “gak”
jawab Davi yang berjalan melewati Lucky. Lucky tampak menghela nafas berat
tanpa kata-kata sebelum tiba-tiba Davi menghentikan langkahnya. “gw cuma pengen
bikin bibir loe mingkem buat selamanya!” ujarnya lalu berbalik dan melempar
ujung pulpen ke wajah Lucky, seketika Lucky pun terjungkal menabrak meja di
belakangnya. Tanpa menunggu detik berlalu Davi pun segera menarik kerah seragam
Lucky dan menariknya berdiri. “gw denger loe sampe ikut bela diri cuma buat
ngadepin gw, jadi jangan loe sia-siain kesempatan loe sekarang!” seru Davi yang
menyembulkan asap rokoknya ke wajah Lucky. Lucky tersenyum sinis. “boleh juga”
ujarnya lalu segera melayangkan tinjunya pada Davi, yang segera dapat
dihindari. Secepat mungkin Davi meraih tangannya, memelintirnya, lalu mematikan
rokoknya pada tengkuk Lucky, yang langsung berteriak kesakitan. Dinda memasuki
kelas 3 IPA 1. tampak sepi. mungkin anak-anaknya belum pada dateng. entah
kenapa Dinda jadi kepikiran buat jalan-jalan dulu melihat-lihat sekolah
barunya. ia pun segera keluar dan berjalan hingga sampai ke ujung koridor
lantai 2. dilihatnya ada tangga menuju lantai atas. tanpa pikir panjang Dinda
pun menaiki tangga itu ke lantai 3. tiba-tiba langkahnya terhenti saat mendengar
suara. Dinda menoleh ke arah pintu dengan sebuah papan yang bertuliskan gudang
di atasnya. Saat Dinda membuka pintu ia pun terkejut melihat adegan perkelahian
yang sedang terjadi. seseorang dengan wajah tirus dan berambut kriting dan
seorang lagi bertubuh kurus dan berambut gondrong sebahu. Si kriting tampak
berusaha menojok wajah si gondrong yang langsung mencengkeram tangan si kriting
dan memelintirnya. si kriting menjerit kesakitan tapi si gondrong tampak gak
peduli dan langsung melayangkan tinjunya ke wajah si kriting. Dinda terkejut
dan langsung mendekap mulutnya. dilihatnya sebuah sapu di samping pintu dan
spontan Dinda pun mengambil sapu itu dan mengayunkannya ke arah Davi
berkali-kali. Lucky melongo melihat aksi gadis di depannya. ia seperti baru
pertama melihat gadis itu. apa dia semacam bidadari. Lucky nyengir dengan wajah
yang sudah tampak babak belur saat Davi melepas cengkeramannya di kerah seragam
Lucky hingga ia jatuh terpelanting ke lantai. apa ada bidadari yang membawa
sapu. “anjiiiiing!!!” seru Davi segera menoleh ke belakang. ia melotot saat
menyadari ia baru saja digebukin sama seorang gadis yang kini tengah berdiri di
depannya. Dinda pun tampak kaget melihat reaksi Davi dan mundur beberapa
langkah namun ia tersandung sesuatu dan terhuyung namun Davi langsung menahan
tangannya. Dinda menatap Davi yang juga menatapnya. “ah bidadari..” sahut Lucky
yang langsung pingsan. Davi segera menarik tangan Dinda hingga gadis itu
berdiri tegak namun tiba-tiba. Ciiit Ciiiiit… seekor tikus tampak berjalan di
kaki Dinda. ternyata yang tadi tersandung itu dia menginjak ekor tikus. Dinda
pun spontan berteriak dan melompat menubruk Davi hingga mereka berdua jatuh
terjungkal ke lantai. Davi bengong menatap Dinda yang sudah menimpanya. Dinda
tersadar dan melihat Davi yang menatapnya aneh. ia pun segera berdiri. Davi
berdiri dan membetulkan dasinya. Terlihat Davi menatap Dinda dengan tatapan
sadis yang aneh. Sementara Dinda juga diam gak tau musti ngomong apa. entah ia
harus marah atau berterimakasih. Namun sejurus kemudian Davi berjalan keluar
meninggalkan Dinda dan Lucky yang sudah tepar dengan sukses di lantai.
$$$
“mungkin bener ya artikel ini
kalau cowok sekasar apapun akan lumer pada wanita cantik” ujar Vani yang begitu
serius membaca majalah anehnya. Ola terkekeh “itu bukan bener, tapi itu namanya
na-lu-ri” jawab Ola lalu merampas majalah yang dibaca Vani. “eh Ola, balikin ga
majalah Vani??” hardik Vani sambil berusaha merebut majalahnya kembali.
“majalah apaan si ni ga ada yang penting isinya” ujar Ola sambil membuka
lembaran-lembaran majalah Vani. “loe aneh deh, beli majalah kayak
beginian”,”biarin” bantah Vani yang berhasil merebut majalah dari tangan Ola.
$$$
“Din aku seneng banget akhirnya
kita bisa kumpul lagi, udah lama banget ya” ujar Lisa menerawang mengingat masa
mereka smp dulu. “oh iya, gimana sama pangeran masa kecil kamu itu? apa udah
ketemu sama dia?” tanya Lisa. Dinda hanya menggeleng pelan. “haah, padahal dulu
kita sering banget cerita-cerita tentang pangeran masa kecil, inget gak waktu
aku bilang kalo aku suka sama temen sekelas kita yang namanya Bobby itu?”,
“waktu itu kamu bilang dia pangeran cinta di masa depan kamu, sampai akhirnya
sebulan kemudian kamu benci karena dia numpahin kuah bakso ke tas kesayangan
kamu kan?” kenang Dinda. Mereka berdua pun tertawa bersamaan. “iya, tapi tau
gak sekarang aku juga lagi jatuh cinta sama seorang cowok di sekolah ini”
curhat Lisa. “apa terus kamu benci lagi karena dia numpahin kuah bakso?”, “ya
enggaklah, dia itu , rasanya aku gak pernah ketemu sama orang yang kayak dia
sebelumnya, dia itu bener-bener beda dari cowok-cowok yang ada di sekolah ini, aku
rasa dia itu bener-bener cowok tercakep di dunia” cerita Lisa panjang lebar
penuh penghayatan. Dinda tersenyum geli. “terus, siapa gerangan sang pangeran
itu Lis?” tanya Dinda yang melirik ke dalam kelas Lisa. “namanya Steven, nanti
deh aku kenalin ke kamu Din, kamu pasti bakal berpendapat sama kayak aku”,
“oke” jawab Dinda sambil ngacungin jempol. “eh ngomong-ngomong, tadi aku denger
kamu melerai preman sekolah berantem ya?” tanya Lisa tiba-tiba. “preman
sekolah?”, “iya Davi namanya, dia terkenal banget di sekolah, kok kamu gak
takut sich, padahal semua anak-anak cowok di sekolah aja gak ada yang berani
sama dia, oh ya kamu pasti belom tau kan kalo dia itu sekarang lagi digosipin
homo”, “apa?”, “iya abis dari pertama kali masuk ke sekolah sampe detik ini dia
gak pernah dikabarin deket sama satu orang cewek pun, walo kalo dia mau
sebenernya banyak kok yang naksir dia, secara siapa sich yang gak mau pacaran
sama cowok yang paling ditakutin seantero sekolahan, kan keren kedengerannya
tapi sayang dia ternyata homo” Dinda hanya tersenyum mendengar cerita Lisa.
Matanya menatap keluar jendela koridor yang langsung menghadap lapangan basket
dan sebuah gedung tua yang berdiri kokoh di depannya. “eh Din..” sergah Lisa,
Dinda menoleh. “tapi rasanya ada yang aneh deh”, “apa?”, “selama ini tuch Davi
paling gak suka sama orang yang berani ikut campur sama masalahnya, tapi kok
dia gak ngapa-ngapain kamu ya?”, “ya mungkin karena aku cewek kan?”, “gak, kamu
belum tau sih dia itu atau mungkin..ssh..jangan-jangan dia suka sama kamu lagi
Din?cinta pada pandangan pertama gitu, kayak di sinetron-sinetron” ujar Lisa
berhipotesis. Namun Dinda gak bergeming, atau mungkin dia gak mendengar
kelanjutan kata-kata Lisa. Entah kenapa Dinda merasa jantungnya jadi
berdebar-debar. Sepertinya sudah lama sekali perasaan seperti ini hilang entah
kemana. Dinda memejamkan kedua matanya. Ia masih bisa merasakan hembusan angin
yang begitu dingin. Sungai besar yang membelah dream city. Waktu itu. Dinda
tertegun sejenak. Matanya terbuka perlahan. Entah kenapa ia merasa ada sesuatu
di gedung tua itu. Ada seseorang disana. Di jendela lantai 3 gedung tua itu.
Tiba-tiba saja Dinda berlari ke arah tangga. “Din kamu mau kemana?” sergah Lisa
yang berlari mengejarnya. “Din tunggu!” panggil Lisa namun Dinda terus berlari
turun ke lantai dasar dan keluar dari gedung Alexander Michael territory. Lisa
mengejar Dinda sampai melewati lapangan basket dan masuk ke gedung tua yang
papan namanya hampir roboh. The Other Side territory. Saat memasuki daerah
paling tak terjamah Lisa langsung merinding. Aura dingin dan gelap menemani
gedung itu selama bertahun-tahun. Sarang laba-laba seakan menjadi saksi bisu
kisah yang tak terungkap dari balik dinding kokoh gedung ini. Lisa menaiki
tangga menuju lantai atas yang lebih gelap. Udara rasanya begitu pengap di
lantai 2. Lisa terbatuk saat tak sengaja memegang pagar tangga yang tebal oleh
debu. Terlihat lorong begitu sepi dan kelam. Beberapa lampu manyala redup
seperti kehabisan watt. Sementara Dinda terus berlari menuju ujung lorong yang
nyaris tak ada udara. Jendela-jendela tertutup rapat bahkan cahaya matahari tak
masuk karena terhalang debu yang sangat tebal di permukaan kaca. Sesekali
terdengar jeritan tikus dari dalam kelas tanpa penghuni itu. Sesampainya
ditangga yang bertuliskan. Lantai 3. Dinda pun segera berlari menaiki anak
tangga ke atas. Tiba-tiba terdengar suara burung gagak. Begitu nyaring. Mungkin
karena tak ada suara yang lain disini. Dinda terpaku di lorong yang menghadap
sebuah kelas lama yang jendelanya terbuka lebar 5 meter di depannya. Cahaya
seolah menerangi ruang gelap yang dipenuhi bangku-bangku berdebu di kelas itu.
Namun bukan itu yang penting. Karena Dinda merasa tidak ada yang pernah lebih
penting lagi dari ini. Ketika dilihatnya bayangan seorang cowok tampak duduk di
sudut jendela sambil menghirup sepuntung rokok murah di tangannya. Wajahnya
begitu kelam dan tanpa ekspresi. Terlihat seekor burung gagak terbang
berputar-putar di luar jendela. Sementara cowok itu terus menatap langit dengan
tatapan kosong yang paling kosong. Setetes air mata tiba-tiba menetes jatuh
melewati pipi Dinda. “Dean…”. Sudah lama sekali sejak hari itu. lama sekali.
Dinda terjatuh ke lantai. Air mata terus mengalir dari matanya. Seolah ia tidak
pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Sampai tak ada satu kata pun yang
keluar dari bibirnya saat Lisa datang mendekatinya. “ya ampun Dinda, kamu
kenapa?” tanya Lisa kaget. Dinda gak bergeming hingga beberapa detik kemudian.
“Lis, pangeran masa kecil yang pernah aku certain, dia…” Dinda terkejut saat
mendapati tak ada siapapun di jendela. Segera saja Dinda berlari memasuki kelas
itu tapi tak ada siapapun. “gak mungkin!!!” seru Dinda yang menatap ke luar
jendela memastikan ada sesuatu yang tertinggal. “dia..kenapa Din?” tanya Lisa
sedikit takut. “tadi, tadi aku baru aja ngeliat dia disini Lis, dia, kamu inget
kan? Dean, dia tadi, aku liat dia, dimana dia Deaaaannn?!!!!” pekik Dinda parau sambil terus memutari ruangan dan
memeriksanya. Lisa terdiam antara bingung, takut dan gak ngerti dengan apa yang
baru aja dilakukan sahabat lamanya itu. Dinda lalu berlari menuruni tangga.
Sesaat Lisa tampak bingung dengan tingkah Dinda sebelum akhirnya ia mengejar
gadis itu.
$$$
Bel masuk berdering saat Dinda
tengah berdiri di depan kelas 3 IPA 1, kelas seleksi yang hanya terdiri dari 15
orang siswa tercerdas di sekolah. dan Dinda menjadi pengecualian dengan
menambah absen menjadi 16. Pak Sober sudah duduk di singgasananya di kursi
Guru. sementara 5 orang siswa cowok hanya bengong menatap tubuh Dinda dari atas
sampai bawah. sungguh mengapa gak ada satupun yang kurang darinya. mungkin
mereka sedang menghitung kesempurnaan Dinda dengan rumus matematika. “baiklah
dia ini adalah anggota baru dari siswa seleksi di kelas ini” ujar Pak Sober
menjelaskan. tiba-tiba ada seorang siswi yang
mengangkat tangan. “ya Chelsea”,”Pak, saya gak terima, sudah jelaskan
anggota siswa seleksi ini hanya ada 15 orang siswa dari keseluruhan 3000 siswa
di angkatan ini, tapi kenapa dia bisa masuk begitu saja tanpa seleksi, ini gak
adil Pak!” ujar Chelsea dengan tatapan gak suka pada Dinda. “ya karena hanya
orang-orang tertentu sudah pasti akan lulus walau tanpa ikut seleksi” ujar Arjuna
yang muncul di pintu kelas. sekilas info, Arjuna atau yang biasa dipanggil Juna
ini adalah salah satu murid seleksi di kelas 3 IPA 1 yang juga menjabat kapten
tim basket sekolah. wajah tampan. tubuh atletis. gaya stylish. background orang
borjuis yang juga menjadi salah satu dari dua pendonor terbesar di sekolah SMA
Gepinton. cowok yang terkenal dengan keahliannya menjatuhkan hati setiap wanita
alias playboy itu pun mulai menunjukan pesonanya pada cewek baru yang tampak
begitu sempurna bak bidadari dan satu hal yang sungguh berbeda dari para cewek
yang sudah ditaklukan Juna. cewek cantik ini ada di kelas IPA 1 tanpa seleksi.
sungguh menarik. Setelah beberapa waktu debat akhirnya Chelsea tak berkutik di
bawah keahlian Juna dalam berbicara. Setelah Dinda selesai memperkenalkan diri
Pak Sober pun mempersilahkannya duduk. langsung saja Juna bertingkah bak cowok
gentle dengan menarikkan kursi untuknya. terlihat beberapa cewek sekelasnya
memandang dengan penuh dengki pada Dinda. mungkin mereka adalah fans Juna. namun
jelas mereka gak masuk tipe cewek idaman Juna
meski otak mereka seencer dirinya. Pelajaran fisika berlangsung selama
15 menit sampai pintu kelas diketuk 3 kali. pintu di buka dan munculah seorang
cowok dari balik pintu yang membuat Dinda yang yang sedang menulis jawaban di
papan seketika menjatuhkan spidol dari tangannya. Dinda terkejut bukan main
menatap wajah cowok yang kini tengah berdiri di depan pintu kelas. “Steven,
kamu telat lagi hari ini sebenarnya kamu niat sekolah atau tidak?” Tanya Pak
Sober. “maaf Pak” ujar Steven sambil membungkukkan badannya. terlihat Juna
tersenyum sinis padanya. “kamu tahu hukuman apa karena berani datang terlambat
pada jam pelajaran saya?”,”iya Pak, akan saya kerjakan” jawab Steven masih
membungkuk. Setetes air mata mengalir jatuh melewati pipi Dinda. tubuhnya
tiba-tiba gemetar. ia merasa dadanya sesak saat melihat cowok yang sedang
berdiri di depannya ini. terdengar suara jam dinding yang berdetak setiap
detiknya. “baik, tunggu apalagi cepat laksanakan hukuman kamu nanti akan saya
periksa dan jika masih ada WC yang kotor di gedung ini, hukuman kamu akan saya
tambah, mengerti!!”,”saya permisi” ujar Steven lalu menutup pintu. KRAAKK.. CKLEKK..
“EHmmm…HMMPH…Ehmmm!!!!” dehem Pak
Sober menyadarkan Dinda yang bengong menatap papan dengan tangan seperti
menulis tapi tanpa spidol. “apa yang kamu lakukan, menghitung di luar kepala?”
sindir Pak Sober. “Dean..” sahut Dinda pelan dan kemudian diam lagi. “Dinda,
jam saya akan habis kalau kamu hanya bengong disitu menatap papan tulis,
sebenarnya kamu bisa atau tidak?” ujar Pak Sober yang diikuti tawa kecil dari
Chelsea. “biar saya saja Pak yang kerjakan” ujar Chelsea lalu berdiri.”biar
saya saja Pak yang nulis, Dinda yang mengatakan jawabannya” potong Juna yang
sudah memungut spidol yang dijatuhkan Dinda ke lantai dan menarik tangan Dinda
yang masih gemetaran dari papan tulis. “baiklah kalau begitu, kamu Juna bisa
bantu Dinda menuliskan jawabannya di papan” tukas Pak Sober. Chelsea duduk
sambil berdecak menatap Dinda. dan benar saja gadis itu seperti mengatakan
jawaban dari luar kepala. Juna sibuk menulis apa yang gadis itu katakan.
sementara Dinda mengepalkan kedua tangannya dengan gemetaran. terlihat hujan
turun lagi dari luar jendela kelas 3 IPA 1. Dinda memejamkan kedua matanya dan menikmati
aroma hujan. malam yang begitu gelap. hutan yang basah karena air hujan. suara
gagak yang menggema diikuti petir yang menyambar-nyambar. ada tangan yang
mengulur padanya. begitu hangat. anak-anak berlari mendekat saat Dinda tiba-tiba
ambruk ke lantai kelas. pingsan. Juna buru-buru menggendongnya dengan wajah
bingung dan panik setelah selesai menuliskan kalimat terakhir dari jawabannya
yang Juna tau itu 100% bener. ia pun segera berlari membawa Dinda ke ruang UKS
sekolah. semua orang terutama gadis-gadis di berada koridor melihat Juna dengan
tatapan aneh. baru pertama cowok playboy itu terlihat begitu panik seumur
hidupnya di Gepinton. baru kali ini malah sambil menggendong wanita lagi. buru-buru
Lisa berlari ke UKS saat denger berita soal Dinda pingsan. saat membuka pintu
ia kaget mendapati seornag cowok tengah duduk tertidur di samping ranjang UKS.
Lisa pun mendekat dan menepuk bahu cowok itu hingga terbangun. “sorry kamu liat
Dinda gak tadi kayaknya..” Lisa menghentikan kalimatnya saat melihat cowok itu
Juna. cowok tampan yang digandrungi di sekolah bak selebritis. “lho kok,
bukannya..”,”Dinda?” jawab Juna sok tau. Lisa hanya mengangguk. Juna yang baru
bangun langsung menunjuk ranjang kosong disebelahnya. “dia..” Juna melotot.
dimana gadis yang baru digendongnya ke UKS tadi. atau dia hanya bermimpi
menggondong bidadari itu. “lho dia kemana, kemana dia??” Tanya Juna terlihat
panik sambil menggoncang-goncangkan bahu Lisa.” Lisa hanya menggeleng campur
bingung dengan reaksi Juna yang lalu pergi mencari Dinda.
$$$
Sementara itu terdengar suara
orang sedang menyikat WC di lantai 5. lantai paling atas. panas dan kotor
sekali. Pintu berderak perlahan. lampu yang rusak membuat suasana tampak gelap
namun pengap. suara tetes air jatuh dari keran yang rusak. Dinda masuk perlahan
membuka satu-persatu pintu WC hingga pada pintu yang terakhir. Steven yang lagi
menyikat lantai dibawah pintu mendongak saat pintu dibuka. seorang cewek cantik
tengah menatapnya sambil berlinang air mata. “De..” ucapnya setengah kata yang
langsung jatuh menubruk Steven ke lantai WC. baru saja Steven mau mengangkat
cewek yang tampak pingsan itu tiba-tiba terdengar suara. “lepasss!!!” pekik
Juna yang langsung menarik Dinda dan menggendongnya di punggung. Lisa menyusul
dari belakang. “ya ampun Dinda ngapain si dia kesini??” tukas Lisa sambil
menutup hidung karena bau WC pengap yang sangat menyengat. “nih loe tanyain aja
sama cowok sebelah loe ini, apa yang dia lakuin sama Dinda, inget urusan kita
belom selesai” ujar Juna lalu pergi membawa Dinda keluar. Lisa bengong menatap
cowok yang dimaksud Juna. Steven. cowok yang selama 3 minggu ini membuatnya
susah makan, susah tidur, susah ngerjain PR dan sekarang susah ngomong.
wajahnya memerah malu. baju Dinda tampak basah saat jatuh di lantai WC tadi
sementara gossip mengenai dinda dan Juna
sudah menyebar disekolah hanya dalam hitungan menit. anak-anak cewek kelas 1
dan 2 pun berbondong-bondong ke UKS ingin melihat wajah cewek yang digendong
Juna.
$$$
“Eh Dav, loe ude denger lom soal
cewek anak baru itu?” tukas Rio sambil menghembuskan asap rokoknya ke udara.
“dia itu bukannya cewek yang tadi pagi nimpuk loe pake sapu ya? gila kereeen
banget tu cewek, belom satu hari dia disini aja udah bikin heboh satu sekolah”
ujar Rio terkekeh. Davi menoleh dengan ekspresi gak peduli sambil menghirup batang
rokoknya. Rio mencibir melihat ekspresi Davi yang anteng-anteng aja gak ada
tanggapan. “anak-anak bilang tuh cewek tadi pingsan di kelas” tukas Rio gantung
menunggu reaksi Davi yang masih gak ada tanda-tanda kehidupan. ”sekarang
anak-anak cewek pada ngumpul di UKS ngeliatin dia..” belom selesai Rio bicara Davi udah kabur gitu
aja. “eh woiii mo kemana loe?” seru Rio. “pulang!!” sahut Davi yang langsung
ilang dibalik koridor. Sementara itu benar saja di UKS tampak penuh dengan
kerumunan anak-anak cewek lebay n alay yang sibuk teriak-teriak gak tau apa
yang diteriakin. KREEKK.. Lisa dan Juna spontan kaget saat ada orang yang
muncul dari jendela UKS yang berada di lantai 3. “Da..Dav..ii, nga..ngapain dia
kesini???” sergah Lisa kaget plus takut dia kira Davi mo macem-macem sama
mereka. ahh terlebih tadi pagi Dinda baru aja bikin masalah gede dengan
menimpuk preman sekolah itu dengan sapu ijuk. “lewat sini!” ujar Davi berasa
sebuah perintah. Lisa melongo.”ngapain loe malah bengong cepet bawa dia, kita
keluar lewat sini!” tukas Davi berasa perintah. “eh apa maksud loe, siapa yang
loe mo bawa keluar??” sergah Juna yang melotot pada Davi. “berisik loe
minggir!” seru Davi yang lalu melompat masuk dari jendela dan mendorong Juna
minggir dari depan ranjang Dinda. cewek itu masih tampak belum sadar dari
pingsannya. Davi lalu menggendongnya. “eh tunggu-tunggu, ngapain loe dateng-dateng
langsung mau bawa dia pergi gitu aja?”,”kalo loe emang beneran pinter, mending
loe sisain sedikit otak loe buat mikir cara keluar dari sini!!” sinis Davi.
Juna menatap pintu keluar UKS dan jendela tempat Davi masuk tadi lalu. “biar gw
yang bawa dia” sergah Juna lalu menarik Dinda dari tangan Davi. hampir aja Davi
kehilangan kesabaran dan murka, namun suara riuh di luar membuat Davi sadar dan
langsung membuka jendela lebar-lebar. Lisa yang bingung ngeliat Davi dan Juna
Cuma bengong tanpa kata-kata. Namun Juna malah berjalan menuju pintu dan
membukanya. langsung saja anak-anak cewek yang mendominasi kerumunan langsung
menyerbu Juna yang keluar sambil menggendong Dinda. “brengsek!!” seru Davi lalu
menutup jendela dengan keras. Lisa terkejut namun gak sanggup berkata-kata.
Davi kira anak-anak cewek itu akan membuat keonaran namun yang terjadi malah
sebaliknya mereka langsung diam seketika saat melihat Juna keluar dengan Dinda.
beberapa ada yang berseru kagum dengan kecantikan Dinda beberapa yang lain
hanya bengong berharap mereka yang digendong Juna saat ini. Juna pun segera
membawa Dinda pergi. Disusul Davi yang keluar dengan wajah kesal dan Lisa yang
langsung berlari sambil menutup wajahnya dengan buku.
$$$
Sementara seantero sekolah heboh
dengan cewek yang bernama Dinda, Steven masih asik dengan hukumannya menyikat
seluruh WC sekolah. sampai tiba-tiba. KRAKK pintu dibuka. Davi nongol dengan
muka masem dan langsung menyalakan keran westafel. “anjiiiiing!!” serunya lagi
lalu meninju kaca di depannya hingga pecah seribu. Steven kaget dan berlari
keluar melihat apa yang baru aja terjadi. Davi memandang liar keseluruh arah
hingga mendapati seorang cowok berdiri menatapnya dengan sikat WC di tangannya.
baru Steven mau mengeluarkan suara tiba-tiba aja Davi langsung mendorongnya ke
dinding WC dengan kasar. “apa loe liat-liat?? udah bosen idup loe hahhh???”
hardik Davi yang lalu meremas kerah seragam Steven. Steven mengerutkan kening
yang bingung dengan tingkah cowok yang berdiri di depannya namun sekali lagi
sebelum Steven mengeluarkan sepatah katapun Davi langsung melayangkan
pukulannya ke wajah dan perut Steven dengan sadis. begitu keras begitu brutal
nyaris tanpa ampun hingga sikat WC yang sedari tadi dipegang Steven jatuh dari
tangannya. tampaknya Davi melampiaskan kemarahannya pada Juna tadi kepada
Steven. dan saat emosinya mulai terkontrol ia pun melepaskan Steven yang jatuh
ke lantai dengan darah segar yang mengalir dari pelipis dan mulutnya. Steven
menyeka dengan tangannya sementara Davi berbalik dan membanting pintu WC saat
ia pergi.
$$$
Jam menunjukkaan pukul 1 siang
saat bel pulang berdering keras. anak-anak pun berhambur keluar. Steven muncul
ke kelasnya dengan topi merah yang menutupi pelipisnya yang luka sementara
tangannya menutup wajahnya dengan saputangan berwarna biru. ia berjalan
tertatih menuju bangkunya untuk mengambil tas. kelas tampak kosong saat ia
datang. mungkin sudah pada pulang semua. Steven pun berjalan keluar sambil
menggendong tas ransel lusuh di bahu kirinya. namun saat sampai di pintu kelas
Boni tiba-tiba nongol dan kaget ngeliat wajah Steven yang udah babak belur. “ke-kenapa
muka loe bray?” Tanya Boni sambil menunjuk wajah Steven yang lalu segera
ditutupinya dengan saputangan. “aah ini bukan apa-apa” jawab Steven tersenyum dan
menarik topinya kebawah lalu berlalu. Boni menoleh lalu ikut berjalan di
sebelah Steven. “loe dihajar sama preman
sekolah itu juga ya?” selidik Boni sambil nyengir. “pre-man?” Steven menoleh, gak ngerti arah pembicaraan Boni. Boni adalah
anak yang terkenal agak aneh di sekolah. ia gak punya teman dan sangat
penyendiri. ada gossip yang pernah mengatakan dia suka berbicara sendiri pada
patung manusia di lab biologi sambil menangis tersedu-sedu. “iya, perangainya
kasar dan suka bentak-bentak orang, sangat mengerikan seperti sundel bolong”
ujar Boni sambil memperagakan betapa mengerikannya preman sekolah baginya membuat
Steven nyaris tertawa melihat ekspresi wajah Boni yang seperti menceritakan film
horor. Dan lagi apa dia tau sundel bolong itu kan cewek masa iya berubah jadi cowok,
preman sekolah lagi. ”gw juga pernah dipukul sama dia” lanjut Boni sambil
menunjukan bekas lebam-lebam di wajahnya. Steven menghentikan langkahnya saat
melihat bekas lebam di wajah Boni. sementara itu Rio dan Andre sedang nongkrong
di depan gerbang Gepinton saat melihat Steven berjalan ke arah mereka. “ehh loe
yang pake topi merah!!” panggil Rio. Steven menoleh. “loe bukanya anak baru itu
ya?” sergahnya sambil menatap Steven dari atas sampe bawah. “gw heran baru 3
minggu loe disini udah bisa bikin gempar cewek-cewek satu sekolahan” lanjut Rio
lalu merangkul Steven yang menunduk sambil terus menutup wajahnya dengan
saputangan. “kenapa loe? emangnya gw bau?” serga Rio yang langsung mencium
badannya. “Atau sebegitu gantengnya loe sampe loe nutupin muka loe pake
saputangan?? takut ditksir orang dijalan??” sindir Rio. “bukan, bukan se..”,
“gw penasaran deh, seganteng apa sih loe sebenernya???” ketus Rio memotong
kata-kata Steven. Baru aja Rio mengayunkan tangannya berniat melihat wajah
Steven saat menyadari orang yang berdiri disebelah Steven. ”eeh ada Boni disini??!!” sergah Rio saat melihat Boni. ”eit
mo kemana loe?” sergah Rio yang mencengkeram tangan Boni saat Boni mau kabur. “eh
tunggu tunggu, kok kalian bisa berdua? emangnya dia temen loe?” sergah Rio saat
melihat Steven. Steven hanya diam dan menunduk spontan Andre terkekeh. “punya
temen juga loe Bon sekarang, berarti sekarang ada dua cowok sinting di sekolah
kita hebat banget yah” sahut Andre sambil melihat Steven dari atas ke bawah ke
atas lagi. Boni menatap Rio dan Andre dengan hampir menangis. “kenapa loe? apa
mo gw ambilin patung lab bwt nangis bareng loe?”,”heh dia kan udah punya temen
sekarang” sergah Rio melirik Steven. “eh tapi dia temennya bukan si ya, loe temennya
si Boni heuh?” Tanya Rio yang mendekati wajah Steven. Steven menatap Boni yang
sekarang udah kencing di celana. Ia pun lalu mengangguk. Andre terkekeh. “gw
sering liat loe dari jauh tapi belom pernah sedeket ini, gw penasaran seganteng
apa sih loe sampe bikin cewek-cewek sekolah ini pada histeris” ujar Rio. “yo
gaya loe udah kayak cowok homo!” tukas Andre terkekeh. Rio menarik topi merah
dan saputangan dari wajah Steven. Rio dan Andre spontan kaget melihat wajah
cowok itu udah babak belur. “weeiiiisss kenapa tuh muka loe, habis dicipokin
cewek-cewek satu sekolah???” seru Andre ngakak. Steven hanya diam mendengar
sindiran Andre. Sementara Rio langsung melempar pandangan pada Davi yang baru
nongol dan tampak kaget melihat wajah
Steven. “gw pergi duluan, ada urusan!” ujar Davi yang langsung kabur. “lho mo
kemana loe Dav?” sergah Andre. Rio menghela nafas menatap Steven. “ya loe boleh
pergi” sahutnya melepas tangan Steven. “lho kok loe biarin dia pergi??” Tanya
Andre bingung. “gw juga cabut” tukas Rio yang lalu pergi ninggalin Andre gitu
aja. Andre melirik Steven dan berdecak lalu pergi mengikuti Rio. Steven segera
membuka jas almamaternya lalu menyelimuti celana Boni yang basah dengan itu. Boni
menatap Steven dalam. “nah udah gak keliatan sekarang” ujar Steven seraya
mengikatkannya dipinggang Boni. tiba-tiba Boni menarik Steven dan langsung
memeluknya. “thanks bray” ucapnya menangis sesegukan sambil menepuk-nepuk
punggung Steven. Steven pun sontak terbatuk karena tepukan Boni yang terlalu
keras. “kenalin gw Boni, Boni Yudhistira, loe siapa?” tanyanya yang lalu melap
ingus dan mengulurkan tangannya pada Steven sambil tersenyum lebar. Apakah ada
yang sadar kalau mereka itu teman sekelas?
$$$
Steven berhenti di tepat di depan
pintu rumah reot yang dipenuhi ilalang. tok tok tok. pintu dibuka pelan.
Seorang wanita cantik berusia 30 tahunan muncul dengan seorang balita yang
sedang digendongnya. “ehh mas Tepen udah datang, Ebi mas Tepen udah datang nih,
Ebi kangen ya” ujarnya lalu memberikan Ebi ke pelukan Steven. “terimakasih
banyak untuk hari ini Bi” ujar Steven sambil membungkuk pada wanita di depannya
itu. “iya sama-sama mas Tepen, saya juga sebenernya pengen punya anak selucu
Ebi” ujarnya sumringah. Steven kaget saat melihat isi rumah yang tampak
berantakan penuh dengan tanah dan mainan anak kecil yang berserakan. “apa Ebi
nakal Bi?” Tanya Steven merasa bersalah. Wanita itu mengikuti pandangan mata
Steven ke dalam rumahnya dari balik pintu dan langsung tertawa renyah.”oooh gak
apa-apa kok mas Tepen, anak kecil mah malah bagus kalo aktif” ujarnya sambil
senyam-senyum. “apa boleh saya bantu bersihkan Bi?” tawar Steven. “ahh..”
Wanita itu baru aja mau menolak namun matanya mendelik saat melihat wajah
Steven yang penuh lebam dari balik topinya. “lho mas Tepen kenapa? kok mukanya
biru-biru begitu??” Tanya wanita itu kaget. Steven tersenyum. begitu manis.
“ahh gak apa-apa Bi, Cuma keserempet aja tadi di jalan” jawabnya. wanita di
depannya nyaris tidak mendengar jawaban Steven. ia melongo menatap senyum
Steven tanpa berkedip. Ebi tiba-tiba menangis sambil memukul wajah Steven. “eh
Ebi..”,”wah kayaknya Ebi juga kaget melihat wajah mas Tepen yang biru-biru,
mari saya obatin dulu di dalam ya” tawar wanita itu. “ahh g..”, “ayo daripada
pulang dengan muka kayak gitu ntar malah adik-adiknya pada cemas” ujar Wanita
itu langsung menarik Steven masuk ke rumahnya. Wanita itu lalu mempersilahkan
Steven duduk dan mengambil air es. sampai lupa ngenalin. namanya Lidya. Bi
Lidya pun lalu datang lagi dengan kotak obat dan baskom berisi air es. Bi Lidya
hanya terpaku sambil mengompres luka lebam Steven dan menutupnya dengan
plester. benar-benar sempurna. wajahnya begitu mulus dan bersih. hidung yang
mancung. bibir yang tipis dan sangat manis. tatapan mata yang kadang sendu,
kadang tajam, kadang begitu misterius. entah ada apa pada anak ini sampai Bi
Lidya bisa begitu tertarik padanya walau mereka terpaut usia yang cukup jauh.
setelah Bi Lidya bercerai dengan suaminya yang dimana mereka menikah saat Bi
Lidya masih sangat muda. Bi Lidya hanya hidup sendirian sekarang. walau
wajahnya masih tampak muda dan sangat cantik. banyak pria yang menaruh hati
padanya namun Bi Lidya belum memutuskan untuk menikah lagi. sehari-hari membuka
salon dan karena salonnya sekarang sudah besar dan memiliki cabang. Bi Lidya
lebih memilih di rumah bersama Ebi adik Steven yang paling kecil. mereka adalah
tetangga. Steven mengerjap saat air esnya sudah membasahi seluruh wajahnya. Bi
Lidya spontan kaget. “eeh maaf mas Tepen, aduh jadi basah semua bajunya” tukas
Bi Lidya panik yang sedari tadi bengong memandangi wajah cowok itu. “Bi, Bi gak
apa-apa saya benar-benar gak apa-apa Bi” sergah Steven saat Bi Lidya menarik
Tissue dari meja sebanyak-banyaknya ke baju Steven. “tapi jadi basah..” tukas
Bi Lidya menggantung. Steven tertawa kecil. “ini nanti juga kering, kalau
begitu saya bantu bersihin rumah ya Bi” ujar Steven lalu berdiri dan mulai
merapikan ruangan yang berantakan tadi. Bi Lidya hanya bengong sambil memegang
Tissue di tangannya. wajahnya merah padam. beberapa saat kemudian Steven pun
permisi pulang. “ayo Ebi, beri salam pada Bibi” tukas Steven. Ebi menatap
Steven lalu Bi Lidya dan tertawa. “dadaaa…” ucapnya sambil melambaikan tangan.
Bi Lidya tertawa. sungguh lucu padahal Ebi baru berusia 1 tahun. tentu lucu
karena kakaknya pun begitu. eeh..
$$$
Matahari
bersinar terang di pagi hari yang sangat cerah. Tapi itu di cerita dongeng
karena faktanya sekarang ujan gede. Petir menyambar-nyambar di kejauhan
disertai angin kencang yang udah seperti badai. Seorang cewek aneh muncul dari
kejauhan. Ia tampak terus menggaruk kepalanya dengan serius. wajahnya dekil.
bajunya kumel. Dan dia sangat jelek. Cewek itu menoleh sambil meringis saat
orang-orang melihatnya dengan jijik. Ia pun berjalan melewati gerbang SMU
GEPINTON. Saat melewati koridor ia menghentikan langkahnya. Dilihatnya seorang
gadis yang tengah berdiri di koridor bersama seorang cowok entah dari kelas
mana yang memberikannya setangkai mawar merah. “u-u-untuk kamu” ucap si cowok
malu-malu. Dinda terkejut dengan aksi cowok itu lalu tersenyum dan menerima
mawar pemberiannya. “makasih ya” ucapnya lembut. si cowok itu pun langsung
berteriak kegirangan seperti menang lotere. cewek dekil mendengus, di dunia ini
bahkan ada orang yang tidak perlu melakukan apapun untuk membuat dirinya
disukai. cewek dekil itu menoleh pada kaca jendela yang memantulkan wajahnya.
bahkan gak ada satupun cowok yang sekedar tersenyum saat melihat dirinya.
“mengenekkan” tukasnya lalu membalikkan badan. seketika ia kaget melihat
seorang cowok yang sudah berdiri di belakangnya. Steven. cowok yang baru pindah
kesekolah ini sejak 3 minggu yang lalu. mungkin hanya mimpi bisa disukai cowok
seperti itu. terlalu tampan, terlalu sempurna, terlalu kaya, terlalu pinter. terlalu
jauh tingkatannya. cewek dekil itu bengong saat melihat cowok itu tersenyum ke
arahnya. Apa dia lagi senyum sama gw? Cewek dekil itu mengawasi. Ia melongo
saat cowok itu mendekat dan, melewatinya. cewek dekil itu menoleh ke
belakangnya. Dinda berdiri dengan setangkai mawar ditanganya. Dengan cepat
cewek dekil itu pun langsung melangkahkan kakinya pergi dari situ. Lebih lama
disitu ia merasakan ia akan benar2 gila. bukankah dunia diciptakan begitu adil.
ada yang begitu cantik dan ada yang begitu jelek. dan kita harus tabah
menerimanya. cewek dekil itu berdecak mengingat kata2 Nita teman smpnya dulu.
tapi kenapa juga dia harus ambil pusing, apa begitu merasa terhina karena
menjadi orang yang tidak pernah disukain?
“Giiiii…..!”,
panggil seseorang saat cewek dekil itu sampai di depan pintu kelas 3 BHS 5.
“haiiiiii….”. cewek dekil itu lalu tersenyum saat melihat seorang cewek imut
yang duduk di bangku belakang sedang melambaikan tangan sambil tersenyum
padanya. Vani. cewek imut yang baik hati. kaya raya dan berwajah seperti
boneka. anehnya ia mau berteman dengannya. “heh Gigi, kenapa loe bengong apa
loe baru sadar gw cantik banget ya?” sergah Ola yang melihat Gigi menatapnya
sambil melongo. Ola adalah cewek tomboy yang juga anak pengusaha. mereka berdua
adalah sohib Gigi sejak kelas 1. “La, itu kan Steven!!” tunjuk Vani ke jendela.
“hah mana mana??” sergah Ola yang langsung berpaling dan mengikuti telunjuk
Vani. “itu tuh yang jalan di jendela koridor sebelah utara” ujar Vani. Ola
menyipitkan mata. “oh ya Tuhan, dia ganteng banget yach”,”iya La, eh tapi itu..
itu bukannya Boni ya?”, “hah apa? ngapain dia bisa sama Boni?”, “bukannya Boni
itu yang katanya suka ngomong sama patung lab itu ya La?”,”iya gw juga sempet
liat dia mandangin patung lab lama banget udah kayak apaan”,”trus kenapa dia
sama Steven?” sergah vani. Ola mengangkat bahu.
$$$
Dinda menoleh ke arah Steven yang
tersenyum dan berjalan ke arahnya. ada sesuatu di mata cowok itu. sesuatu yang
melewati ribuan mil jauhnya. “Dean..” panggil Dinda nyaris tak terdengar. mawar
ditangannya seketika jatuh ke lantai. jantungnya berdesir. Suara gagak
terdengar nyaring saat Steven berjalan, dan melewatinya. Dinda mengerutkan
kening dan langsung menoleh. terlihat seorang
cowok gendut tengah tersenyum lebar sambil melambaikan tangan pada Steven.
Boni. “ayo sini loe harus liat penemuan terbaru gw hari ini” ucap Boni antusias
yang langsung menggeret Steven pergi. Dinda terbengong. “Din, lagi ngapain?”
tukas Lisa yang menepuk bahu Dinda. “hah, apa?” Dinda menoleh kaget. “kamu liat
apa sih?” tanya Lisa menoleh kea rah yang diliat Dinda tadi. “eh gak kok, gak liat apa-apa” kilah Dinda. “ya
ampun ini mawar siapa kok ada di lantai?” sergah Lisa yang segera memungutnya. “ah,
em Lis aku ke kelas dulu ya ada tugas yang belom aku kerjain soalnya, mau
dikumpul nanti pas pelajaran pertama, aku duluan ya” sahut Dinda, “lho Din tapi..”,”daaaah”
sahut Dinda lalu berlari pergi. “aneh banget dia” sahut Lisa sambil mencium
mawar itu. wangi.
$$$
Boni menggeret Steven ke lantai
5. Sampai di depan sebuah pintu Boni segera membukanya dan berlari masuk ke
dalam. Steven kaget saat Boni tiba-tiba muncul lagi dengan sebuah helm hijau
aneh ditangannya. tampak sepasang sepatu menempel tepat dikedua sisinya. “ini
adalah helm anti preman yang udah gw bikin sebulan yang lalu, buat loe” tukas
Boni tersenyum bangga sambil memberikan helm aneh itu pada Steven. “oia gw lupa
kasih tau loe fungsi helm ini, fungsi helm ini adalah anti preman, jadi saat
memakai helm ini loe bakal aman dari preman, seperti yang gw bilang tadi” tukas
Boni lalu mengambil kembali helm itu dari Steven dan memakainya. “dan tombol
ini” katanya sambil menunjuk tombol merah besar di atas helm. “loe tinggal
pencet tombol ini saat ada bahaya mendekati loe” terang Boni dan Crrrooottt!!!.
Boni spontan kaget saat seketika semburan saos cabai keluar dan mengenai wajah
Steven. “owh ya ampun, sori2 loe gak apa2 kan bray???” sergah Boni panik dan
langsung berlari masuk dan keluar lagi dengan seember air kemudian BYUURRRR…
Boni menyiram wajah Steven dengan air hingga baju Steven basah semua. Boni
menutup mulutnya dengan kedua tangan melihat apa yang sudah dilakukannya pada
satu-satunya temennya di dunia. Steven mengucek matanya yang masih perih kena
saos cabai saat Boni berusaha membuka helm penemuanya yang aneh dan kini sulit
dibuka. Boni menarik helm itu tapi kok susah padahal tadi pas makenya gampang.
“Stev..” panggilnya berniat minta tolong namun baru aja Steven menoleh tiba2
sebuah batu kali terlontar tepat di wajah Steven. Cowok itu spontan meringis
dan membalikkan tubuhnya. Boni yang berhasil melepas helm aneh itu segera
berlari ke arah Steven. Dilihatnya hidung Steven berdarah kena lontaran batu
dari helm anti preman Boni. “Stev, loe gak apa-apa? maaf ya gw bener-bener gak
sengaja” tukas Boni. Darah dari hidung Steven gak berhenti netes. “ke kelas aja duluan, aku ke UKS” ujar Steven lalu pergi. Boni terduduk dengan helm
anehnya.
$$$
Sementara di kelas Dinda tampak duduk
di bangkunya sambil memain-mainkan pulpennya di meja. Bel masuk berdering
nyaring. anak-anak pun segera masuk ke dalam kelas masing-masing. Dinda terus
menatap pintu kelas dengan gak sabar. hingga tiba-tiba Pak Sober masuk ke kelas
dan menutup pintu. tiba-tiba Dinda berdiri. Pak Sober pun spontan menatapnya.
“kenapa? apa ada masalah?” sergah Pak Sober. Tiba-tiba pintu diketuk dan
berderak terbuka. Dinda spontan menoleh tanpa menghiraukan teguran Pak Sober.
Steven nongol dari balik pintu. Pak Sober pun langsung berdehem berat.
“darimana saja kamu Steven? kamu gak liat sekarang jam berapa?” hardik Pak
Sober sambil menunjuk ke arah jam dinding kelas. jam menunjukkan pukul 07.35.
“kamu tau kan hukumannya karena melewati jam saya lebih dari 5 menit?” lanjut
Pak Sober. Steven menunduk. “iya Pak, akan saya kerjakan, permisi..” sahutnya
lalu menutup pintu. “t-tunggu Pak!!” sergah Dinda menggebrak meja membuat
seluruh kelas menoleh padanya. Pak Sober mendongak menatapnya. “sepertinya ada
kesalahan disini” sahut Dinda. “apa?” sergah Pak Sober menaikan satu alisnya.
“maaf, tapi kalau saya tidak salah dengar Bapak bilang kalau melewati jam Bapak
lebih dari 5 menit kan?” sergah Dinda tiba2. “iya, apa ada masalah?” jawab Pak
Sober ketus. “tapi itu kan baru jam tujuh lebih tiga puluh lima menit pak? jadi
seharusnya belum melewati batas waktu yang Bapak tetapkan kan?” terang Dinda
sambil menunjuk arah jam. seluruh kelas serentak riuh dan berbisik2. termasuk
Juna yang melongo melihat reaksi Dinda. “maaf Pak, apakah saya bisa memanggil
dia untuk kembali ke kelas Pak?”, Pak Sober berdehem beberapa kali. “baiklah”
jawabnya singkat. Dinda pun segera berlari keluar kelas. sementara Steven
tampak sibuk menyiapkan ember dan beberapa sikat serta lap pel di ruang peralatan.
Dinda membaca papan yang ada di atas pintu. ruang peralatan. entah kenapa Dinda
merasa tangannya jadi gemetaran saat mau menyentuh gagang pintu hingga pintu
tiba-tiba terbuka sendiri. Dinda kaget saat melihat Steven muncul dari balik
pintu. “eh maaf, aku diminta untuk menyuruh kamu kembali ke kelas, hukumanya
dibatalin katanya” sahut Dinda lalu berbalik. Steven mengernyitkan dahi. “aku, duluan” tukas Dinda yang langsung menutup pintu ruang peralatan dengan
keras. BLAMMM. apa ini, ia merasa jantungnya berdesir lagi. ia pun mendekap
mulutnya dengan kedua tangan yang masih tampak gemetar dan berjalan pergi. Apa yang baru aja aku lakukan, kenapa aku ini, dia bahkan bukan Dean, batin Dinda.
$$$
Hujan
lebat mengguyur malam dingin yang tak berbintang. Dinda kecil terus berlari
melintasi pepohonan besar yang sangat banyak, dan seakan tak habis-habisnya.
Dinda tak tahu sudah berlari ke arah mana, yang ia inginkan sekarang cuma
pulang ke rumah. Rumah. Harusnya sekarang ia sedang menghabiskan makan malamnya
atau mendengar Bibi Fero berdongeng. Harusnya ia mendengarkan pesan Bibi Fero.
Ia ingat saat Bibi Fero memperingatkannya untuk gak bermain ke dalam hutan ini
dua hari yang lalu, tapi Dinda gak mendengarkannya, ia terlalu penasaran.
“dia itu anak yang tinggal di sebuah rumah
mewah milik keluarga kaya yang berada tengah hutan itu” tunjuk Bibi Fero ke
arah jendela yang berhadapan dengan pepohonan lebat seberang sungai. “jangan
pernah bicara padanya, apalagi pergi ke dalam hutan itu”, “kenapa?”, “karena
dia itu aneh, ada yang bilang dia jadi bisu sejak ayah kandungnya meninggal”,
“kenapa?”, “dua tahun lalu saat Ayahnya meninggal ia diadopsi oleh keluarga
kaya itu, tapi entah kenapa mereka tidak pernah saling bicara satu sama lain,
mereka satu keluarga tapi tampak begitu dingin, sampai suatu hari, kucing
kesayangan keluarga kaya itu hilang, sebelum akhirnya ditemukan di dalam lemari
pakaian oleh pembantu rumah mereka, dan apa kau tau di kamar siapa kucing itu
ditemukan?”, Dinda kecil menggeleng. “di kamar anak itu, kucing itu tergantung
dengan leher yang nyaris putus bersama usus yang menjuntai penuh darah, anak
itu telah membunuhnya dengan gunting yang sangat tajam, dia benar-benar sudah
gila”. Jam berdentang 12 kali. Bibi fero menyelimuti gadis kecil itu kemudian
mengecup keningnya lembut. “selamat malam peri kecil” ucap Bibi fero lalu beranjak
dan mematikan lampu kamar.
Dinda
terus berlari sambil menyeka air matanya. Bibi, jeritnya dalam hati penuh
penyesalan. Ia benar-benar tak tahu harus lari kemana. Hujan masih turun dengan
lebat. Sudah hampir setengah jam ia berlari. Suara gagak tiba-tiba terdengar
dan semakin keras. Dinda merinding. Ia ketakutan. Dilihatnya sekelilingnya
pepohonan besar yang tak ada ujungnya. Dinda mempercepat langkahnya sambil
menutup mata, sebelum akhirnya. BRUAAAAK… Dinda tersandung akar pohon dan
terpelanting ke tanah yang basah karena hujan. Dinda menangis. Kakinya berdarah
tertancap batang pohon. “Bibi…” jerit Dinda yang teredam suara hujan. Ia
benar-benar sendirian sekarang. Angin malam berhembus kencang menyapu
pepohonan. Sepertinya ini bukan hujan biasa. Petir menyambar diiringi kilat dan
JDEGEER… seperti mengenai sesuatu yang seketika ambruk entah dimana. Dinda
sesegukan. Tubuhnya sudah basah dan kotor terkena tanah. Tiba-tiba saja suara
gagak itu muncul lagi. Sebelum ada sesuatu yang menyentuh pundak Dinda. Seketika
Dinda menoleh dengan segenap keberanian yang tersisa. Gagak terus menyuarakan
suaranya menyaingi suara air hujan. Sementara seorang bocah sudah berjongkok di
belakangnya dengan tatapan hampa tanpa ekspresi.
Now
I realize what a fool I’ve been
Here
I am- the greatest of pretenders
Always
looking- but afraid to see
That
this feeling going on inside me
Is
a love that was always meant to be
Anak itu, anak yang diceritakan Bibi Fero,
anak yang selalu ia lihat duduk di atas batang pohon besar yang tumbang sambil
memandang kosong ke tengah sungai Dream city. “dimana.. rumahmu?” tanya bocah
itu dingin. Tak bersahabat. Angkuh dan.. Dinda tak bisa berfikir. Ia merasa
kakinya sakit sekali sekarang. Perih, berdenyut dan keram. Darah segar terus
mengalir dari lukanya. Bocah itu tiba-tiba berdiri dan berbalik
membelakanginya. Tidak, jangan katakan kalau dia akan pergi meninggalkan Dinda
sendirian. Tapi sepertinya tidak. Bocah itu malah mendekat dengan sebuah dasi
di tangannya. Dinda baru sadar Bocah itu mengenakan jas lengkap di tengah hujan
deras begini. Tanpa berkata sepatah katapun, Bocah itu langsung mengikat
dasinya ke kaki Dinda dan menggendong Dinda di punggungnya. Sementara Dinda tak
mengatakan apapun, bibirnya tampak membiru kedinginan. Ia menggigil, namun sepertinya
bukan itu alasan dia diam. Beberapa menit kemudian mereka sampai di depan
sebuah rumah besar yang sangat mewah, pagarnya tampak runcing dan tinggi,
sementara halamannya begitu luas dan indah. Lampu-lampu taman tampak menyala
seperti siang hari. Dinda merasa kepalanya berdenyut-denyut, sedang tubuhnya
lemas, saat memasuki rumah mewah itu beberapa pelayan berdatangan dengan wajah
kaget diiringi dengan seraut wajah wanita muda yang tersenyum menatap Dinda.
“dia anak pemilik rumah di seberang sungai nyonya” sahut salah seorang pelayan.
Dan seolah tak ada kata-kata lagi setelah itu. terdengar suara mobil
dinyalakan. Seorang pria berkumis tipis dengan wajah tegas lalu mengangkat
Dinda dari sofa setelah seorang pelayan membalut luka Dinda dengan perban.Wanita
muda tadi mengikuti pria itu menuju pintu, beberapa pelayan memandang Dinda
kasihan, sementara Bocah itu, masih tampak berdiri di ruang tamu dengan
kemejanya yang basah dan penuh darah. Wajahnya tak berekspresi. Hingga pintu
rumah itu menutup perlahan dan Blammm…
$$$
Saat jam istirahat Juna berdiri di pinggir lapangan
basket indoor dengan seragam lengkap. Seseorang tiba-tiba memeluknya dari belakang.
Katara, murid baru yang dinobatin sebagai cewek tercantik di kelas 1. Mereka
baru jadian 2 hari yang lalu. “kak Juna” sahutnya yang bergelayut manja di
punggung Juna yang malah tampak bengong dan tak bergeming.
“tunggu
Pak!!”, Juna mendesah mengingat kejadian tadi pagi di kelas. Cewek
itu ngebelain Steven. Apa hubungan mereka sebenarnya? dia bahkan pingsan
kemarin di toilet saat bersama cowok itu. Juna berdecak sambil berfikir keras.
ia tiba-tiba seperti sedang berada di negeri dongeng. hamparan bukit-bukit
hijau yang di penuhi bunga warna-warni. tiba-tiba dating seorang bidadari
dengan gaun putih yang berlari ke arahnya. rambutnya lurus kecoklatan seperti
emas. matanya coklat besar dan kulitnya putih seputih salju. gadis itu
tersenyum padanya sambil mengulurkan tangan. Dinda. “kak, kak Juna?!” sergah
katara membuyarkan lamunan Juna. “kak, temen-temen aku ngajakin nonton nanti
malem, kakak ikut ya?” tanya Katara dengan nada manja, namun Juna malah
melepaskan pelukan Katara dan pergi. “Lho kak, kak Juna mau kemana??” panggil
Katara tanpa sahutan. Juna berjalan menuju kelasnya. Dibukanya pintu kelasnya
lebar-lebar. dan diliriknya bangku Dinda yang kosong. Juna lalu berbalik
menutup pintu kelas dengan keras membuat beberapa anak kelasnya yang sedang
diskusi menoleh kaget. Sementara itu Dinda duduk di sebuah kursi panjang di
bawah pohon mangga bersama Lisa yang sedang menyeruput es rumput laut di
tangannya. Dilihatnya Dinda terlihat sedang senyum-senyum sendiri sambil memutar2
sedotan di gelas jus nya. “kenapa senyum-senyum sendiri? ayo cerita” sergah
Lisa menggoda. Dinda menoleh dan jadi kikuk. “eeh..”, “biar aku tebak, lagi
mikirin Arjuna si romeo atau mikirin Davi si preman sekolah?” tebak Lisa. “apa?”
sergah Dinda. “oh iya aku sampai hampir lupa cerita soal kemarin” ujar Lisa.
“soal kemarin?”,”iya yang waktu kamu pingsan, kamu tau gak kalo Juna yang udah gendong
kamu ke UKS, dia bahkan sampe ketiduran nungguin kamu, so sweet banget” cerita
Lisa. Dinda tertawa. “masa sih Lis?” Dinda mengira Lisa hanya bercanda dan
menggodanya. “iya bener lagi dan tau gak, waktu kamu pingsan di UKS, tiba-tiba
Davi tuh masuk dari jendela” terang Lisa. “apa?”,”aku sempet kaget, aku fikir
dia mau mau ngapain, tapi ternyata tau gak dia bilang apa habis itu?”, Dinda
menggeleng. “dia bilang ayo keluar lewat sini, yang benar aja itu kan lantai 3,
masa dia nyuruh kita keluar lewat jendela lantai 3, waktu itu dia sempet mau
gendong kamu keluar Din tapi dilarang Juna, serius deh, mereka bahkan hampir
berantem cuma gara-gara ngajakin kamu keluar lewat mana”, ujar Lisa sambil
terbahak-bahak. Dinda ikut tertawa mendengar cerita Lisa. “tapi aneh deh, waktu
aku dateng trus kamu ngilang dari UKS, kok kamu malah bisa ada di toilet sama
Steven ya?” sergah Lisa tiba-tiba membuat senyum Dinda hilang seketika.
“itu..”, Lisa menatap Dinda menunggu jawaban. “itu.. itu, belakangan ini aku
suka ngelindur waktu tidur, iya pasti karena itu..” jawab Dinda lalu tertawa.
Lisa ikut tertawa meski merasa aneh dengan jawaban Dinda. “oh jadi gitu toh
ternyata, kirain..”,”iya gitu” jawab Dinda lalu segera menyeruput jus di gelasnya.
$$$
Sementara itu di kelas Vani sibuk
dengan gadgetnya. “Lho dia kan, bukannya dia cewek anak baru itu kan?” sergah
Vani heboh membuat Ola dan Gigi seketika menoleh ke gadget ditangan Vani. “hah
berita apaan nih?” sergah Ola malas saat melihat wajah Dinda bertengger di
bawah judul berita. “anak pengusaha kaya raya, apaan sih berita kayak gini gak
penting banget cari publikasi” tukas Ola langsung membuang muka yang langsung
ditarik lagi sama Vani. “heeh liat dulu La, dia anak tunggal dari Rama Rahadian
Pratama, bukannya itu pengusaha yang lagi banyak masuk berita yach” tukas Vani.
Ola mencibir. “ter-serah” ujarnya gak peduli. “hahh??” pekik Gigi histeris.
“lho kenapa Gi?” sergah Vani kaget mendengar Gigi teriak.
“orang
itu bernama Rama, namanya Rama..”
Wajah Gigi seketika berubah pucat saat
melihat foto wajah laki-laki paruh baya bersama seorang gadis cantik yang terpampang di gadget
Vani. “Gi..?” sergah Vani. “pinjem bentar boleh Van?” Tanya Gigi dengan raut
muka yang aneh. Vani pun memberikan gadgetnya dengan wajah bingung. “loe kenapa Gi?”
ulang Vani. Gigi gak menjawab dan malah berjalan pergi keluar kelas. “lho Gi mau kemana??” panggil Vani. “b-a-b”sahut Gigi dan hilang di balik pintu. ”kenapa
dia?” sahut Ola bingung. “mau b-a-b katanya” jawab Vani polos membuat Ola spontan menoleh mendengar ucapanya. Gigi segera
menutup pintu toilet dan menyalakan keran air di sebelahnya keras-keras. ia merasa perutnya
mules saat melihat foto itu. Buru-buru dikeluarkannya sebuah dompet lusuh dari
kantong roknya. Ditariknya sebuah foto lama yang tampak pudar dari dalam dompet
itu. Dua orang pria tampak saling merangkul dan tersenyum. yang satu tampak jauh
lebih tua dan yang satunya tampak masih muda. Di dekatkannya foto itu dengan
foto yang terpampang di gadget Vani. “Piala
penghargaan untuk pianis berbakat, Dinda Aurora yang dihadiri ayahnya yang
ternyata adalah Rama Rahadian Pratama, pengusaha sukses yang kini menjabat sebagai presiden direktur dari Winchester Group
yang sedang banyak diberitakan belakangan ini..” Gigi
mendesis saat membaca penggalan berita itu. Disana terlihat seorang gadis
dengan gaun malam yang indah memegang sebuah piala sambil tersenyum
berseri-seri penuh kebahagiaan. “orang
itu bernama Rama, dan orang itu, dia telah lari dengan membawa semua asset
kakekmu, dia yang menyebabkan kakekmu bangkrut dan jatuh miskin hingga akhirnya meninggal..” Gigi meremas
foto ditangannya, kemudian memejamkan mata sambil menggigit bibir. Gimana
bisa.. orang itu. kakek.. ia merasa begitu sakit hati jika mengingat masa lalu.
Ketika ibunya membawanya kesuatu tempat. rumah yang begitu besar dan megah.
Mereka berdiri di luar pagar. lama. lama sekali. “kenapa kita kesini ma?” Tanya
Gigi kecil. “melihat kakekmu sayang” jawab Ibunya sambil menangis. “kakek? apa
aku punya kakek? mana dia ma?” sergah Gigi kecil sambil melirik ke kanan dan ke
kiri. Ibunya lalu menoleh padanya sambil tersenyum. “kakekmu, ada di suatu
tempat yang menyenangkan, ayo sekarang kita pulang” ajak Ibunya. “tapi ma,
katanya mau liat kakek? aku belum liat dia” sahut Gigi. “lain kali kita akan datang
lagi melihatnya ya sayang” ujar Ibunya lalu membawa Gigi pergi dari rumah besar
itu dan untuk yang terakhir kalinya. Terakhir kalinya sampai semua itu terjadi. “Sebenernya
ini adalah rahasia, tapi Bibi rasa kamu harus tau, dulu Ibumu berasal dari
keluarga bangsawan hingga ia menikahi seseorang yang bernama Rama Rahadian, dan
orang itu, dia telah lari dengan membawa semua asset kakekmu, hingga kakekmu
jatuh sakit karena terlilit hutang dan akhirnya meninggal” Gigi kecil berjalan menuju rumahnya yang
dipenuhi banyak orang. terlihat asap mengepul di udara. udara begitu kering.
Gigi bengong melihat rumah gubuknya yang sudah gosong. tidak ada yang tersisa.
Gigi menoleh ke kanan lalu ke kiri. ibunya tidak ada dimana-mana. Gigi menoleh
ke belakang. orang-orang berkerumun sambil berbisik-bisik. “kasian ya”,“anak
yang malang” sahut mereka sambil menatap Gigi dan menggelengkan kepala. “maa..”
Gigi memanggil ibunya. “maaa..” Gigi memanggilnya lagi lebih keras. tidak ada
sahutan. Gigi pun berjalan memasuki rumahnya. kosong. bau gosong dan asap
mengepul memenuhi ruangan. “mama..” panggil Gigi kali ini dengan nada bergetar.
“maaaa..” serunya lalu berlari ke dapur. kosong. ia pun segera berlari ke
kamar. juga kosong. dilihatnya tas sekolah yang baru dibelikan ibunya kemarin
sudah gosong. hanya terlihat seperti potongan kain berwarna hitam. ia merasa
jantungnya berdebar sangat keras. ingin menangis rasanya. padahal tas itu sudah
ia inginkan dari beberapa bulan yang lalu hingga akhirnya ibunya mau
membelikannya untuknya. tiba-tiba ada yang menepuknya dari belakang. Gigi
langsung menoleh dengan mata yang basah. “maaa tasnya..” sahut Gigi terdiam
saat dilihatnya orang itu bukan ibunya melainkan seorang bapak-bapak. “dek,
yang sabar ya ibu kamu sudah gak ada..” JDGEEERRRR bak ada petir yang
menyambar.
Setetes airmata jatuh melewati pipinya. Tubuhnya bergetar. Kedua tngannya mengepal. Ia nyaris melempar foto ditangannya ke dalam closet. Jika aja itu bukan satu-satunya foto kakeknya yang ia miliki. Gigi merasa dunianya sudah habis disitu. Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu di foto itu. gadis yang memakai gaun hitam sambil memegang piala. Bukankah dia.. tiba-tiba terdengar ada yang menggedor pintunya. Gigi pun segera mematikan keran air dan menarik tissue sebanyak-banyaknya lalu melap air matanya. “ya bentaaar” namun suara gedorannya malah semakin keras dan membabi buta. “apa-apaan sih kayak toilet cuman satu aja” dumel Gigi yang buru-buru memasukan foto itu ke dompetnya lalu segera membuka pintu. betapa kagetnya ia saat membuka pintu dan melihat Davi yang udah berdiri di depannya dengan muka masem. Davi pun gak kalah kaget saat ngeliat muka Gigi di depannya. Davi langsung memicingkan mata ke arah Gigi yang langsung lari keluar toilet. “udah gila kali tuh orang, mentang-mentang berasa preman dia pikir bisa masuk toilet sembarangan!” tukas Gigi yang lalu melihat papan nama di atas pintu toilet. Gigi bengong menatap tulisan di pintunya. toilet pria. owh..
Setetes airmata jatuh melewati pipinya. Tubuhnya bergetar. Kedua tngannya mengepal. Ia nyaris melempar foto ditangannya ke dalam closet. Jika aja itu bukan satu-satunya foto kakeknya yang ia miliki. Gigi merasa dunianya sudah habis disitu. Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu di foto itu. gadis yang memakai gaun hitam sambil memegang piala. Bukankah dia.. tiba-tiba terdengar ada yang menggedor pintunya. Gigi pun segera mematikan keran air dan menarik tissue sebanyak-banyaknya lalu melap air matanya. “ya bentaaar” namun suara gedorannya malah semakin keras dan membabi buta. “apa-apaan sih kayak toilet cuman satu aja” dumel Gigi yang buru-buru memasukan foto itu ke dompetnya lalu segera membuka pintu. betapa kagetnya ia saat membuka pintu dan melihat Davi yang udah berdiri di depannya dengan muka masem. Davi pun gak kalah kaget saat ngeliat muka Gigi di depannya. Davi langsung memicingkan mata ke arah Gigi yang langsung lari keluar toilet. “udah gila kali tuh orang, mentang-mentang berasa preman dia pikir bisa masuk toilet sembarangan!” tukas Gigi yang lalu melihat papan nama di atas pintu toilet. Gigi bengong menatap tulisan di pintunya. toilet pria. owh..
$$$
Entah kenapa Gigi berjalan dan udah
berhenti di depan kelas 3 IPA 1. Seingatnya Vani pernah bilang anak baru itu
kelasnya disini. Gigi mengintip ke dalam. Dilihatnya kelas yang biasanya sepi
itu tampak riuh. anak-anak tampak berkerumun di bangku depan. Gigi mendekatkan
wajahnya ke pintu yang hanya terbuka beberapa centi. “waaah cantiiik sekaliiii”
sahut seorang siswi sambil memegangi sebuah cincin berlian di tangannya. “apa
pacarmu yang membelikannya?” Tanya siswi itu sambil mengagumi cincin
ditangannya. “ah bukan, itu hadiah ulang tahun dari Ayah” jawab Dinda sambil
tersenyum. “yang benar? tapi ini cantik
sekali, pasti harganya sangat mahal” sahut si siswi lalu mengembalikan cincin
itu pada Dinda. Dinda hanya tersenyum sambil memakaikannya kembali ke jari
manisnya sambil tersipu. Gigi mencibir. “hadiah ulang tahun?” Gigi tersenyum
sinis. ia ingat benar hadiah ulang tahun pertamanya. saat ibunya memberikan
sebuah boneka beruang besar dan mengatakan itu dari kiriman ayahnya yang
bekerja di luar kota. boneka yang sangat mahal. Gigi sering melihatnya di
etalase saat ia dan Ibunya pergi ke pasar. Padahal sebenarnya.. ia menoleh
kaget saat ia mundur dan gak sengaja menubruk seseorang di belakangnya.
Dilihatnya Steven. cowok yang di idolain Vani, Ola dan hampir seantero sekolah
ini kini tengah berdiri di depannya dengan buku-buku lks yang sudah berserakan
di lantai. belum sempet Gigi mengucapkan maaf dan berniat membantu memungut
buku-buku lks itu Dinda tiba-tiba muncul dan mendorongnya lalu segera membantu Steven
memunguti buku-buku itu dari lantai. Gigi mendengus kesal. apa-apan nih cewek,
batin Gigi. Saat Dinda mau mengambil buku yang terakhir ia gak sengaja
bersentuhan dengan tangan Steven yang juga mau mengambil kertas itu. Seperti di
film-film. Dinda dan Steven buru-buru menarik tangan mereka masing-masing.
Steven lalu memungutnya sendiri dan berdiri. Dinda segera menyerahkan buku-buku lks itu di
tangannya pada Steven. “eh, maaf ya..” sergah Gigi. “terimakasih” sahut Steven yang
tersenyum pada Dinda lalu berjalan ke bangkunya. “eh..iya”, jawab Dinda. Terlihat
wajah Dinda sumringah. Sejurus kemudian Pak Sober pun datang dan langsung
menutup pintu kelas tepat di depan muka Gigi. BLAMMM... “sshh dia bahkan gak
ngeliat muka gw” tukas Gigi sambil melihat pantulan wajahnya dari kaca jendela.
jelek. “dasar cowok sok kecakepan, giliran ditolongin cewek cantik aja baru
ngeh, bisa-bisanya Ola ma Vani tuh suka ma orang jenis dia, huhh..” dumel Gigi
yang pergi menuju kelasnya.
$$$
“udah b-a-b nya?” Tanya Vani saat
Gigi nongol di depan pintu. “kenapa? ambeyen ya?” celetuk Ola saat ngeliat muka
Gigi cemberut. Vani spontan tertawa saat ngeliat Gigi manyun sambil
mengembalikan gadgetnya. “oh ya Van, jadi kan pulang sekolah kita buntutin
Steven?” sergah Ola. “iya jadi, Vani penasaran banget sama rumahnya”, “loe juga
ikut ya Gi” ajak Ola lebih berasa ngancem. “ngapain sih suka sama dia?” sergah
Gigi ngebuat Ola dan Vani spontan menoleh. “kenapa gak suka sama Juna aja, Raka
ato hanif gitu? bukannya kan banyak cowok cakep di sekolah ini??” ujar Gigi
ngotot. “iya dong, soalnya Steven itu beda sama semua cowok-cowok yang ada di
sekolah ini” jawab Ola gantung. “beda apanya?”,”iya beda, dia itu keren, cakep,
karismatik”, Vani mengangguk. “dan banyak lagi yang susah dijelasin dengan
kata-kata”, terang Ola. Vani mengangguk lagi. dan benar aja sepulang sekolah
Ola, Vani dan Gigi udah stand by nunggu di balik dinding koridor. Bel pulang
pun berdering nyaring. anak-anak keluar kelas satu-persatu. Steven berdiri dan
berjalan keluar menuju pintu kelas yang diikuti Dinda. Ola dan vani spontan
melongo menatap Dinda. “ngapain cewek itu deket-deketin Steven?” protes Ola
kesal. “siapa sih tuh cewek, sok kecantikan banget!” lanjut Ola melihat Dinda
tampak tersenyum bersama Steven di koridor. “itu cewek murid baru yang tadi
Vani bilang, anaknya Pak Rama Rahadian”,”dasar cewek kecentilan, gak bisa
dibiarin” sungut Ola. “bener, gak bisa dibiarin!” timpal Gigi ngebuat Ola dan
vani spontan menoleh padanya. “kenapa? kan bener cewek itu emang sok cantik n
kecentilan” sahut Gigi saat kedua sohibnya memandangnya bengong. “ya udah ayo
kita ikutin mereka” sahut Ola. “ayo” sahut Vani semangat 45. mereka bertiga pun
mengendap-ngendap mengikuti Steven. namun tiba-tiba Steven ngilang saat belok
ke koridor kiri. Ola, Vani dan Gigi melongo mengintip dari balik dinding.
“kemana dia La?” Tanya Vani bingung. Ola keluar dari persembunyian dan melirik
ke semua sudut. aneh, bukanya baru belok kan kok cepet banget ilangnya. “mungkin
mereka sembunyi dan melakukan adegan mesum di suatu tempat” ujar Gigi sok tau.
Ola dan vani spontan menyipitkan mata padanya. “apaan seh, Steven itu bukan tipikal
cowok yang kayak gitu, tau?” tukas Ola dengan nada meninggi. “Ohya? loe bahkan
gak tau kan tadi dia abis maen mata sama si cewek baru yang sok kecantikan itu
di kelas”,”apaaa???” sergah Ola dan Vani berbarengan. Gigi pun lalu
menceritakan kejadian dia menabrak Steven itu dengan versinya. “nah gitu
ceritanya, dia itu sama aja kayak cowok-cowok laen yang Cuma liat cewek dari
mukanya, mentang-mentang ngerasa ganteng belagu banget, emang gw hantu apa
sampe gak diliat, ya emang gw sih yang salah tapi kan ya masa gitu sih
ekspresinya” koar Gigi berapi-api. “misi..” sahut suara di belakang Gigi.
spontan Gigi menoleh. dilihatnya Boni dan Steven tengah berdiri di belakangnya.
Gigi pun menoleh ke arah Ola dan Vani yang pura-pura membaca iklan dari gadget
Vani. “ya ampun tasnya bagus banget Van, cocok banget buat dipake
kesekolah”,”iya La, warnanya juga bagus pink muda gitu” ujar Vani. padahal
jelas Gigi tau banget sejak kapan Ola suka sama tas cewek warna pink lagi.
jelas mereka sedang berkonfrontasi padanya. Gigi pun buru-buru minggir. “ya
udah sana jalan, udah gede tuh jalannya” sahut Gigi berasa ngusir. Boni dan
Steven pun berlalu. dari kejauhan terlihat Boni berbisik pada Steven sambil
menggaris-garis jidatnya dengan telunjuk lalu tertawa. Gigi mendengus. Ola,
Vani dan Gigi pun berjalan menuruni tangga tanpa kata-kata. sampai tiba-tiba
terlihat Juna sedang berdiri tak jauh di depan mereka. ia menoleh ke belakang
dan tersenyum sambil melambaikan tangan. Gigi melongo. cowok itu tampak sangat
keren. seperti selebriti korea. Wajahnya putih bersih. rambutnya cokelat
lembut, hidungnya mancung, bibirnya tipis dan matanya agak sipit. Ola dan Vani
langsung menarik Gigi minggir saat Juna melewati mereka. sekilas Juna tersenyum
ke arahnya. Ya Tuhan, kenapa Ola dan
Vani gak bisa melihat pesona cowok ganteng ini aja sih, dia bahkan tersenyum pada
Gigi yang jelek, dekil dan kusem. owh bukankah itu yang namanya pria sejati.
Gigi nyengir sendiri sampai Ola menjentikan jarinya. “loe bengong ya?”
sergahnya tanpa dosa. Gigi manyun dan segera berjalan mendahului Ola dan Vani
namun tiba-tiba kakinya berhenti saat melihat pemandangan di depannya. “itu kan
Pak Rama?” sergah Vani sambil menunjuk seorang pria berjas lengkap yang
merangkul Dinda. mereka berdua tampak tertawa dan masuk ke dalam mobil mewah.
“manja banget sih tuh cewek, masa pulang sekolah aja pake dijemput papinya
segala” ujar Ola sinis.
$$$
Pagi hari tampak cerah saat Gigi
nongol ke dalam kelasnya. “haiiii Giiii..” panggil vani. “lho kok pake baju
olahraga?” sergah Gigi saat melihat Ola, Vani dan anak-anak kelasnya sudah
berpakaian olahraga. “iya pelajaran olahraganya dimajuin soalnya gurunya ada
perlu pas jam kita” jawab Ola sambil membetulkan tali sepatu ketsnya. Gigi pun
buru-buru merogoh tas dan mencari keberadaan baju olahraganya. beberapa menit
kemudian anak kelas bahasa 5 pun udah siap di ruang olahraga indoor saat Pak
Gaston datang bersama anak kelas ipa 1. terlihat anak-anak cewek bahasa 5
tampak kaget dan langsung teriak-teriak manggil nama idola mereka dengan
histeris. siapa lagi kalo bukan Steven dan Juna. Gigi yang kebetulan berada
disebelah mereka pun segera bergeser mendekati ring basket saat takut dikira
salah satu fansnya. Pak Gaston pun meniupkan peluit. anak-anak segera berbaris
rapi. “maaf sebelumnya, untuk pertemuan hari ini kelas Bapak gabung karena ada
sesuatu dan lain hal” tukas Pak Gaston yang diiringi teriakan riuh anak-anak
bahasa 5. “horeeeee…!” seru mereka. “digabung tiap minggu juga gak apa-apa kok
Pak saya seneng” ujar Sisil sambil melirik ke arah Steven dan
melambai-lambaikan tangan. anak-anak cowok pun serta merta berteriak
“huuuuuu…..!”,”ih sirik aja” sungut Sisil dan gengnya the princess yang terus
melempar cup jauh pada Steven. Oh iya untuk info lagi. The Princess itu terdiri
dari 3 anak cewek kelas bahasa 5 yang terkenal dan popular tentunya. Sisil,
Reina dan Tasya. Dan untuk info tambahan yang sedikit rahasia. mereka bertiga
adalah mantannya Juna. lho, kok bisa? ya bisa donk Juna gitu lho, deskripsi
lebih lanjut ikutin aja ceritanya ya, hehe.. Dari sisi kelas ipa 1 terlihat
Dinda menatap Sisil, Reina dan Tasya lalu menatap Steven yang tampak serius mendengarkan
kata-kata Pak gaston. “sekarang kita akan belajar teknik bermain basket, untuk
itu kita akan berlatih mengoper dan mendrible bola terlebih dahulu dan Bapak
akan bagi menjadi beberapa tim yang masing-masing tim terdiri dari 2 orang”
ujar Pak Gaston lalu membacakan daftar tim dan anggotanya. The Princess
seketika berteriak saat mendengar nama Steven dipasangkan dengan Dinda. “iih
apa-apaan sih, kok dia bisa dipasangin sama Steven?” protes Tasya kesal. “tau
tuh Pak Gaston, Steven itu kan tinggi masa dipasangin sama cewek pendek yang
letoy kayak dia? Oh My Godess” ujar Sisil sambil melirik Dinda sinis. Gigi yang
berdiri di belakang mereka tampak tersenyum lebar mendengar kata-kata The
Princess barusan. walo mereka sering ribut antara Ola, Vani dan dirinya dengan
The Princess tapi untuk kali ini rasanya ia sangat setuju dengan kata-kata
mereka soal Dinda. “Gi, loe pasangan sama siapa?” Tanya Vani yang tiba-tiba
nongol. Gigi bengong, ia baru sadar saking konsentrasinya denger The Princess
ngomongin Dinda ia sampe gak denger suara Pak Gaston. “Dia sama Boni, anak ipa
1” ujar Ola sambil menunjuk cowok gendut berkaca mata yang berdiri disamping
Steven. “tapi gw heran deh, kok kayaknya dia deket banget sama Steven ya?”
sergah Ola. “yaiyalah La, mereka kan satu kelas” jawab Vani polos. “Oke
sekarang kita buat barisan per tim ya” Seru Pak Gaston lalu meniupkan
peluitnya. “tim satu maju!” seru Pak Gaston. “tim 13!” seru Pak Gaston. Gigi
pun maju yang diikutin Boni membuat barisan disebelah tim 12. Gigi merasa pusing
sekarang. dan tampaknya anak-anak yang berada disamping Gigi juga ngerasain hal
yang sama sampe mereka nutupin idung segala. Buru-buru Gigi mencium bajunya.
enggak kok. hingga ia melihat Boni yang berdiri di depannya. Gimana bisa cowok
ini. bahkan belum olahraga n ngeluarin banyak keringet aja udah sebau ini.
rasanya Gigi mau pingsan. “mulai!!” seru Pak Gaston membunyikan peluit. Gigi
melirik tim 12 disebelahnya tengah latihan melempar bola basket. “heh munduran
dikit” tukas Boni. “a-apa?” sergah Gigi gak denger dan tiba-tiba BUGGGHHH..
sebuah bola basket mendarat dengan sukses di jidatnya. Gigi melotot ke arah
Boni yang tengah nyengir di depannya. “kan gw udah bilang suru loe mundur”
ujarnya tanpa dosa. 10 menit pun berlalu hingga Pak Gaston membunyikan
peluitnya. “ganti, sekarang kita akan belajar mendrible bola, masing-masing
anggota tim mendrible 20 x lalu ganti ke anggota lain, inget drible bola gak
boleh sampe jatuh, kalo sampe jatuh atau lepas dari tangan maka hitungan
kembali ke awal,Oke?” seru Pak Gaston. anak-anak pun mulai latihan mendrible.
Baru Gigi mau mengambil bola di depannya Boni udah menyambarnya lebih dulu. ia
pun langsung mendrible bola tanpa mempedulikan Gigi. baru satu kali drible bola
Boni udah mental gak tau kemana. ia pun berlari mengambilnya. beberapa menit
berlangsung. entah si Boni udah mendrible berapa kali tapi ia gak juga mo
gantian bola sama Gigi. Gigi melirik tim lain yang udah gantian bola. tiba-tiba
bola Boni mental lagi. ia pun berlari lagi gak tau kemana. namun tiba-tiba ada
sebuah bola menggelinding kea rah Gigi. rasanya kayak menang lotere, buru-buru
Gigi menoleh ke kiri dan ke kanan. takut-takut ada yang punya. tapi tim 12 dan
tim 14 tampak masih berlatih dengan bola mereka. tim 15, 16, 11, 10 juga sama.
Gigi pun nyengir senang dan segera mengambil bola itu. baru aja dia belajar
mendrible bola satu kali tiba-tiba ada yang berlari dan mengambil bolanya. Gigi
spontan nengok dengan muka masem bak abis kerampokan berlian. dilihatnya Steven
berlari sambil mendrible bola lalu memberikannya pada.. Gigi menyipitkan kedua
matanya. Dinda. Gigi mendengus. dilihatnya Boni dateng dengan bola mereka dan
masih memental-mentalkannya ke segala arah. “ya cukup, sekarang boleh istirahat
10 menit” ujar Pak Gaston. anak-anak pun kemudian bubar dari barisan. Gigi
berjalan ke pinggir lapangan dan langsung duduk dengan muka kesel. diliriknya
ke segala arah namun Ola dan Vani gak ada. Gigi mendengus sambil
mengibas-ngibaskan tangannya karena gerah. tiba-tiba ada seseorang yang
menjatuhkan badanya di sebelah Gigi. Gigi mendelik saat melihat Juna udah duduk
di sampingnya sambil membuka tas ransel. rasanya darah Gigi berenti ngalir saat
cowok itu sepertinya nyadar diliat Gigi dan menoleh. “mau?” tawarnya menyodorkan
sebotol pocari sweat padanya sambil tersenyum. manis sekali. ya Tuhan dia pasti
semacam malaikat atau apa yang dikirim untuk Gigi. baru aja Gigi mau ngejawab
tiba-tiba. “Giiii…!!” seru Ola membuat jantung Gigi nyaris copot. Vani pun
langsung nyodorin sebotol air mineral pada Gigi. seraya membagikan sembako pada
Gigi dan Ola ia pun lalu duduk di sebelah Gigi. tepatnya diantara Gigi dan
Juna. “eh itu Steven” sahut Vani yang langsung nyengir bahagia. Ola melirik ke
arah yang ditunjuk Vani. bener aja Steven tampak duduk gak jauh dari mereka. tiba-tiba
Dinda dating dan mengeluarkan sebotol minuman dari tas plastic ditanganya namun
seketika The Princess dating dan langsung duduk di samping kanan dan kiri
Steven. “minuman isotonic nih bagus buat abis olahraga” ujar Tasya yang
langsung menyodorkan sebotol pocari ke depan muka Steven. “cobain deh kuenya,
nih baru jadi lho fresh from the oven” tambah Reina yang membuka sekotak kue
dan roti dari toko roti terkenal. Sementara Sisil mengeluarkan sehelai handuk
kecil berwarna pink dari dalam tasnya. “aduuh keringetnya banyak banget” ujar
Sisil yang langsung menemplokkan handuk di wajah Steven. “ya-ya ampuun!” tukas
Ola melotot. “apa-apaan mereka itu???” protes Ola mencak-mencak. baru aja Ola
mau beranjak kesana saat Steven berdiri. “lho mau kemana ayank Steven?” Tanya
Tasya kaget. Steven gak bergeming dan malah mendekati Dinda. Dinda kaget saat
melihat Steven memberi symbol dengan telunjuknya untuk menghampirinya. Dinda
pun bangun dan Steven langsung melempar bola padanya. Dinda menangkapnya lalu
tersenyum. mereka pun latihan lagi bersama. The Princess bengong melihat adegan
itu, begitu juga dengan Ola dan Vani yang ikut bengong dengan mulut membentuk
huruf O. Gigi mendengus. dasar cowok sok kegantengan, sok artis yang ngetop
abis, sok superhero yang ada di drama-drama korea yang cowoknya dikerubutin
tapi dia malah nyamperin cewek yang dia sukain. keliatan jelas banget dia
naksir tuh cewek. Gigi menatap wajah
Dinda dari kejauhan dengan mata yang menyipit secara Gigi minus plus silinder. lalu
diliriknya The Princess. kayaknya masih cantikkan mereka. tinggi juga bodynya
proposional dan seksi gak kayak Dinda. walo gak bisa dibilang pendek tapi
kenyataannya dia memang gak setinggi The Princess yang memiliki tinggi badan
kira-kira 165 ke atas. badannya Dinda juga gak seksi malah rasanya tepos. mengherankan sekali kenapa bisa begitu banyak
cowok yang naksir dia. Gigi mengingat kejadian kemarin saat ada cowok
memberikannya mawar di koridor. Gigi lalu menoleh ke arah Juna yang tampak udah
gak duduk disana lagi. Gigi melirik ke segala arah tapi gak mendapati cowok itu
dimanapun. kemana dia? batin Gigi. Dan lagi kalo diliat-liat juga masih cakepan
Juna dari si cowok sok kegantengan itu. Tiba-tiba Pak Gaston meniup peluit.
“ayo latihan lagi, semuanya kembali ke barisan tim seperti tadi” tukas pak
Gaston. anak-anak pun segera kembali ke barisan.
$$$
Gigi berhenti di depan mading
saat melihat poster besar Juna terpampang disana dengan memakai kemeja hitam
sambil tersenyum. Gigi melongo. “heh ngapain loe disitu?” tukas suara Gigi pun
menoleh ke belakang. The Princess udah berdiri disana. “loe pasti mau ikutan
daftar di pementasan drama kan?” sergah Sisil. “mau daftar jadi apa? jadi
kurcaci ato jadi nenek sihir?” tambah Tasya. The Princess pun spontan tertawa. “eh
tapi kayaknya cocok deh kalo jadi nenek sihir, kayaknya pas gitu” sahut Reina
menambahkan.”iya itung-itung irit make up” timpal Tasya. “
dimana sih ya ruang drama?” sahut Sisil sambil menunjuk peta gedung Gepinton. “lantai 3” sahut Tasya sambil menunjuk lokasi di peta. “ok, kita kesana” sahut Reina. mereka pun pergi. Gigi mendekati poster besar disebelah poster Juna. Pementasan drama untuk acara ulang tahun sekolah. pendaftaran terbuka untuk seluruh siswa siswi bukan hanya dari extra drama untuk mengikuti pemilihan pemain drama dengan judul Snow White bagi yang berminat silahkan untuk mengambil formulir pendaftaran di ruang drama. Untung aja mereka gak tau apa yang sebenernya Gigi liatin dari tadi. Setelah membeli semangkuk bakso super pedes ia pun kembali ke kelas. “Gi, loe musti daftar di drama sekolah ya” tukas Ola sambil menyodorkan formulir sama Gigi. “iya Gi, Vani mohon loe ikut ya ya ya” sahutnya merajuk. “loe berdua ikut?” Tanya Gigi. “gak dong, kita kan panitia” jawab Ola. “trus kenapa nyuruh gw ikut? pasti mau nyuruh meranin jadi nenek sihir ya? gak mau ah ogah” sahut Gigi sebel lalu melahap baksonya sadis. “bukan kok” kilah Vani. “trus?”,”jadi snow white” tukas Ola dengan ekspresi bahagia. Gigi pun spontan tersedak. buru-buru ia meraih botol air mineral dan menegaknya habis. “kita udah rundingin, dan kemungkinan besar Steven bisa ngambil peran utama cowoknya, tapi kita bingung siapa yang cocok buat jadi peran utama ceweknya” terang Ola. Gigi mendengarkan sambil melotot ke arah Ola. “trus kenapa gw yang jadi peran utama ceweknya?” protes Gigi sembari mengingat kata-kata The Princess yang mengatakan ia sangat cocok jadi nenek sihir. tapi rasanya itu lebih bisa diterima dari pada jadi Snow White. bahkan kulit Gigi gak putih. “soalnya..” Ola menggantung. Ola dan vani pun saling melirik. “soalnya, loe kan gak suka sama Steven, dan diantara loe berdua pasti gak akan ada cinlok kan jadi..” jelas Vani. Gigi memutar otak. “maksudnya karena gw jelek banget jadi gak mungkin cinlok, gak mungkin dia cinlok sama gw gitu?” sergah Gigi berhipotesis. “owh bukan, bukan gitu kok” jawab Ola dan Vani berbarengan. “lagian kita pengen dramanya agak sedikit komedi, jadi loe mau ikut kan Gi, plisss ya ya ya??” pinta Vani memelas. “iya kita tau loe kayaknya gak suka banget sama Steven, dan loe kan tau kita berdua naksir banget sama dia, jadi menyedihkan sekali kalo sampe peran snow white itu jatuh ke tangan cewek lain, apalagi ke Dinda” curhat Ola putus asa. “mau ya Gi, pliiiiissss” sahut Vani lagi. “ng..”. Gigi mikir, Steven jadi pangeran dan Dinda jadi snow whitenya, cewek itu pasti seneng banget, keliatan jelas mukanya mupeng gitu,
dimana sih ya ruang drama?” sahut Sisil sambil menunjuk peta gedung Gepinton. “lantai 3” sahut Tasya sambil menunjuk lokasi di peta. “ok, kita kesana” sahut Reina. mereka pun pergi. Gigi mendekati poster besar disebelah poster Juna. Pementasan drama untuk acara ulang tahun sekolah. pendaftaran terbuka untuk seluruh siswa siswi bukan hanya dari extra drama untuk mengikuti pemilihan pemain drama dengan judul Snow White bagi yang berminat silahkan untuk mengambil formulir pendaftaran di ruang drama. Untung aja mereka gak tau apa yang sebenernya Gigi liatin dari tadi. Setelah membeli semangkuk bakso super pedes ia pun kembali ke kelas. “Gi, loe musti daftar di drama sekolah ya” tukas Ola sambil menyodorkan formulir sama Gigi. “iya Gi, Vani mohon loe ikut ya ya ya” sahutnya merajuk. “loe berdua ikut?” Tanya Gigi. “gak dong, kita kan panitia” jawab Ola. “trus kenapa nyuruh gw ikut? pasti mau nyuruh meranin jadi nenek sihir ya? gak mau ah ogah” sahut Gigi sebel lalu melahap baksonya sadis. “bukan kok” kilah Vani. “trus?”,”jadi snow white” tukas Ola dengan ekspresi bahagia. Gigi pun spontan tersedak. buru-buru ia meraih botol air mineral dan menegaknya habis. “kita udah rundingin, dan kemungkinan besar Steven bisa ngambil peran utama cowoknya, tapi kita bingung siapa yang cocok buat jadi peran utama ceweknya” terang Ola. Gigi mendengarkan sambil melotot ke arah Ola. “trus kenapa gw yang jadi peran utama ceweknya?” protes Gigi sembari mengingat kata-kata The Princess yang mengatakan ia sangat cocok jadi nenek sihir. tapi rasanya itu lebih bisa diterima dari pada jadi Snow White. bahkan kulit Gigi gak putih. “soalnya..” Ola menggantung. Ola dan vani pun saling melirik. “soalnya, loe kan gak suka sama Steven, dan diantara loe berdua pasti gak akan ada cinlok kan jadi..” jelas Vani. Gigi memutar otak. “maksudnya karena gw jelek banget jadi gak mungkin cinlok, gak mungkin dia cinlok sama gw gitu?” sergah Gigi berhipotesis. “owh bukan, bukan gitu kok” jawab Ola dan Vani berbarengan. “lagian kita pengen dramanya agak sedikit komedi, jadi loe mau ikut kan Gi, plisss ya ya ya??” pinta Vani memelas. “iya kita tau loe kayaknya gak suka banget sama Steven, dan loe kan tau kita berdua naksir banget sama dia, jadi menyedihkan sekali kalo sampe peran snow white itu jatuh ke tangan cewek lain, apalagi ke Dinda” curhat Ola putus asa. “mau ya Gi, pliiiiissss” sahut Vani lagi. “ng..”. Gigi mikir, Steven jadi pangeran dan Dinda jadi snow whitenya, cewek itu pasti seneng banget, keliatan jelas mukanya mupeng gitu,
“orang
itu bernama Rama, namanya Rama..”
“..kakekmu sudah ada di tempat
yang menyenangkan..”
“..Dinda
Aurora yang dihadiri ayahnya yang ternyata adalah Rama Rahadian Pratama..”
“yang benar? tapi ini cantik sekali, pasti harganya sangat mahal”
Cincin berlian itu. Seharusnya
Gigi yang berhak memilikinya sekarang. Rumah besar yang mewah. Mobil mewah.
Cucu pengusaha kaya. cantik. Popular. Semua yang seharusnya menjadi milik Gigi.
ia bahkan gak bisa melihat kakeknya. Sementara cewek itu hidup dengan bahagia
dari uang kakeknya. menjijikan. Dia dan Ibunya hidup menderita di gubuk hingga
peristiwa kebakaran itu. “gimana kalo ditambah traktir bakso selama seminggu?”
tawar Ola penuh harap. “owh..” Gigi menelan ludah. “sebulan??” tawar Gigi
kemudian. Ola melongo. “sebu..”,”setujuuuuu” pekik Vani memotong kalimat Ola. “horeeeeee!!!”
seru Vani yang langsung meluk Gigi hingga cewek itu gak bisa napas. Ola pun
buru-buru melepas pelukan Vani saat melihat Gigi megap-megap.
$$$
Sementara di sudut lain sekolah
terlihat Davi sedang mojok dengan seorang cowok. tampak Davi memberi isyarat
dengan telunjuknya. si cowok di depannya pun segera mengeluarkan dompet dan
menyerahkannya pada Davi sambil gemetaran. Davi langsung merampas dompet si
cowok dan membuka isinya. Davi menarik beberapa uang kertas merah dan melempar
dompet itu ke lantai. “pergi loe!” usir Davi sambil mengibas tangannya. si
cowok tadi pun segera memungut dompetnya dan langsung lari. Davi menyalakan
rokok lalu menghirupnya dalam-dalam. Sesekali ia tampak menyeka hidung dan
matanya sampai seorang cowok gendut berkacamata muncul di depannya. Boni. Boni
seketika kaget saat melihat Davi berdiri lurus di depannya. Segera Boni berbalik
berniat kabur dan melihat Rio dan Andre udah berdiri di belakangnya. “heh
gentong, mo kemana loe?!!” hardik Davi. Boni langsung gemetaran. “loe gak
denger dia bilang apa?” sergah Rio yang memandang Boni sadis. “loe mau kabur ya
Bon? dasar gentong, gentong” tambah Andre sambil menegak minuman di tangannya.
“eeh mana temen loe yang kemaren? sayang banget loe sendirian sekarang” ujar
Andre terkekeh. Boni megap-megap tanpa suara. tiba-tiba ada yang menepuknya
dari belakang. Jantung Boni nyaris copot. terlihat sembulan asep rokok dari
belakangnya. “dompet” ujar suara itu berat. Boni dengan gemetaran segera
merogoh kantong celananya. dikeluarkannya dompet hello kitty dan memberikannya
pada tangan di belakangnya. Andre spontan terkekeh melihat dompet Boni. cowok
kok pake dompet hello kitty, warna pink lagi. Rio segera mendorong Boni ke
dinding saat Davi memeriksa isi dompet Boni. meski gak tau untuk apa. namun
sebagai informasi Davi, Andre dan Rio itu adalah anak pengusaha kaya. bahkan
Davi adalah salah satu penyumbang dana terbesar di sekolah. “heh berenti!!!”
sergah suara tiba-tiba. Davi yang seperti mengenali suara itu pun menoleh
diikuti Rio dan Andre. dilihatnya Dinda udah berdiri di ujung koridor. “mau apa
kalian? kalian mau malak ya?” seru Dinda membuat Rio dan Andre nyaris tertawa.
memangnya keliatan mau apa? mau berenang?. “kalo iya kenapa??!!” seru Davi
ketus sambil melempar dompet hello kitty Boni tepat di wajahnya (Boni). Dinda
berjalan mendekat. “lepasin dia kalo enggak..” tukas Dinda sambil menunjuk muka
Davi. “kalo gw gak mau??”,”kenapa kamu gak mau?”,”kenapa juga gw musti mau
nurutin loe?”,”malak itu kan dosa”,”siapa loe berani nyeramah-nyeramahin gw?
nenek gw?”,”kok kamu nyolot gitu?”, “loe..” kata Davi tertahan. Rio dan Andre
spontan ketawa ngeliat Davi dan Dinda adu mulut. “heh tuan puteri, tempat loe
tuh bukan disini, mending loe pergi gih sana buat puisi kek, nyiram bunga kek,
sana sanaa huss huss husssh!!” usir Rio sambil ngibasin tangannya. Davi spontan
ngakak denger ocehan Rio. tumben kata-kata nih anak bagus hari ini. “gak, aku
gak akan pergi kalo gak sama dia” tukas Dinda sambil menunjuk Boni. Boni
spontan memandangi Dinda sambil berkaca-kaca. terharu. Rio dan Andre spontan
ngakak ngeliat ekspresi Boni. “kenapa loe? suka sama tu cewek?” Tanya Davi
ngebuat Rio dan Andre tambah ngakak. Ditanya begitu wajah Boni jadi memerah.
“jadi bener loe suka dia?” ulang Davi sambil menunjuk muka Boni. “jadi kamu mau
lepasin dia atau enggak?” sahut Dinda. “enggak” jawab Davi singkat padat dan
jelas. “kecuali..” tukas Davi menggantung. “kecuali apa?” sergah Dinda. “kecuali
loe nyium si gentong tepat di bibirnya, sekarang!!” ujar Davi ngebuat Rio dan
Andre ngakak. “gile loe sob, gw suka gaya loe!” tukas Andre sambil
ngacung-ngacungin jempol. “apa?” sergah Dinda kaget. “kenapa? si gentong jelas
suka sama loe, loe kalo bukan naksir juga sama dia terus apa? loe naksir sama
gw?” tukas Davi. “eh jangan asal ngomong ya aku tuh gak naksir kamu”,”ya udah
brarti loe naksir si gentong, cium dong dia gampang kan?”,”udah tuan puteri,
cium aja kayak di drama romeo and Juliet itu tuch” tambah Rio cekikikan. “udah
loe gak usah sok-sok jual mahal gitu jadi cewek, disuruh nyium aja udah kayak
mau jual rumah” lanjut Davi sengit. “Sob, jangan-jangan dia gak pernah nyium
cowok lagi sob” ujar Andre terkekeh. “ohya loe gak pernah ciuman? perlu gw
ajarin?” tawar Davi yang berjalan mendekati Dinda. Dinda spontan mengambil langkah
mundur. “kamu mau ngapain?” sergah Dinda. “mau ngajarin loe..”,”ngajarin apa
Davi?” sergah suara berat. Spontan Davi menoleh. Pak Indro, kepala sekolah SMU
Gepinton yang terhormat dan disegani menongolkan dirinya. “ehh Bapak, apa kabar
Pak?” sergah Andre pecicilan. “apa yang sedang kalian lakukan disini?” tanya
Pak Indro kemudian. “lagi maen bekel” jawab Davi ngawur. “trus mana bekelnya?” Tanya
Pak Indro lagi. “ilang diambil jin” jawab Davi. Pak Indro nyaris ketawa
mendengar jawaban anak muridnya yang satu ini. “Bapak dapat laporan katanya
kalian memalak murid-murid disini setiap hari, apa itu benar Davi?” Tanya Pak
Indro. “ah kata siapa Pak, kita gak pernah malak..”,”kamu Davi?” sergah Pak
Indro membuat Andre langsung diam seribu bahasa. Pak Indro menoleh ke arah Boni
dan Dinda. “apa yang kalian lakukan disini dengan Davi? apa dia memalak kalian
berdua?” selidik Pak Indro. “Boni??” sergah Pak Indro menunggu jawaban. Boni
menatap Pak Indro lalu Davi, Rio dan Andre yang memandang sadis padanya. “ee..ii..”,”ikan”
jawab Dinda tiba-tiba. Pak Indro pun menoleh bingung. “ikan?” ulang Pak Indro
seakan meminta penjelasan. “iya ikan Pak, kita lagi ngomongin soal ikan” lanjut
Dinda. Pak Indro menyipitkan kedua matanya. “ikan..?” ulang Pak Indro. “ikan..”
sahut Rio dan Andre sambil cengengesan. “ikan..” ulang Pak Indro lagi. “ikan..”
sahut Rio dan Andre lagi. Pak Indro pun berlalu sambil terus menyebutkan kata
ikan. Setelah Pak Indro menghilang Rio dan Andre ngakak. “ikan..?” tukas mereka
meniru gaya suara Pak Indro. “jadi apa kita bisa pergi sekarang?” sahut Dinda
tiba-tiba. Rio dan Andre yang sedari tadi terkekeh menoleh. Sementara Davi
malah melengos pergi gitu aja. “woi Dav, kemana loe?” sergah Rio yang berlari
menyusulnya disusul Andre. Boni berdiri menghampiri Dinda yang masih mematung
menatap Davi. “M-makasih ya..” sahutnya malu-malu. Dinda tersenyum. “kamu gak
apa-apa?” Tanya Dinda. Boni menggeleng. “ya udah, aku pergi dulu ya” ujar Dinda
lalu pergi ninggalin Boni yang masih tampak sumringah menatap Dinda dari
kejauhan.
$$$
“ya ampun Din, trus loe gak kenapa-kenapa?”
sergah Lisa sambil memberikan segelas coklat hangat padanya. Dinda hanya diam
sambil menggigiti ujung bibirnya. “kenapa kamu gak bilang aja tadi yang
sebenernya sama Pak Indro?” tanya Lisa memberi solusi. “ah gak usah, aku.. gak
apa-apa”,”tapi Din..”,”saat ngeliat matanya tadi..” sahut Dinda. “hah apa?
kenapa?” sergah Lisa. Dinda diam sejenak. “aku inget Dean..” sahutnya dengan
nada bergetar. Lisa langsung menatap Dinda. “apa? kenapa bisa gitu?”,”aku gak
tau, hanya..”,”jangan bilang kalau Dean itu Davi?” sergah Lisa. “bu..bukan,
hanya aja.. tatapan mereka.. sangat mirip, sewaktu Pak Indro nanya apa mereka
malak, sesaat aku seperti ngeliat Dean di dalam matanya” sahut Dinda yang
tersenyum lirih lalu mengusap air mata tiba-tiba jatuh membasahi pipinya. Lisa
langsung memeluk sahabat sejak kecilnya itu erat-erat. “yang sabar ya Din, aku
yakin pasti suatu hari nanti kalian akan ketemu lagi” sahut Lisa sambil
mengelus rambut Dinda lembut. Dinda mengangguk pelan.
$$$
Sore
harinya Steven bekerja paruh waktu di sebuah restaurant seafood di pinggiran
kota K. “k tepen” ujar Uta, Steven yang lagi mencuci ikan menoleh sambil
tersenyum lalu meneruskan pekerjaannya. “nanti kalo Uta udah besar” kata Uta
terhenti. Ditatapnya Steven yang sedang sibuk mencuci ikan dalam-dalam. Uta
menarik topi Steven lalu memakainya. “nikain Uta” Uta melanjutkan kalimatnya.
Steven yang baru akan merobek badan ikan terhenti. dia terdiam mendengar
kata-kata Uta barusan “pokoknya nikah, Uta mau nikah sama k tepen, jadi tunggu
sampe Uta gede, ngerti??!!!” Steven terdiam membuat Uta kesal. Uta pun lalu
berdiri dan menendang ikan yang baru di cuci Steven. “kenapa? Emangnya Uta gak
boleh suka sama kakak? Kakak lupa ya kita itu bukan sodara kandung, kata Bi
sumi kalo bukan sodara kandung bisa nikah, nanti kalo Uta udah gede juga Uta
bakal tinggi sekakak”, Steven menoleh dan menatap gadis itu lama lalu tersenyum
tipis sambil menepuk-nepuk kepala adiknya itu. “janji?” sela Uta. “itu,
tergantung” jawab Steven seraya menaikan satu alisnya. Uta tampak bengong gak
ngerti dengan ucapan kakaknya itu. “tergantung?”, Tanya Uta dengan wajah polos.
“nah memangnya apa yang Uta suka dari kakak?”,ditanya begitu wajah Uta langsung
memerah seperti udang rebus. “ng .. itu .. itu rahasia” jawab Uta terbata. wajah
Steven yang tadi serius spontan tertawa. “jadi, sebagai orang yang ng ..
rahasia punya kriteria khusus untuk
jatuh cinta”, Uta mengerutkan dahi tanda ia sedang berfikir keras. Sementara
Steven berdiri dan beranjak ke gudang penyimpanan daging dengan keranjang besar
penuh ikan di tangannya. “apa itu maksudnya kak?” sergah Uta yang baru
tersadar. Steven menoleh. “rahasia” sahutnya seraya tersenyum lalu pergi.
Tampak wajah Uta cemberut mendengar jawaban kakaknya itu.
“ng .. itu .. rahasia”
Dilihatnya
punggung Steven yang menghilang di balik pintu gudang. Itu bukan rahasia kak … dan harusnya kakak juga tau
kenapa kakak bisa begitu diidolain temen-temen cewek Uta di sekolah.
Sementara
Steven terhenti saat melangkahkan kakinya masuk dari pintu gudang.
“kenapa? Emangnya Uta gak boleh suka sama kakak?
Kakak lupa ya kita itu bukan sodara kandung, kata Bi sumi kalo bukan sodara
kandung bisa nikah, nanti kalo Uta udah gede juga Uta bakal tinggi sekakak”
Steven
menghela nafas berat sambil memejamkan mata.
$$$
keesokan harinya…
“Steven setuju” sahut Ola . Vani
melongo. “hah yang bener?” sergah Vani kaget. Ola tertawa. “Cerita cerita,
gimana ceritanya kok bisa La, ayo cerita” pinta Vani penasaran. “pertama-tama,
aku dateng ke kelasnya” cerita Ola. Vani magut-magut. “trus, trus, trus?” sahut
Vani. “trus, dia setuju deh” lanjut Ola. Vani manyun. “kok cuma gitu doang
ceritanya”,”ya..emang cuma segitu hehe..” sahut Ola lalu kabur. “La, tunggu ayo
cerita, pasti gak cuma segitu aja kan ceritanya, Olaaaa!” seru Vani yang ngejer
Ola keluar kelas.
Kenyataannya..see.. Ola diam-diam
mengintip ke kelas 3 IPA 1 dengan make kacamata item dan selendang panjang yang
nutupin mukanya. ngintipnya juga gak tanggung-tanggung dari lobang kunci.
secara kelas IPA 1 itu orang-orangnya rada aneh. Mungkin karena muatan
pelajaran terlalu banyak di otak jadi mereka kurang suka sosialisasi. pintu
selalu ketutup dengan alasan privasi dan agar gak terkontaminasi sama dunia
luar. tapi kayaknya itu cuma alasan cewek-ceweknya aja yang gak mau berbagi 2
cowok ganteng yang tinggal disana. Lagi asik dan serius-seriusnya ngintip,
tiba-tiba ada sesuatu yang nepuk-nepuk pundaknya. “ahh apaan sih ganggu aja,
orang lagi ngintip juga” ujar Ola yang ngibas-ngibas tangannya. “sorry, tapi
loe gak harus diri depan pintu juga kali, ngalangin orang jalan tau!” sahut
suara, spontan Ola menoleh. Boni. “heh loe tu beriss..” kata-kata Ola tertahan
saat melihat ke samping Boni. Stev.. “ya..ya ampun” sahut Ola kaget dan
langsung terjungkal menabrak pintu. formulir yang dipegang Ola pun bertebaran
di lantai. Sementara Ola sibuk menarik selendangnya yang nyangkut di pintu,
Steven memungut formulir itu dan membacanya. “drama sekolah..” sahutnya lembut.
Ola serasa beku. suara cowok itu bahkan membuatnya begitu deg deg seeerrr. “Stev..Steven”
sahutnya mengumpulkan segala kekuatan dan menarik dasi cowok itu mendekatinya
sambil meremin mata. Lebih mirip adegan pencekikan. “aku mohon, ikutlah drama
sekolah kita yach, ya ampun thanks banget, kita tunggu sepulang sekolah di
ruang drama ok, bye” sahut Ola yang langsung ngibrit. “orang aneh, dia yang
nanya tapi dia yang jawab sendiri” sahut Boni sambil melahap habis roti bakar
ditangannya hanya dengan sekali lahap. Sementara itu dari dalam kelas Dinda
sedang dikerubungi teman-teman kelasnya. “jadi kamu itu pianis ya?” sergah Mita
yang tampak kaget. “wah waktu pertama kali liat kamu, aku malah mikir kamu itu
model atau bintang film” sahut Joana. Dinda hanya tersipu menanggapi obrolan
mereka sampai Steven masuk ke kelas. Joana dan Mita pun spontan menatap cowok
itu hingga duduk di bangkunya. 2 meja samping lurusan Dinda. Dinda pun sama. ia
diam-diam memperhatikan cowok itu yang bahkan gak menoleh saat para cewek-cewek
menoleh padanya. Boni melirik Dinda yang terus mengalihkan pandangannya pada
Steven lalu ikut duduk di bangku sebelah Steven. Sedang Chelsea hanya menatap
Dinda sinis lalu membuka buku pelajarannya.
$$$
Bel istirahat berdering. Mita dan
Joana mengajak Dinda untuk makan di kantin. meski sebenarnya Dinda lebih suka
masakan rumah. lebih bersih dan terjamin. tapi karena Mita dan Joana terus
memaksa Dinda pun gak enak dan akhirnya mengiyakan. saat mereka keluar kelas
tiba-tiba ada sesuatu yang terbang ke kaki Dinda. cewek itu berhenti dan
memungutnya. formulir drama sekolah. jadi, cewek aneh yang kasar tadi pagi itu
ngajak Steven ikut drama sekolah. Dinda terdiam. “hei Din, kok malah bengong”,
Dinda tersadar dan pergi ke kantin bareng Mita dan Joana. Baru aja Dinda
mengambil pesanannya yaitu semangkuk bakso tiba-tiba ada yang menjegal kakinya
dan Dinda pun jatuh ke lantai bersama mangkuk baksonya yang langsung pecah dan
tumpah mengenai baju dan rok seragam Dinda. Mita dan Joana serta anak-anak lain
di sekitar Dinda pun kaget melihat kejadian itu. Dari kejauhan terlihat Chelsea
tersenyum menatap Dinda lalu pergi. “ya ampun, loe gak apa-apa Din?” Tanya Mita
yang langsung membantunya berdiri. Dinda membersihkan baju dan roknya di toilet
yang kena tumpahan jus. tiba-tiba Chelsea masuk dan berdiri di sebelah Dinda
lalu menyalakan keran westafel. “loe bukannya kaya, beli aja seragam baru, gitu
aja kok repot” ujarnya yang lalu pergi begitu aja. Dinda menoleh pada Chelsea
yang menutup pintu toilet dengan keras. “gimana Din, udah kering? atau mau kita
ambilin seragam di kantor?” Tanya Mita. “gak usah, ini udah gak apa-apa kok”
jawab Dinda. “ya udah kalo gitu kita ke kelas duluan ya Din” sahut Mita, Dinda
tersenyum sambil mengangguk. Mita dan Joana pun kembali ke kelas. Setelah
seragam Dinda udah lumayan kering ia pun berjalan menuju kelasnya namun tiba-tiba
ada yang menyikut Dinda dari belakang dengan keras. The Princess. Dinda
memegangi tangannya yang kesakitan. dari kejauhan terdengar The Princess
tertawa. Dinda duduk di bangkunya. ia menggerakkan tangannya perlahan.
sepertinya keseleo. ia bahkan gak bisa meletakkan tangan kanannya di atas meja.
Pak Sober masuk ke kelas dan langsung menulis di papan. ULANGAN KELUARKAN
KERTAS ! . Dinda membuka tasnya dengan tangan kiri dan berusaha mengambil
pulpen yang malah terjatuh ke lantai sebelah kanan Dinda. ia berusaha menggerakan
tangan kanannya tapi ia kemudian meringis kesakitan. Dinda pun berdiri dan
mengambil pulpen itu dengan tangan kirinya tapi terlambat. seseorang sudah
mengambil pulpennya lebih dulu saat ia baru membungkuk untuk mengambilnya. Juna
berdiri dan memberikan pulpen itu pada Dinda. “thanks” sahut Dinda. “ehm..” Pak
Sober berdehem. Juna pun segera kembali ke bangkunya. Dinda tersenyum dan entah
kenapa ia menoleh ke arah Steven yang juga sedang melihat ke arahnya. “Semuanya,
kerjakan soalnya sendiri dan jangan toleh kanan kiri !” seru Pak Sober seakan
tau yang sedang dilakukan Dinda. ia pun segera kembali menatap mejanya dan
menyiapkan kertas dan pupennya sambil tersenyum. Bel pergantian pelajaran
berdering. Pak Sober mengambil kertas dari masing-masing meja dan ketika sampai
di meja Dinda matanya langsung mendelik melihat tulisan Dinda yang seperti lagunya
ninja hatori mendaki gunung turuni lembah. Dinda hanya tersenyum dengan
ekspresi polos sambil menyerahkan lembar ulangannya pada Pak Sober.
$$$
Sepulang sekolah Ola dan Vani
menggeret Gigi ke ruang drama. Semua orang alias anggota drama pun bengong
menatap kedatangan Gigi. Beberapa orang tampak bisik-bisik dan yang lain
terlihat menatap Gigi dengan tatapan ah entah tatapan apa itu yang jelas bukan
tatapan cinta. “La, loe serius mau make dia?” sergah Jono, salah seorang
anggota drama yang melihat Gigi dari atas ke bawah ke atas lagi ke bawah lagi.
Ola mengangguk mantep. “yup, ada masalah? loe bilang terserah gw kan mau pilih
siapa yang jadi putri asal gw bisa ngajakin Steven buat gabung di drama kita,
loe gak pikun kan?” sahut Ola sadis. Semua orang spontan kaget mendengar Ola
menyebut-nyebut nama Steven. “loe serius bisa bikin Steven gabung di drama
kita? secara kelas drama ini kan yang paling gak diminatin satu sekolahan
(alias gak keren)” tukas Jono gak percaya. “gimana kalo Steven gak ikut trus
kita tetep pake dia” tunjuk Jono ke muka Gigi. “yang ada gak ada yang bakal mau
nonton drama kita” lanjutnya ketus. “apa??” sergah Gigi terhina. Tiba-tiba terdengar
suara pintu diketuk. Spontan semua mata pun memandang pada siapa yang datang.
Jono bengong menatap Steven yang udah berdiri di depan pintu ruang drama. Vani
mendekap mulutnya dengan kedua tangannya saat melihat Steven. “Oh my God” sahut
Vani terperangah. Gigi mencibir dan langsung memalingkan wajahnya ke arah wc yang
berada tepat disebelahnya. Tiba-tiba Gigi ngayal. Kenapa bukan Juna aja coba
yang jadi pangerannya. Gigi jadi tiba-tiba kebayang senyum cowok itu sewaktu
menawarkan Gigi minum udah kayak iklan minuman. “jadi..jadi..” kata-kata Jono
tertahan di tenggorokkan. “jadi kamu akan berperan sebagai pangeran yang akan
menyelamatkan puteri dari kutukan penyihir, sementara yang berperan jadi
puterinya adalah..” Jono menghentikan kata-katanya dan menoleh pada Gigi yang
diikuti Steven. Gigi yang lagi ngayal menerima minuman dari Juna pun tersadar
saat semua orang udah melihatnya senyam-senyum sama pintu wc. ia pun langsung
menarik naskah cerita dan menutup wajahnya dengan naskah. Gak lama kemudian
latihan pun berlangsung. “ini kan gorden?” sergah Gigi. “emang siapa yang
bilang ini gorengan?”,”trus buat apa?”,”ini musti loe pake biar lebih menjiwai
karakter” sahut Ola yang masangin gorden di pinggang Gigi. Adegan berlanjut
pada saat tuan puteri pingsan setelah memakan apel beracun. Saat Gigi jalan, ia
gak sengaja menginjak kain gorden yang dibuat Ola jadi semacam gaunnya, ia pun seketika
jatuh menubruk lantai. Ola dan Vani pun langsung berlari menghampiri Gigi. Jidat
Gigi tampak benjol kejedot ubin. Berikutnya adegan pangeran datang dan mencium
tuan puteri untuk meruntuhkan kutukan si penyihir. Gigi berbaring di atas meja.
“merem dong matanya gimana sih?” protes Jono saat Steven datang sementara Gigi
tidur sambil mendelik sadis. Gigi pun merem dan menutup mukanya dengan tas. “woi
ini tuh snow white, puteri tidur bukan cerita hantu kuburan !” seru Jono. Ola
segera menarik Jono keluar dengan menggeretnya. “heh kribo, apaan sih loe
bentak-bentak temen gw, lagian kan gak enak di denger sama Steven tau !” tukas
Ola. “ya salahin temen loe dong, udah jelek, gak bisa acting lagi, masa acting
tidur doang aja dia gak bisa coba” ujar Jono. “loe..” kata-kata Ola terhenti
saat menyadari ada seseorang tengah berdiri di depan ruang drama. Ola menoleh
yang diikutin Jono. Dinda. “eh loe, ngapain loe disitu? dari kapan loe..” belum
selesai Ola ngomong Dinda udah ngeloyor masuk ke ruang drama. semua anak-anak
anggota drama pun kaget ngeliat cewek cantik itu datang. “hai semuanya, maaf
tapi kalo boleh aku kasi masukan sedikit, yang sebenernya puteri tidur itu
seperti ini ceritanya” sahut Dinda yang memperagakan diri sebagai snow white.
semua orang spontan menatap Dinda kagum. terpana dengan kemampuan aktingnya.
“wah hebat banget acting kamu, apa kamu pernah belajar acting sebelumnya?”
Tanya Jono dengan nada suara mendadak sopan. Dinda tersenyum. “dulu waktu di
sekolah dasar, aku pernah meranin peran ini sebelumnya” jawabnya membuat semua
orang di ruangan itu tertawa gak percaya. “kalau gitu gimana kalo kamu aja yang jadi
puteri tidurnya?” tawar Jono. “heh tunggu, enak aja, gak bisa gitu dong” protes
Ola. “iya, peran puterinya kan udah dikasi sama Gigi” tambah Vani. “kenapa gak
bisa? jelas Dinda ini punya bakat acting, dia juga cantik dan anggun, cocok
jadi snow white”,”heh loe lupa ya sama perjanjian kita?”,”gak, tapi gw cuma
ngomong apa adanya, dan lagian semua temen-temen anggota drama juga pasti pada
setuju sama usul gw” sahut Jono. Ola mendelik. “wah, minta diberi loe ya kribo”
ketus Ola yang berancang-ancang menonjok si kribo. Vani langsung buru-buru
melerai. Sementara Dinda memperhatikan orang-orang di ruangan drama namun ia
gak mendapati Steven disana. Apa dia pergi karena pertikaian ini.
$$$
“Selamat
siang, dengan saudara Steven?” sahut suara dari seberang telfon. “maaf
sebelumnya, apa benar anda adalah wali dari Opan? kami selaku dari SMP Rajin
Sekali ingin membicarakan masalah spp bulanan Opan yang sudah menunggak hingga beberapa
bulan, apakah anda bisa kesekolah sekarang?“, gak lama kemudian telefon pun diputus.
Steven menghela nafas berat saat keluar dari ruang tata usaha. Opan bersekolah
di smp yang berbeda dari adik Steven yang lain, Nilam, Toro dan Uta. Opan
termasuk anak yang sangat gengsian. Steven ingat sewaktu Opan lulus SD ia gak
mau bersekolah di tempat yang sama dengan Uta yang duduk di kelas 2 SMP, Toro
yang kini masih duduk di bangku kelas 5 SD, ataupun dengan Nilam yang baru
masuk TK. ia bilang ia gak mau berada satu atap sekolah sama mereka. kalau
sampai ada yang tau ntar dikirain keluarga panti asuhan. Opan ngambek dan
mengancam akan berhenti sekolah kalau tidak dapat masuk SMP lain yang lebih
popular dan tentunya dengan spp yang mahal. “kak Tepen aja sma di tempat yang
elite kayak SMA Gepinton, masa Opan gak boleh!” tukasnya lalu masuk dan
membanting pintu kamar. ia mungkin gak tau kalau Steven bersekolah disana dulu
bukan keinginannya, tapi karena ia dapat beasiswa dari sekolahnya yang dulu.
Sekolah yang bahkan jauh dari bentuk dan suasana sekolah, bahkan lebih buruk
dari sekolah Cemerlang. tempat Uta, Toro, Nilam bersekolah. tapi bagian paling
menyedihkannya adalah Opan melarang Steven untuk mengantarnya kesekolah. Bagaimana
mungkin segerombolan orang miskin datang cuma untuk mengantarnya masuk sekolah.
tapi sebenarnya bukan itu alasan satu-satunya Opan ingin pindah sekolah. Di
sekolah Cemerlang Opan pernah naksir dengan salah seorang teman kelasnya yang
bernama Murni. Awalnya mereka jadi dekat, Opan senang sekali karena Murni mau main
ke rumahnya yang gubuk dan reot dan tampak biasa aja dengan pemandangan
tersebut dan malah asik bermain dengan Opan. Namun beberapa waktu berselang
Opan baru tau kalo sebenarnya Murni sering datang ke rumahnya bukan untuk
mengajaknya bermain. Tapi mencari kakaknya yang notabene memiliki paras yang
begitu sempurna bahkan untuk ukuran anak SD. Murni bermain dan belajar di rumah
Opan kadang malah sampai sore. Ia sengaja menunggu Steven pulang. Setiap Steven
pulang Murni tiba-tiba saja jadi cuek dengan Opan dan sibuk bertanya pada
Steven, mulai dari pelajaran sampai membantu di dapur. Opan kesal. dipikirnya
kakaknya itu pengajar les privat gratis apa. Setiap Steven datang Murni selalu
meminta Steven mengajarinya soal pelajaran. Ada yang belum mengertilah, ini
susahlah, masih bingunglah. Padahal Opan tau Murni adalah anak yang pintar, ia
bahkan selalu menduduki rangking 1 bertahan sejak mereka duduk dibangku kelas
1. Makanya Opan ngotot minta pindah saat tau Murni masuk ke SMP Cemerlang. Agar
ia tidak punya alasan untuk datang lagi ke rumahnya, mencari kakaknya dan menjadikan
Opan sebagai alasan. Ini pertama kalinya ia jatuh cinta pada seorang gadis, dan
pertama kalinya juga patah hati malah saingannya adalah kakaknya sendiri. Tapi
Steven tidak tau soal itu karena Opan juga terlalu gengsi untuk menceritakan
kebenarannya. Dan Opan melarang Steven datang ke sekolah barunya agar gak ada
lagi gadis seperti Murni yang hanya memanfaatkanya untuk mendekati kakaknya.
Steven terdiam beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan masuk juga ke dalam
area sekolah yang terlarang baginya oleh Opan. “jangan pernah jangan sekalipun
masuk ke sekolah Opan apapun yang terjadi!” tukas Opan saat hari pertama
bersekolah disini. Steven menghela nafas berat berharap adiknya itu tidak tau
kedatangannya. ia hanya datang sebentar. dan juga bukan untuk membawa bekal
atau menjemput Opan. walau pun setiap hari Steven selalu mengawasi adiknya saat
pulang sekolah hingga sampai ke rumah. ia hanya ingin bertemu kepala sekolah.
bagian administrasi menelfonya masalah uang SPP yang sudah menunggak 5 bulan.
Steven mengeluarkan sebuah amplop dari dalam sakunya, menghitung jumlahnya lalu
berjalan menuju ruang kepala sekolah.
$$$
belom dibaca semua,, tapi baru liat page nya.. hmm.. artikel ceritanya kelewat panjang, yg baru liat pasti agak malas bacanya,, lebih bagus dibikin jadi berapa posting aja, biar ga kepanjangan gitu..
BalasHapusparagrafnya juga ada yg kelewat padat, kalo misal orang ngomong, ga ada tempat ambil napasnya.. sampe ke paragraf berikutnya baru bisa ambil napas..
sama bagian dialognya,, lebih bagus dibikin di baris baru tiap kali ada dialog,, contoh :
“Din, please loe dengerin penjelasan gw dulu, gw sama Chika..”,
“berenti!!” pekik dinda saat Reno berjalan mendekatinya.
“tapi Din..”,”aku bilang berenti disitu!” ulang Dinda dengan nada meninggi.
“Heh Din, asal loe tau Reno tuch gak bakal sama gw kalo loe tuch cinta sama dia !”
jadi keliatan lebih enak kan.. itu aja masukan nya
yaaa maap itu kan blum mw di cetak ^_^
BalasHapusibarat kata inspirasi masuk ketik masuk ketik jd lupa kepikiran bwt yang baca sungguh kesian g bisa napas, perlu napas buatan?? hehe.. ok siiip ntr bagian itu ane edit :)
diharapkan jg masukkan utk ceritanya, misal kekuatan emosi, alur, karakter, konflik, deskripsi n narasi triiiimssssss
sadis! nyaris hafal di luar kelapa ni cerita..
BalasHapuswokeh jeng, eke mau med baca cerita selanjutnya yaa, hehhe