behind billion personalities
I’ll tell you you’re special there’s no one like you…
I love and adore everything that you do…
I’ll tell you you’re special there’s no one like you…
In every little thing that you do…
KRAAK … pintu kelas terbuka perlahan. Seorang gadis manis spontan terpaku saat melihat apa yang tengah terjadi di depannya. Reno langsung menepis tangan cewe didepannya saat melihat Dinda udah mematung didepan pintu. “Din…sejak kapan loe disini?” tanya Reno tanpa melihat gadis itu.
Kenapa begitu berat rasanya…
Walau hanya menyimpan namannya dalam kenangan…
Dinda menggigit bibirnya menahan tangis. Ditatapnya Reno dalam. Lalu diliriknya cewe seksi yang berdiri disebelah Reno. Reno memandang Dinda tanpa kata-kata. Sesungguhnya hanya Dinda yang mengisi hari-hari Reno selama ini, dan entah setan apa yang merasukinya hingga ia bisa melakukan hal yang sangat memalukan didepan Dinda. Dan menyakiti gadis itu tentunya. “maaf, sepertinya aku salah masuk kelas…” sahut Dinda lalu berbalik menuju pintu. “tunggu Din…” panggil Reno lirih. “udahlah Din, loe gak usah pura-pura sakit hati dengan perasaan sok suci loe itu” celetuk Chika yang menatap Dinda tak suka. “Chik, loe mending pergi sekarang!” usir Reno. “kenapa? Bukannya loe sendiri yang bilang loe gak tahan sama dia??” ujar Chika sengit. “Chika!!!” bentak Reno. “apaan sich loe Ren? biarin aja dia tau alasan loe sampe kayak gitu? Itu karena lagak loe yang sok suci Din, loe pikir cowo mana yang tahan punya pacar childish kayak loe hah?! PLAAKK!!... spontan Chika terhuyung. Pipinya memerah sementara matanya memandang tajam ke arah Reno yang baru aja menamparnya. “jangan pernah sekalipun loe berani bentak Dinda di depan gw, ngerti loe hah??!” sentak Reno. “loe??” sergah Chika gak terima. “Ren, apa bener yang dia bilang?” tanya Dinda pelan. Reno gak menjawab dinda. Dia hanya menatap gadis itu lama. Dinda segera mengetahui jawabannya. Dinda segera menangis. “Ren.” Panggil dinda lirih. Reno mendongak. “jadi bener, jadi bener aku itu sok suci, aku childish sampai kamu gak tahan pacaran sama aku? Jawab Ren” pinta Dinda putus asa. Reno menatap dinda sedih. “Din…gw…gw bener-bener nyesel udah ngelakuin ini sama loe, tapi satu hal yang loe harus tau, waktu gw bilang cinta sama loe itu bener Din, gw emang jatuh cinta sama loe sejak pertama kali kita ketemu, gw sayang banget sama loe” kata Reno menyesal. Dinda menggeleng sambil menghapus air matanya. Perlahan gadis itu berjalan mendekati pintu. “Din, please loe dengerin penjelasan gw dulu, gw sama Chika..”, “berenti!!” pekik dinda saat Reno berjalan mendekatinya. “tapi Din..”,”aku bilang berenti disitu!” ulang Dinda dengan nada meninggi. “Heh Din, asal loe tau Reno tuch gak bakal sama gw kalo loe tuch cinta sama dia !”
Dinda menghentikan langkahnya, begitu pun Reno. Dinda terhenyak sejenak.
Cinta??...
“kenapa loe diem Din, loe gak cinta kan sama Reno, iya kan?” Tanya Chika. Senyum puas mengembang di wajahnya. Sedang Reno melempar pandangannya ke lantai. Wajahnya memucat menunggu gadis yang paling dicintainya melebihi apapun di dunia ini mengatakan sesuatu yang sangat diharapkannya sejak lama.
Cinta??...
Dinda memejamkan kedua matanya.
… 10 tahun lalu diantara lampu temaram seorang bocah berusia 8 tahun tengah berada dipinggir sungai besar yang membelah Dream city menjadi dua. Bocah itu duduk diatas batang pohon besar yang tumbang sambil memandang kosong ke tengah sungai. Udara saat itu begitu dingin. Angin malam berhembus meniup pepohonan seraya menjatuhkan dedaunan yang layu ke permukaan tanah. Jam menunjukan pukul 1 pagi. Dari balik tirai gorden jendela sebuah kamar di lantai 3. Seorang gadis kecil memeluk boneka beruang kesayangannya sambil menatap bocah itu lama. Lama sekali.
Setetes air mata jatuh melewati pipi Dinda saat gadis itu membuka matanya pelan. Seandainya waktu bisa berhenti saat itu. Dinda hanya ingin ada disana selamanya. Selamanya pun gak apa-apa. sungguh…
“ jadi siapa sebenarnya orang yang berhasil membuat seorang Dinda Aurora tak bisa menyerahkan hatinya pada Reno Subekti?” sela Chika yang melirik Reno sinis. Reno menghela nafas berat.
“maaf…” ujar Dinda pelan. “apa?” sergah Chika tak dengar. “aku, maaf…”, “Din…” sergah Reno sedih. “maaf…” ulangnya lalu berlari meninggalkan kelas 3 ipa 1 dan untuk terakhir kalinya.
$$$
Matahari bersinar terang di pagi hari yang sangat cerah. Dan ini adalah sekolah paling ternama di kota K. konon masuk ke SMA ini merupakan sebuah tujuan hidup. banyak yang mati bunuh diri karena ditolak masuk. kesan anker itu pun tak terbantahkan pada setiap celah sekolah ini. namun kesan mewah dari arsitektur, fasilitas dan lifestyle penghuni sekolah pun tetap selalu jadi alasan menggiurkan untuk menjadi bagian darinya bagaimana pun caranya. Gerbang yang sangat tinggi dan kokoh membuktikan seberapa berpengaruhnya SMU ini. SMU GEPINTON.
seorang gadis tampak turun dari sebuah mobil mewah berwarna hitam. gadis itu lalu melangkah masuk ke dalam area sekolah. begitu ia melangkahkan kaki gak satupun orang-orang yang berada disekitarnya yang memandangnya mampu berkedip. Dinda menyibak rambut indahnya yang panjang kecoklatan, lalu menyeka keringat yang mengalir di dahinya dengan sekali gerakan indah, kulitnya putih bagaikan salju dan matanya yang begitu indah bak bongkahan berlian di gurun sahara membuat semua mata tertuju padanya. Dinda menghentikan langkahnya saat melihat peta denah Gepinton yang berada di samping gerbang. ia lalu berjalan menuju kantor Kepsek seperti petunjuk yang ada di denah. anak-anak cowok tampak melongo dan beberapa diantaranya hampir meneteskan liur saat Dinda berjalan melewati mereka. seperti adegan di film-film yang mana mereka baru tersadar dari hipnotis saat Dinda masuk ke dalam kantor dan menutup pintunya.
$$$
Dinda menghela nafas dan melihat sekeliling. ini adalah sekolah barunya, suasana baru, kisah yang baru, tapi di dalam keramaian dan gedung megah ini, akankah ia bisa melupakan Reno. itu seperti sebuah pertanyaan bodoh. ia bahkan gak berhak menyalahkan Reno untuk apa yang telah terjadi. itu semua adalah kesalahannya. ya semua itu adalah salahnya. Chika benar. Reno berhak memiliki cinta dalam hidupnya. paling tidak seseorang yang benar-benar mencintainya. dan walau kedengarannya aneh, tapi Chika lah yang memenuhi kualifikasi itu dan bukan dirinya. karena perasaannya masih sama. bahkan gak berubah sama sekali. ia bahkan ingin mengutuk dirinya sendiri, kenapa sampai hari ini ia gak bisa melupakan bayang-bayang masa lalunya. ia bahkan gak menyadari Reno terluka karena dirinya. Dinda menggigit bibir dan berjalan keluar kantor kepsek. Gadis itu terkejut menatap gelagat murid-murid cowok yang tengah berebutan mengintipinya. Lucu. kayak anak kecil yang lagi antri beli es krim aja. “Dinda?” sahut seorang wanita bersanggul aneh keluar dari dalam ruangan dengan senyum yang lebih mirip seringai. Anak-anak cowok yang berkerumun pun langsung berlarian kabur dari barisan saat melihatnya. Terlihat seulas senyuman kemenangan tergambar di wajah wanita ini seperti di cerita nenek sihir yang berhasil mengutuk tuan Puteri dan kerajaannya menjadi batu. “Ehm..” Bu Ikandina berdehem, membuat Dinda yang memperhatikan anak-anak cowok tadi langsung menoleh. “ikut saya” ujar wanita itu yang langsung melengos keluar dari kantor. Dinda berjalan di belakangnya. Tampak murid-murid mengintip keluar dari dalam kelas. Beberapa ada yang pasang senyum kayak iklan pasta gigi, sebagian yang lain cuma bersiul-siul tanpa keliatan batang idungnya. Dinda memperhatikan penampilan wanita yang berjalan di depannya secara seksama. Rambut sanggulnya tampak bertingkat seperti menara, selebihnya hanya cara jalannya yang seperti di buat-buat. “jangan hanya karena kamu merasa memiliki pendukung yang kuat, lalu kamu berfikir bisa bertingkah sesukamu”, “ya?” sergah Dinda yang tidak mengerti ucapan Bu Ikandina . “tidak masalah, ini kelasmu yang baru” sahut wanita itu yang kemudian berhenti di depan pintu kelas III IPA 1. “selamat datang di kelas yang paling diinginkan, manfaatkanlah waktu dengan baik sebelum seleksi selanjutnya” ujar wanita itu lalu berbalik dan pergi.
$$$
Sementara itu di gudang tampak dua orang cowok sedang bercengkerama. “kata anak-anak loe nyariin gw, nape?” tanya Lucky ringan bahkan berasa nantang. Davi. Cowok itu mendongak menatap lucky dengan tajam. “jadi loe, yang nyebarin gossip murahan itu?” ditanya begitu Lucky malah nyengir. “homo maksud loe? Iya emang kenapa? tapi itu bukan gossip murahan itu adalah sebuah kebenaran, lagi apa susahnya sich loe ngaku kalo loe itu emang homo? Cepet ato lambat toh bakal ketauan juga kan?” ujar Lucky sambil terkekeh. “apa maksud loe?” selidik Davi menahan diri. Lucky tertegun sejenak sebelum akhirnya tersenyum miris. “gak ada maksud, gw cuma pengen ngungkapin kebenaran, maaf kalo ngebikin hati loe sakit” jawab Lucky sambil menepuk-nepuk dadanya. “#$#%@^&*!!” tukas Davi dengan bahasa yang hanya dimengerti dia dan kaumnya. Ia pun lalu berjalan mendekati Lucky. Raut wajah Lucky tampak sangat tegang untuk beberapa detik. “mo ngapain loe, loe mau bonyokin gw kayak waktu itu, hah?” tantang Lucky. “gak” jawab Davi yang berjalan melewati Lucky. Lucky tampak menghela nafas berat tanpa kata-kata sebelum tiba-tiba Davi menghentikan langkahnya. “gw Cuma pengen bikin bibir loe mingkem buat selamanya!” ujarnya lalu berbalik dan melempar ujung pulpen ke wajah Lucky, seketika Lucky pun terjungkal menabrak meja di belakangnya. Tanpa menunggu detik berlalu Davi pun segera menarik kerah seragam Lucky dan menariknya berdiri. “gw denger loe sampe ikut bela diri cuma buat ngadepin gw, jadi jangan loe sia-siain kesempatan loe sekarang!” seru Davi yang menyembulkan asap rokoknya ke wajah Lucky. Lucky tersenyum sinis. “boleh juga” ujarnya lalu segera melayangkan tinjunya pada Davi, yang segera dapat dihindari. Secepat mungkin Davi meraih tangannya, memelintirnya, lalu mematikan rokoknya pada tengkuk Lucky, yang langsung berteriak kesakitan. Dinda memasuki kelas 3 IPA 1. tampak sepi. mungkin anak-anaknya belum pada dateng. entah kenapa Dinda jadi kepikiran buat jalan-jalan dulu melihat-lihat sekolah barunya. ia pun segera keluar dan berjalan hingga sampai ke ujung koridor lantai 2. dilihatnya ada tangga menuju lantai atas. tanpa pikir panjang Dinda pun menaiki tangga itu ke lantai 3. tiba-tiba langkahnya terhenti saat mendengar suara. Dinda menoleh ke arah pintu dengan sebuah papan yang bertuliskan gudang di atasnya. Saat Dinda membuka pintu ia pun terkejut melihat adegan perkelahian yang sedang terjadi. seseorang dengan wajah tirus dan berambut kriting dan seorang lagi bertubuh kurus dan berambut gondrong sebahu. Si kriting tampak berusaha menojok wajah si gondrong yang langsung mencengkeram tangan si kriting dan memelintirnya. si kriting menjerit kesakitan tapi si gondrong tampak gak peduli dan langsung melayangkan tinjunya ke wajah si kriting. Dinda terkejut dan langsung mendekap mulutnya. dilihatnya sebuah sapu di samping pintu dan spontan Dinda pun mengambil sapu itu dan mengayunkannya ke arah Davi berkali-kali. Lucky melongo melihat aksi gadis di depannya. ia seperti baru pertama melihat gadis itu. apa dia semacam bidadari. Lucky nyengir dengan wajah yang sudah tampak babak belur saat Davi melepas cengkeramannya di kerah seragam Lucky hingga ia jatuh terpelanting ke lantai. apa ada bidadari yang membawa sapu. “anjiiiiing!!!” seru Davi segera menoleh ke belakang. ia melotot saat menyadari ia baru saja digebukin sama seorang gadis yang kini tengah berdiri di depannya. Dinda pun tampak kaget melihat reaksi Davi dan mundur beberapa langkah namun ia tersandung sesuatu dan terhuyung namun Davi langsung menahan tangannya. Dinda menatap Davi yang juga menatapnya. “ah bidadari..” sahut Lucky yang langsung pingsan. Davi segera menarik tangan Dinda hingga gadis itu berdiri tegak namun tiba-tiba. Ciiit Ciiiiit… seekor tikus tampak berjalan di kaki Dinda. ternyata yang tadi tersandung itu dia menginjak ekor tikus. Dinda pun spontan berteriak dan melompat menubruk Davi hingga mereka berdua jatuh terjungkal ke lantai. Davi bengong menatap Dinda yang sudah menimpanya. Dinda tersadar dan melihat Davi yang menatapnya aneh. ia pun segera berdiri. Davi berdiri dan membetulkan dasinya. Terlihat Davi menatap Dinda dengan tatapan sadis yang aneh. Sementara Dinda juga diam gak tau musti ngomong apa. entah ia harus marah atau berterimakasih. Namun sejurus kemudian Davi berjalan keluar meninggalkan Dinda dan Lucky yang sudah tepar dengan sukses di lantai.
$$$
“mungkin bener ya artikel ini kalau cowok sekasar apapun akan lumer pada wanita cantik” ujar Vani yang begitu serius membaca majalah anehnya. Ola terkekeh “itu bukan bener, tapi itu namanya na-lu-ri” jawab Ola lalu merampas majalah yang dibaca Vani. “eh Ola, balikin ga majalah Vani??” hardik Vani sambil berusaha merebut majalahnya kembali. “majalah apaan si ni ga ada yang penting isinya” ujar Ola sambil membuka lembaran-lembaran majalah Vani. “loe aneh deh, beli majalah kayak beginian”,”biarin” bantah Vani yang berhasil merebut majalah dari tangan Ola.
$$$
“Din aku seneng banget akhirnya kita bisa kumpul lagi, udah lama banget ya” ujar Lisa menerawang mengingat masa mereka smp dulu. “oh iya, gimana sama pangeran masa kecil kamu itu? apa udah ketemu sama dia?” tanya Lisa. Dinda hanya menggeleng pelan. “haah, padahal dulu kita sering banget cerita-cerita tentang pangeran masa kecil, inget gak waktu aku bilang kalo aku suka sama temen sekelas kita yang namanya Bobby itu?”, “waktu itu kamu bilang dia pangeran cinta di masa depan kamu, sampai akhirnya sebulan kemudian kamu benci karena dia numpahin kuah bakso ke tas kesayangan kamu kan?” kenang Dinda. Mereka berdua pun tertawa bersamaan. “iya, tapi tau gak sekarang aku juga lagi jatuh cinta sama seorang cowok di sekolah ini” curhat Lisa. “apa terus kamu benci lagi karena dia numpahin kuah bakso?”, “ ya enggaklah, dia itu , rasanya aku gak pernah ketemu sama orang yang kayak dia, dia itu bener-bener beda dari cowok-cowok di sekolah ini, aku rasa dia itu bener-bener cowok tercakep di dunia” cerita Lisa panjang lebar penuh penghayatan. Dinda tersenyum geli. “terus, siapa gerangan sang pangeran itu Lis?” tanya Dinda yang melirik ke dalam kelas Lisa. “namanya Steven, nanti deh aku kenalin ke kamu Din, kamu pasti bakal berpendapat sama kayak aku”, “oke” jawab Dinda sambil ngacungin jempol. “eh ngomong-ngomong, tadi aku denger kamu melerai preman sekolah berantem ya?” tanya Lisa tiba-tiba. “preman sekolah?”, “iya Davi namanya, dia terkenal banget di sekolah, kok kamu gak takut sich, padahal semua anak-anak cowok di sekolah aja gak ada yang berani sama dia, oh ya kamu pasti belom tau kan kalo dia itu sekarang lagi digosipin homo”, “apa?”, “iya abis dari pertama kali masuk ke sekolah sampe detik ini dia gak pernah dikabarin deket sama satu orang cewek pun, walo kalo dia mau sebenernya banyak kok yang naksir dia, secara siapa sich yang gak mau pacaran sama cowok yang paling ditakutin seantero sekolahan, kan keren kedengerannya tapi sayang dia ternyata homo” Dinda hanya tersenyum mendengar cerita Lisa. Matanya menatap keluar jendela koridor yang langsung menghadap lapangan basket dan sebuah gedung tua yang berdiri kokoh di depannya. “eh Din..” sergah Lisa, Dinda menoleh. “tapi rasanya ada yang aneh deh”, “apa?”, “selama ini tuch Davi paling gak suka sama orang yang berani ikut campur sama masalahnya, tapi kok dia gak ngapa-ngapain kamu ya?”, “ya mungkin karena aku cewek kan?”, “gak, kamu belum tau sih dia itu atau mungkin..ssh..jangan-jangan dia suka sama kamu lagi Din?cinta pada pandangan pertama gitu, kayak di sinetron-sinetron” ujar Lisa berhipotesis. Namun Dinda gak bergeming, atau mungkin dia gak mendengar kelanjutan kata-kata Lisa. Entah kenapa Dinda merasa jantungnya jadi berdebar-debar. Sepertinya sudah lama sekali perasaan seperti ini hilang entah kemana. Dinda memejamkan kedua matanya. Ia masih bisa merasakan udara yang begitu dingin. Sungai besar yang membelah dream city. Waktu itu. Dinda tertegun sejenak. Matanya terbuka perlahan. Entah kenapa ia merasa ada sesuatu di gedung tua itu. Ada seseorang disana. Di jendela lantai 3 gedung tua itu. Tiba-tiba saja Dinda berlari ke arah tangga. “Din kamu mau kemana?” sergah Lisa yang berlari mengejarnya. “Din tunggu!” panggil Lisa namun Dinda terus berlari turun ke lantai dasar dan keluar dari gedung Alexander Michael territory. Lisa mengejar Dinda sampai melewati lapangan basket dan masuk ke gedung tua yang papan namanya hampir roboh. The Other Side territory. Saat memasuki daerah paling tak terjamah Lisa langsung merinding. Aura dingin dan gelap menemani gedung itu selama bertahun-tahun. Sarang laba-laba seakan menjadi saksi bisu kisah yang tak terungkap dari balik dinding kokoh gedung ini. Lisa menaiki tangga menuju lantai atas yang lebih gelap. Udara rasanya begitu pengap di lantai 2. Lisa terbatuk saat tak sengaja memegang pagar tangga yang tebal oleh debu. Terlihat lorong begitu sepi dan kelam. Beberapa lampu manyala redup seperti kehabisan watt. Sementara Dinda terus berlari menuju ujung lorong yang nyaris tak ada udara. Jendela-jendela tertutup rapat bahkan cahaya matahari tak masuk karena terhalang debu yang sangat tebal di permukaan kaca. Sesekali terdengar jeritan tikus dari dalam kelas tanpa penghuni itu. Sesampainya ditangga yang bertuliskan. Lantai 3. Dinda pun segera berlari menaiki anak tangga ke atas. Tiba-tiba terdengar suara burung gagak. Begitu nyaring. Mungkin karena tak ada suara yang lain disini. Dinda terpaku di lorong yang menghadap sebuah kelas lama yang jendelanya terbuka lebar 5 meter di depannya. Cahaya seolah menerangi ruang gelap yang dipenuhi bangku-bangku berdebu di kelas itu. Namun bukan itu yang penting. Karena Dinda merasa tidak ada yang pernah lebih penting lagi dari ini. Ketika dilihatnya bayangan seorang cowok tampak duduk di sudut jendela sambil menghirup sepuntung rokok murah di tangannya. Wajahnya begitu kelam dan tanpa ekspresi. Terlihat seekor burung gagak terbang berputar-putar di luar jendela. Sementara cowok itu terus menatap langit dengan tatapan kosong yang paling misterius. Setetes air mata tiba-tiba menetes jatuh melewati pipi Dinda. “Dean…”. Sudah lama sekali sejak hari itu. lama sekali. Dinda terjatuh ke lantai. Air mata terus mengalir dari matanya. Seolah ia tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Sampai tak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya saat Lisa datang mendekatinya. “ya ampun Dinda, kamu kenapa?” tanya Lisa kaget. Dinda gak bergeming hingga beberapa detik kemudian. “Lis, pangeran masa kecil yang pernah aku certain, dia…” Dinda terkejut saat mendapati tak ada siapapun di jendela. Segera saja Dinda berlari memasuki kelas itu tapi tak ada siapapun. “gak mungkin!!!” seru Dinda yang menatap ke luar jendela memastikan ada sesuatu yang tertinggal. “dia..kenapa Din?” tanya Lisa sedikit takut. “tadi, tadi aku baru aja ngeliat dia disini Lis, dia, kamu inget kan? Dean, dia tadi, aku liat dia, dimana dia Lis, Deaaaannn?!!!!” tukas Dinda parau sambil terus memutari ruangan dan memeriksanya. Lisa terdiam antara bingung, takut dan gak ngerti dengan apa yang baru aja dilakukan sahabat lamanya itu. Dinda lalu berlari menuruni tangga. Sesaat Lisa tampak bingung dengan tingkah Dinda sebelum akhirnya ia mengejar gadis itu.
$$$
Bel masuk berdering saat Dinda tengah berdiri di depan kelas 3 IPA 1, kelas seleksi yang hanya terdiri dari 15 orang siswa tercerdas di sekolah. dan Dinda menjadi pengecualian dengan menambah absen menjadi 16. Pak Sober sudah duduk di singgasananya di kursi Guru. sementara 5 orang siswa cowok hanya bengong menatap tubuh Dinda dari atas sampai bawah. sungguh mengapa gak ada satupun yang kurang darinya. mungkin mereka sedang menghitung kesempurnaan Dinda dengan rumus matematika. “baiklah dia ini adalah anggota baru dari siswa seleksi di kelas ini” ujar Pak Sober menjelaskan. tiba-tiba ada seorang siswi yang mengangkat tangan. “ya Chelsea”,”Pak, saya gak terima, sudah jelaskan anggota siswa seleksi ini hanya ada 15 orang siswa dari keseluruhan 3000 siswa di angkatan ini, tapi kenapa dia bisa masuk begitu saja tanpa seleksi, ini gak adil Pak!” ujar Chelsea dengan tatapan gak suka pada Dinda. “ya karena hanya orang-orang tertentu sudah pasti akan lulus walau tanpa ikut seleksi” ujar Arjuna yang muncul di pintu kelas. sekilas info, Arjuna atau yang biasa dipanggil Juna ini adalah salah satu murid seleksi di kelas 3 IPA 1 yang juga menjabat kapten tim basket sekolah. wajah tampan. tubuh atletis. gaya stylish. background orang borjuis yang juga menjadi salah satu dari dua pendonor terbesar di sekolah SMA Gepinton. cowok yang terkenal dengan keahliannya menjatuhkan hati setiap wanita alias playboy itu pun mulai menunjukan pesonanya pada cewek baru yang tampak begitu sempurna bak bidadari dan satu hal yang sungguh berbeda dari para cewek yang sudah ditaklukan Juna. cewek cantik ini ada di kelas IPA 1 tanpa seleksi. sungguh menarik. Setelah beberapa waktu debat akhirnya Chelsea tak berkutik di bawah keahlian Juna dalam berbicara. Setelah Dinda selesai memperkenalkan diri Pak Sober pun mempersilahkannya duduk. langsung saja Juna bertingkah bak cowok gentle dengan menarikkan kursi untuknya. terlihat beberapa cewek sekelasnya memandang dengan penuh dengki pada Dinda. mungkin mereka adalah fans Juna. namun jelas mereka gak masuk tipe cewek idaman Juna meski otak mereka seencer dirinya. Pelajaran fisika berlangsung selama 15 menit sampai pintu kelas diketuk 3 kali. pintu di buka dan munculah seorang cowok dari balik pintu yang membuat Dinda yang yang sedang menulis jawaban di papan langsung menjatuhkan spidol dari tangannya. Dinda terkejut bukan main menatap wajah cowok itu. “Steven, kamu telat lagi hari ini sebenarnya kamu niat sekolah atau tidak?” Tanya Pak Sober. “maaf Pak” ujar Steven sambil membungkukkan badannya. terlihat Juna tersenyum sinis padanya. “kamu tahu hukuman apa karena berani datang terlambat pada jam pelajaran saya?”,”iya Pak, akan saya kerjakan” jawab Steven masih membungkuk. Setetes air mata mengalir jatuh melewati pipi Dinda. tubuhnya tiba-tiba gemetar. ia merasa dadanya sesak saat melihat cowok yang sedang berdiri di depannya ini. terdengar suara jam dinding yang berdetak setiap detiknya. “baik, tunggu apalagi cepat laksanakan hukuman kamu nanti akan saya periksa dan jika masih ada WC yang kotor di gedung ini, hukuman kamu akan saya tambah, mengerti!!”,”saya permisi” ujar Steven lalu menutup pintu. KRAAKK.. CKLEKK..
“EHmmm”,”HMMPH”,”Ehmmm” tegur Pak Sober menyadarkan Dinda yang bengong menatap papan dengan tangan seperti menulis tapi tanpa spidol. “apa yang kamu lakukan, menghitung di luar kepala?” sindir Pak Sober. “Dean..” sahut Dinda pelan dan kemudian diam lagi. “Dinda, jam saya akan habis kalau kamu hanya bengong disitu menatap papan tulis, sebenarnya kamu bisa atau tidak?” ujar Pak Sober yang diikuti tawa kecil dari Chelsea. “biar saya saja Pak yang kerjakan” ujar Chelsea lalu berdiri.”biar saya saja Pak yang nulis, Dinda yang mengatakan jawabannya” potong Juna yang sudah memungut spidol yang dijatuhkan Dinda ke lantai dan menarik tangan Dinda yang masih gemetaran dari papan tulis. “baiklah kalau begitu, kamu Juna bisa bantu Dinda menuliskan jawabannya di papan” tukas Pak Sober. Chelsea duduk sambil berdecak menatap Dinda. dan benar saja gadis itu seperti mengatakan jawaban dari luar kepala. Juna sibuk menulis apa yang gadis itu katakan. sementara Dinda mengepalkan kedua tangannya karena gemetar. terlihat hujan turun lagi dari luar jendela kelas 3 IPA 1. Dinda memejamkan kedua matanya dan menikmati aroma hujan. malam yang begitu gelap. hutan yang basah karena air hujan. suara gagak yang menggema diikuti petir yang menyambar-nyambar. ada tangan yang mengulur padanya. begitu hangat. anak-anak berlari mendekat saat Dinda yang tiba-tiba ambruk ke lantai kelas. pingsan. Juna buru-buru menggendongnya dengan wajah bingung dan panik setelah selesai menuliskan kalimat terakhir dari jawabannya yang Juna tau itu 100% bener. ia pun segera berlari membawa Dinda ke ruang UKS sekolah. semua orang terutama gadis-gadis di berada koridor melihat Juna dengan tatapan aneh. baru pertama cowok playboy itu terlihat begitu panik seumur hidupnya di Gepinton. baru kali ini malah sambil menggendong wanita lagi. buru-buru Lisa berlari ke UKS saat denger berita soal Dinda pingsan. saat membuka pintu ia kaget mendapati seornag cowok tengah duduk tertidur di samping ranjang UKS. Lisa pun mendekat dan menepuk bahu cowok itu hingga terbangun. “sorry kamu liat Dinda gak tadi kayaknya..” Lisa menghentikan kalimatnya saat melihat cowok itu Juna. cowok tampan yang digandrungi di sekolah bak selebritis. “lho kok, bukannya..”,”Dinda?” jawab Juna sok tau. Lisa hanya mengangguk. Juna yang baru bangun langsung menunjuk ranjang kosong disebelahnya. “dia..” Juna melotot. dimana gadis yang baru digendongnya ke UKS tadi. atau dia hanya bermimpi menggondong bidadari itu. “lho dia kemana, kemana dia??” Tanya Juna terlihat panik sambil menggoncang-goncangkan bahu Lisa.” Lisa hanya menggeleng campur bingung dengan reaksi Juna yang lalu pergi mencari Dinda.
$$$
sementara itu terdengar suara orang sedang menyikat WC di lantai 5. lantai paling atas. panas dan kotor sekali. Pintu berderak perlahan. lampu yang rusak membuat suasana tampak gelap namun pengap. suara tetes air jatuh dari keran yang rusak. Dinda masuk perlahan membuka satu-persatu pintu WC hingga pada pintu yang terakhir. Steven yang lagi menyikat lantai dibawah pintu mendongak saat pintu dibuka. seorang cewek cantik tengah menatapnya sambil berlinang air mata. “De..” ucapnya setengah kata yang langsung jatuh menubruk Steven ke lantai WC. baru saja Steven mau mengangkat cewek yang tampak pingsan itu tiba-tiba terdengar suara. “lepasss!!!” pekik Juna yang langsung menarik Dinda dan menggendongnya di punggung. Lisa menyusul dari belakang. “ya ampun Dinda ngapain si dia kesini??” tukas Lisa sambil menutup hidung karena bau WC pengap yang sangat menyengat. “nih loe tanyain aja sama cowok sebelah loe ini, apa yang dia lakuin sama Dinda, inget urusan kita belom selesai” ujar Juna lalu pergi membawa Dinda keluar. Lisa bengong menatap cowok yang dimaksud Juna. Steven. cowok yang selama 3 minggu ini membuatnya susah makan, susah tidur, susah ngerjain PR dan sekarang susah ngomong. wajahnya memerah malu. baju Dinda tampak basah saat jatuh di lantai WC tadi sementara gossip mengenai dinda dan Juna sudah menyebar disekolah hanya dalam hitungan menit. anak-anak cewek kelas 1 dan 2 pun berbondong-bondong ke UKS ingin melihat wajah cewek yang digendong Juna.
$$$
“Eh Dav, loe ude denger lom soal cewek yang di UKS itu” tukas Rio sambil menghembuskan asap rokoknya ke udara. “dia itu bukanya cewek yang tadi pagi nimpuk loe pake sapu ya?” tambah Rio.”kereeen banget tu cewek dalam satu hari dia dating kesini aja udah heboh gini ni sekolah” ujar Rio terkekeh. “heboh maksud loe?” sergah Davi. “lho loe serius gak tau, sekarang anak-anak cewek tu pada ngerumunin UKS gara-gara penasaran”,”UKS??Penasaran??”Davi makin gak ngerti dengan omongan Rio. “iyee, tadi pas jam pertama katanya dia pingsan trus dbawa ke UKS sama si Juna yang belagu itu..” belom selesai Rio bicara Davi udah kabur gitu aja. “eh woiii mo kemana loe?” seru Rio tanpa sautan. sementara itu benar saja di UKS tampak penuh dengan kerumunan saat Davi datang. KREEKK.. Lisa dan Juna spontan kaget saat ada orang yang muncul dari jendela UKS yang berada di lantai 3. “Da..Dav..ii, nga..ngapain dia kesini???” sergah Lisa kaget plus takut dia kira Davi mo macem-macem sama mereka. ahh terlebih tadi pagi Dinda baru aja bikin masalah gede dengan menimpuk preman sekolah itu dengan sapu ijuk. “lewat sini!” ujar Davi berasa sebuah perintah. Lisa melongo.”ngapain loe malah bengong cepet bawa dia kita keluar lewat sini” . “eh apa maksud loe, siapa yang loe mo bawa keluar??” sergah Juna yang melotot pada Davi. “berisik loe minggir!” seru Davi yang lalu melompat masuk dari jendela dan mendorong Juna minggir dari depan ranjang Dinda. cewek itu masih tampak belum sadar dari pingsannya. Davi lalu menggendongnya. “eh tunggu-tunggu, ngapain loe dateng-dateng langsung mau bawa dia pergi gitu aja?”,”kalo loe emang beneran pinter, mending loe sisain sedikit otak loe buat mikir cara keluar dari sini!!” sinis Davi. Juna menatap pintu keluar UKS dan jendela tempat Davi masuk tadi lalu. “biar gw yang bawa dia” sergah Juna lalu menarik Dinda dari tangan Davi. hampir aja Davi kehilangan kesabaran dan murka, namun suara riuh di luar membuat Davi sadar dan langsung membuka jendela lebar-lebar. Lisa yang bingung ngeliat Davi dan Juna Cuma bengong tanpa kata-kata. Namun Juna malah berjalan menuju pintu dan membukanya. langsung saja anak-anak cewek yang mendominasi kerumunan langsung menyerbu Juna yang keluar sambil menggendong Dinda. “brengsek!!” seru Davi lalu menutup jendela dengan keras. Lisa terkejut namun gak sanggup berkata-kata. Davi kira anak-anak cewek itu akan membuat keonaran namun yang terjadi malah sebaliknya mereka langsung diam seketika saat melihat Juna keluar dengan Dinda. beberapa ada yang berseru kagum dengan kecantikan Dinda beberapa yang lain hanya bengong berharap mereka yang digendong Juna saat ini. Juna pun segera membawa Dinda pergi. Disusul Davi yang keluar dengan wajah kesal dan Lisa yang langsung berlari sambil menutup wajahnya dengan buku.
$$$
sementara seantero sekolah heboh dengan cewek yang bernama Dinda, Steven masih asik dengan hukumannya menyikat seluruh WC sekolah. sampai tiba-tiba. KRAKK pintu dibuka. Davi nongol dengan muka masem dan langsung menyalakan keran westafel. “anjiiiiing!!” serunya lagi lalu meninju kaca di depannya hingga pecah seribu. Steven kaget dan berlari keluar melihat apa yang baru aja terjadi. Davi memandang liar keseluruh arah hingga mendapati seorang cowok berdiri menatapnya dengan sikat WC di tangannya. baru Steven mau mengeluarkan suara tiba-tiba aja Davi langsung mendorongnya ke dinding WC dengan kasar. “apa loe liat-liatin gw udah bosen idup loe hahhh???” hardik Davi yang lalu meremas kerah seragam Steven. Steven mengerutkan kening yang bingung dengan tingkah cowok yang berdiri di depannya namun sekali lagi sebelum Steven mengeluarkan sepatah katapun Davi langsung melayangkan pukulannya ke wajah dan perut Steven dengan sadis. begitu keras begitu brutal nyaris tanpa ampun hingga sikat WC yang sedari tadi dipegang Steven jatuh dari tangannya. tampaknya Davi melampiaskan kemarahannya pada Juna tadi kepada Steven. dan saat emosinya mulai terkontrol ia pun melepaskan Steven yang jatuh ke lantai dengan darah segar yang mengalir dari pelipis dan mulutnya. Steven menyeka dengan tangannya sementara Davi berbalik dan membanting pintu WC saat ia pergi.
$$$
jam menunjukkaan pukul 1 siang saat bel pulang berdering keras. anak-anak pun berhambur keluar. Steven muncul ke kelasnya dengan topi merah yang menutupi pelipisnya yang luka sementara tangannya menutup wajahnya dengan saputangan berwarna biru. ia berjalan tertatih menuju bangkunya untuk mengambil tas. kelas tampak kosong saat ia datang. mungkin sudah pada pulang semua. Steven pun berjalan keluar sambil menggendong tas ransel lusuh di bahu kirinya. namun saat sampai di pintu kelas Boni tiba-tiba nongol n kaget ngeliat wajah Steven yang udah babak belur. “ke-kenapa muka loe bray?” Tanya Boni sambil menunjuk wajah Steven yang lalu segera ditutupinya dengan saputangan. “aah ini bukan apa-apa” jawab Steven tersenyum dan menarik topinya kebawah lalu berlalu. Boni menoleh lalu ikut berjalan di sebelah Steven. “loe dihajar sama preman sekolah itu juga ya?” selidik Boni sambil nyengir. “pre-man?” Steven menoleh, gak ngerti arah pembicaraan Boni. Boni adalah anak yang terkenal agak aneh di sekolah. ia gak punya teman dan sangat penyendiri. ada gossip yang pernah mengatakan dia suka berbicara sendiri pada patung manusia di lab biologi sambil menangis tersedu-sedu. “iya, perangainya kasar dan suka bentak-bentak orang, sangat mengerikan seperti sundel bolong” ujar Boni sambil memperagakan betapa mengerikannya preman sekolah baginya membuat Steven nyaris tertawa melihat ekspresi wajah Boni yang seperti menceritakan sebuah film horor. dan lagi apa dia tau sundel bolong itu kan cewek masa iya berubah jadi cowok, preman sekolah lagi. ”gw bahkan juga pernah dipukul sama dia” lanjut Boni sambil menunjukan bekas lebam-lebam di wajahnya. Steven menghentikan langkahnya saat melihat bekas lebam di wajah Boni. sementara itu Rio dan Andre sedang nongkrong di depan gerbang Gepinton saat melihat Steven berjalan ke arah mereka. “ehh loe yang pake topi merah!!” panggil Rio. Steven menoleh. “loe bukanya anak baru itu ya?” sergahnya sambil menatap Steven dari atas sampe bawah. “gw heran baru 3 minggu loe disini udah bisa bikin gempar cewek-cewek satu sekolahan” lanjut Rio lalu merangkul Steven yang menunduk sambil terus menutup wajahnya dengan saputangan. “kenapa loe? emangnya gw bau?” serga Rio yang langsung mencium badannya. “ato sebegitu gantengnya loe sampe loe nutup muka loe pake saputangan??” selidik Rio yang berusaha melihat wajah Steven. “bukan, bukan begitu” jawab Steven sambil membungkuk. “ma-maaf saya permi..”,”eeh ada si kudanil juga disini??!!” sergah Rio saat melihat Boni.”eit mo kemana loe?” sergah Rio yang mencengkeram tangan Boni saat Boni mau kabur. Steven yang mau berlalu pun berhenti dan menoleh. “kenapa berenti? emangnya dia temen loe?” sergah Rio saat melihat Steven menoleh. spontan Andre terkekeh. “punya temen juga loe Bon sekarang, berarti sekarang ada dua cowok gila di sekolah kita hebat banget yah” sahut Andre sambil melihat Steven dari atas ke bawah ke atas lagi. Boni menatap Rio dan Andre dengan hampir menangis. “kenapa loe? apa mo gw ambilin patung lab bwt nangis bareng loe?”,”heh dia kan uda punya temen sekarang” sergah Rio melirik Steven. “eh tapi dia temennya bukan si ya, sampe lupa gw nanya, loe temennya si Boni hah?” Tanya Rio yang mendekati wajah Steven. Steven menatap Boni yang sekarang udah kencing di celana. “iya” jawab Steven pelan yang lalu membuang pandanganya ke arah lain. “gw sering liat loe dari jauh tapi belom pernah sedeket ini, gw penasaran seganteng apa sih loe sampe bikin cewek-cewek sekolah ini pada histeris” ujar Rio. “yo gaya loe udah kayak cowok homo!” tukas Andre terkekeh Rio melepas topi merah Steven beserta saputangannya. Rio dan Andre spontan kaget melihat wajah cowok itu udah babak belur. “weeiiiisss kenapa tuh muka loe, habis dicipokin cewek-cewek satu sekolah???” seru Andre ngakak. Steven hanya diam mendengar sindiran Andre. sementara Rio langsung melempar pandangan pada Davi yang baru nongol dan tampak kaget melihat wajah Steven. “gw pergi duluan, ada urusan!” ujar Davi yang langsung kabur. “lho mo kemana loe Dav?” sergah Andre. Rio menghela nafas menatap Steven. “ya loe boleh pergi” sahutnya melepas tangan Steven. “lho kok loe biarin dia pergi??” Tanya Andre bingung. “gw juga cabut” tukas Rio yang lalu pergi ninggalin Andre gitu aja. Andre melirik Steven dan berdecak lalu pergi mengikuti Rio. Steven segera membuka jas almamaternya lalu menyelimuti celana Boni yang basah dengan itu. Boni menatap Steven dalam. “nah udah gak keliatan sekarang” ujar Steven seraya mengikatkannya dipinggang Boni. tiba-tiba Boni menarik Steven dan langsung memeluknya. “thanks bray” ucapnya sambil menangis sambil menepuk-nepuk punggung Steven dengan nada suara sesegukan. Steven pun sontak terbatuk karena tepukan Boni yang terlalu keras. “kenalin gw Boni, Boni Yudhistira, loe siapa?” tanyanya yang lalu melepas Steven kemudian melap ingus dan mengulurkan tangan padanya sambil tersenyum lebar. Apakah ada yang sadar kalau mereka itu teman sekelas?
$$$
Steven berhenti di tepat di depan pintu rumah reot yang dipenuhi ilalang. tok tok tok. pintu dibuka pelan. Seorang wanita cantik berusia 30 tahunan muncul dengan seorang balita yang sedang digendongnya. “ehh mas Tepen udah datang, Ebi mas Tepen udah datang nih, Ebi kangen ya” ujarnya lalu memberikan Ebi ke pelukan Steven. “terimakasih banyak untuk hari ini Bi” ujar Steven sambil membungkuk pada wanita di depannya itu. “iya sama-sama mas Tepen, saya juga sebenernya pengen punya anak selucu Ebi” ujarnya sumringah. Steven kaget saat melihat isi rumah yang tampak berantakan penuh dengan tanah dan mainan anak kecil yang berserakan. “apa Ebi nakal Bi?” Tanya Steven merasa bersalah. Wanita itu mengikuti pandangan mata Steven ke dalam rumahnya dari balik pintu dan langsung tertawa renyah.”oooh gak apa-apa kok mas Tepen, anak kecil mah malah bagus kalo aktif” ujarnya sambil senyam-senyum. “apa boleh saya bantu bersihkan Bi?” tawar Steven. “ahh..” Wanita itu baru aja mau menolak namun matanya mendelik saat melihat wajah Steven yang penuh lebam dari balik topinya. “lho mas Tepen kenapa? kok mukanya biru-biru begitu??” Tanya wanita itu kaget. Steven tersenyum. begitu manis. “ahh gak apa-apa Bi, Cuma keserempet aja tadi di jalan” jawabnya. wanita di depannya nyaris tidak mendengar jawaban Steven. ia melongo menatap senyum Steven tanpa berkedip. Ebi tiba-tiba menangis sambil memukul wajah Steven. “eh Ebi..”,”wah kayaknya Ebi juga kaget melihat wajah mas Tepen yang biru-biru, mari saya obatin dulu di dalam ya” tawar wanita itu. “ahh g..”, “ayo daripada pulang dengan muka kayak gitu ntar malah adik-adiknya pada cemas” ujar Wanita itu langsung menarik Steven masuk ke rumahnya. Wanita itu lalu mempersilahkan Steven duduk dan mengambil air es. sampai lupa ngenalin. namanya Lidya. Bi Lidya pun lalu datang lagi dengan kotak obat dan baskom berisi air es. Bi Lidya hanya terpaku sambil mengompres luka lebam Steven dan menutupnya dengan plester. benar-benar sempurna. wajahnya begitu mulus dan bersih. hidung yang mancung. bibir yang tipis dan sangat manis. tatapan mata yang kadang sendu, kadang tajam, kadang begitu misterius. entah ada apa pada anak ini sampai Bi Lidya bisa begitu tertarik padanya walau mereka terpaut usia yang cukup jauh. setelah Bi Lidya bercerai dengan suaminya yang dimana mereka menikah saat Bi Lidya masih sangat muda. Bi Lidya hanya hidup sendirian sekarang. walau wajahnya masih tampak muda dan sangat cantik. banyak pria yang menaruh hati padanya namun Bi Lidya belum memutuskan untuk menikah lagi. sehari-hari membuka salon dan karena salonnya sekarang sudah besar dan memiliki cabang. Bi Lidya lebih memilih di rumah bersama Ebi adik Steven yang paling kecil. mereka adalah tetangga. Steven mengerjap saat air esnya sudah membasahi seluruh wajahnya. Bi Lidya spontan kaget. “eeh maaf mas Tepen, aduh jadi basah semua bajunya” tukas Bi Lidya panik yang sedari tadi bengong memandangi wajah cowok itu. “Bi, Bi gak apa-apa saya benar-benar gak apa-apa Bi” sergah Steven saat Bi Lidya menarik Tissue dari meja sebanyak-banyaknya ke baju Steven. “tapi jadi basah..” tukas Bi Lidya menggantung. Steven tertawa kecil. “ini nanti juga kering, kalau begitu saya bantu bersihin rumah ya Bi” ujar Steven lalu berdiri dan mulai merapikan ruangan yang berantakan tadi. Bi Lidya hanya bengong sambil memegang Tissue di tangannya. wajahnya merah padam. beberapa saat kemudian Steven pun permisi pulang. “ayo Ebi, beri salam pada Bibi” tukas Steven. Ebi menatap Steven lalu Bi Lidya dan tertawa. “dadaaa…” ucapnya sambil melambaikan tangan. Bi Lidya tertawa. sungguh lucu padahal Ebi baru berusia 1 tahun. tentu lucu karena kakaknya pun begitu. eeh..
$$$
Matahari bersinar terang di pagi hari yang sangat cerah. Tapi itu di cerita dongeng karena faktanya sekarang ujan gede. Petir menyambar-nyambar di kejauhan disertai angin kencang yang udah seperti badai. Seorang cewek aneh muncul dari kejauhan. Ia tampak terus menggaruk kepalanya dengan serius. wajahnya dekil. bajunya kumel. Dan dia sangat jelek. Cewek itu menoleh sambil meringis saat orang-orang melihatnya dengan jijik. Ia pun berjalan melewati gerbang SMU GEPINTON. Saat melewati koridor ia menghentikan langkahnya. Dilihatnya seorang gadis yang tengah berdiri di koridor bersama seorang cowok entah dari kelas mana yang memberikannya setangkai mawar merah. “u-u-untuk kamu” ucap si cowok malu-malu. Dinda terkejut dengan aksi cowok itu lalu tersenyum dan menerima mawar pemberiannya. “makasih ya” ucapnya lembut. si cowok itu pun langsung berteriak kegirangan seperti menang lotere. cewek dekil mendengus, di dunia ini bahkan ada orang yang tidak perlu melakukan apapun untuk membuat dirinya disukai. cewek dekil itu menoleh pada kaca jendela yang memantulkan wajahnya. bahkan gak ada satupun cowok yang sekedar tersenyum saat melihat dirinya. “mengenekkan” tukasnya lalu membalikkan badan. seketika ia kaget melihat seorang cowok yang sudah berdiri di belakangnya. Steven. cowok yang baru pindah kesekolah ini sejak 3 minggu yang lalu. mungkin hanya mimpi bisa disukai cowok seperti itu. terlalu tampan, terlalu sempurna, terlalu kaya, terlalu pinter. terlalu jauh tingkatannya. cewek dekil itu bengong saat melihat cowok itu tersenyum ke arahnya. Apa dia lagi senyum sama gw? Cewek dekil itu mengawasi. Gigi melongo saat cowok itu mendekat dan, melewatinya. cewek dekil itu menoleh ke belakangnya. Dinda berdiri dengan setangkai mawar ditanganya. Dengan cepat cewek dekil itu pun langsung melangkahkan kakinya pergi dari situ. Lebih lama disitu ia merasakan ia akan benar2 gila. bukankah dunia diciptakan begitu adil. ada yang begitu cantik dan ada yang begitu jelek. dan kita harus tabah menerimanya. cewek dekil itu berdecak mengingat kata2 Nita teman smpnya dulu. tapi kenapa juga dia harus ambil pusing, apa begitu merasa terhina karena menjadi orang yang tidak pernah disukain?
“Giiiii…..!”, panggil seseorang saat cewek dekil itu sampai di depan pintu kelas 3 BHS 5. “haiiiiii….”. cewek dekil itu lalu tersenyum saat melihat seorang cewek imut yang duduk di bangku belakang sedang melambaikan tangan sambil tersenyum padanya. Vani. cewek imut yang baik hati. kaya raya dan berwajah seperti boneka. anehnya ia mau berteman dengannya. “heh Gigi, kenapa loe bengong apa loe baru sadar gw cantik banget ya?” sergah Ola yang melihat Gigi menatapnya sambil melongo. Ola adalah cewek tomboy yang juga anak pengusaha. mereka berdua adalah sohib Gigi sejak kelas 1. “ La, itu kan Steven!!” tunjuk Vani ke jendela. “hah mana mana??” sergah Ola yang langsung berpaling dan mengikuti telunjuk Vani. “itu tuh yang jalan di jendela koridor sebelah utara” ujar Vani. Ola menyipitkan mata. “oh ya Tuhan, dia ganteng banget yach”,”iya La, eh tapi itu.. itu bukannya Boni ya?”, “hah apa? ngapain dia bisa sama Boni?”, “bukannya Boni itu yang katanya suka ngomong sama patung lab itu ya La?”,”iya gw juga sempet liat dia mandangin patung lab lama banget udah kayak apaan”,”trus kenapa dia sama Steven?” sergah vani. Ola mengangkat bahu.
$$$
Dinda menoleh ke arah Steven yang tersenyum dan berjalan ke arahnya. ada sesuatu di mata cowok itu. sesuatu yang melewati ribuan mil jauhnya. “Dean..” panggil Dinda nyaris tak terdengar. mawar ditangannya seketika jatuh ke lantai. jantungnya berdesir. Suara gagak terdengar nyaring saat Steven berjalan melewatinya. Dinda mengerutkan kening dan langsung menoleh. terlihat seorang cowok gendut tengah tersenyum lebar sambil melambaikan tangan pada Steven. Boni. “ayo sini loe harus liat penemuan terbaru gw hari ini” ucap Boni antusias yang langsung menggeret Steven pergi. Dinda terbengong. “Din, lagi ngapain?” tukas Lisa yang menepuk bahu Dinda. “hah, apa?” Dinda menoleh kaget. “kamu liat apa sih?” tanya Lisa menoleh kea rah yang diliat Dinda tadi. “eh gak kok, gak liat apa-apa” kilah Dinda. “ya ampun ini mawar siapa kok ada di lantai?” sergah Lisa yang segera memungutnya. “ah, em Lis aku ke kelas dulu ya ada tugas yang belom aku kerjain soalnya, mau dikumpul nanti pas pelajaran pertama, aku duluan ya” sahut Dinda, “lho Din tapi..”,”daaaah” sahut Dinda lalu berlari pergi. “aneh banget dia” sahut Lisa sambil mencium mawar itu. wangi.
$$$
Dinda duduk di bangkunya sambil memain-mainkan pulpennya di meja. Bel masuk berdering nyaring. anak-anak pun segera masuk ke dalam kelas masing-masing. Dinda terus menatap pintu kelas dengan gak sabar. hingga tiba-tiba Pak Sober masuk ke kelas dan menutup pintu. tiba-tiba Dinda berdiri. Pak Sober pun spontan menatapnya. “kenapa? apa ada masalah?” sergah Pak Sober. Tiba-tiba pintu diketuk dan berderak terbuka. Dinda spontan menoleh tanpa menghiraukan teguran Pak Sober. Steven nongol dari balik pintu. Pak Sober pun langsung berdehem berat. “darimana saja kamu Steven? kamu gak liat sekarang jam berapa?” hardik Pak Sober sambil menunjuk ke arah jam dinding kelas. jam menunjukkan pukul 07.35. “kamu tau kan hukumannya karena melewati jam saya lebih dari 5 menit?” lanjut Pak Sober. Steven menunduk. “iya Pak, akan saya kerjakan, permisi..” sahutnya lalu menutup pintu. “t-tunggu Pak!!” sergah Dinda menggebrak meja membuat seluruh kelas menoleh padanya. Pak Sober mendongak menatapnya. “sepertinya ada kesalahn” sahut Dinda. “apa?” sergah Pak Sober menaikan satu alisnya. “maaf, tapi kalau saya tidak salah dengar Bapak bilang kalau melewati jam Bapak lebih dari 5 menit kan?” sergah Dinda tiba2. “iya, apa ada masalah?” jawab Pak Sober ketus. “tapi itu kan baru jam tujuh lebih tiga puluh lima menit pak? jadi seharusnya belum melewati batas waktu yang Bapak tetapkan kan?” terang Dinda sambil menunjuk arah jam. seluruh kelas serentak riuh dan berbisik2. termasuk Juna yang melongo melihat reaksi Dinda. “maaf Pak, apakah saya bisa memanggil dia untuk kembali ke kelas Pak?”, Pak Sober berdehem beberapa kali. “baiklah” jawabnya singkat. Dinda pun segera berlari keluar kelas. sementara Steven tampak sibuk menyiapkan ember dan beberapa sikat serta lap pel di ruang peralatan. Dinda membaca papan yang ada di atas pintu. ruang peralatan. entah kenapa Dinda merasa tangannya jadi gemetaran saat mau menyentuh gagang pintu hingga pintu tiba-tiba terbuka. Dinda kaget saat melihat Steven muncul dari balik pintu. “eh maaf, aku diminta untuk menyuruh kamu kembali ke kelas, hukumanya dibatalin katanya” sahut Dinda lalu berbalik. Steven mengernyitkan dahi. “kalo gitu aku duluan” tukas Dinda yang langsung menutup pintu ruang peralatan dengan keras. BLAMMM. apa ini, ia merasa jantungnya berdesir lagi. ia pun mendekap mulutnya dengan kedua tangan yang masih tampak gemetar dan berjalan pergi.
$$$
Hujan lebat mengguyur malam dingin yang tak berbintang. Dinda kecil terus berlari melintasi pepohonan besar yang sangat banyak, dan seakan tak habis-habisnya. Dinda tak tahu sudah berlari ke arah mana, yang ia inginkan sekarang cuma pulang ke rumah. Rumah. Harusnya sekarang ia sedang menghabiskan makan malamnya atau mendengar Bibi Fero berdongeng. Harusnya ia mendengarkan pesan Bibi Fero. Ia ingat saat Bibi Fero memperingatkannya untuk gak bermain ke dalam hutan ini dua hari yang lalu, tapi Dinda gak mendengarkannya, ia terlalu penasaran.
“dia itu anak yang tinggal di sebuah rumah mewah milik keluarga kaya yang berada tengah hutan itu” tunjuk Bibi Fero ke arah jendela yang berhadapan dengan pepohonan lebat seberang sungai. “jangan pernah bicara padanya, apalagi pergi ke dalam hutan itu”, “kenapa?”, “karena dia itu aneh, ada yang bilang dia jadi bisu sejak ayah kandungnya meninggal”, “kenapa?”, “dua tahun lalu saat Ayahnya meninggal ia diadopsi oleh keluarga kaya itu, tapi entah kenapa mereka tidak pernah saling bicara satu sama lain, mereka satu keluarga tapi tampak begitu dingin, sampai suatu hari, kucing kesayangan keluarga kaya itu hilang, sebelum akhirnya ditemukan di dalam lemari pakaian oleh pembantu rumah mereka, dan apa kau tau di kamar siapa kucing itu ditemukan?”, Dinda kecil menggeleng. “di kamar anak itu, kucing itu tergantung dengan leher yang nyaris putus bersama usus yang menjuntai penuh darah, anak itu telah membunuhnya dengan gunting yang sangat tajam, dia benar-benar sudah gila”. Jam berdentang 12 kali. Bibi fero menyelimuti gadis kecil itu kemudian mengecup keningnya lembut. “selamat malam peri kecil” ucap Bibi fero lalu beranjak dan mematikan lampu kamar.
Dinda terus berlari sambil menyeka air matanya. Bibi, jeritnya dalam hati penuh penyesalan. Ia benar-benar tak tahu harus lari kemana. Hujan masih turun dengan lebat. Sudah hampir setengah jam ia berlari. Suara gagak tiba-tiba terdengar dan semakin keras. Dinda merinding. Ia ketakutan. Dilihatnya sekelilingnya pepohonan besar yang tak ada ujungnya. Dinda mempercepat langkahnya sambil menutup mata, sebelum akhirnya. BRUAAAAK… Dinda tersandung akar pohon dan terpelanting ke tanah yang basah karena hujan. Dinda menangis. Kakinya berdarah tertancap batang pohon. “Bibi…” jerit Dinda yang teredam suara hujan. Ia benar-benar sendirian sekarang. Angin malam berhembus kencang menyapu pepohonan. Sepertinya ini bukan hujan biasa. Petir menyambar diiringi kilat dan JDEGEER… seperti mengenai sesuatu yang seketika ambruk entah dimana. Dinda sesegukan. Tubuhnya sudah basah dan kotor terkena tanah. Tiba-tiba saja suara gagak itu muncul lagi. Sebelum ada sesuatu yang menyentuh pundak Dinda. Seketika Dinda menoleh dengan segenap keberanian yang tersisa. Gagak terus menyuarakan suaranya menyaingi suara air hujan. Sementara seorang bocah sudah berjongkok di belakangnya dengan tatapan hampa tanpa ekspresi.
Now I realize what a fool I’ve been
Here I am- the greatest of pretenders
Always looking- but afraid to see
That this feeling going on inside me
Is a love that was always meant to be
Anak itu, anak yang diceritakan Bibi Fero, anak yang selalu ia lihat duduk di atas batang pohon besar yang tumbang sambil memandang kosong ke tengah sungai Dream city. “dimana.. rumahmu?” tanya bocah itu dingin. Tak bersahabat. Angkuh dan.. Dinda tak bisa berfikir. Ia merasa kakinya sakit sekali sekarang. Perih, berdenyut dan keram. Darah segar terus mengalir dari lukanya. Bocah itu tiba-tiba berdiri dan berbalik membelakanginya. Tidak, jangan katakan kalau dia akan pergi meninggalkan Dinda sendirian. Tapi sepertinya tidak. Bocah itu malah mendekat dengan sebuah dasi di tangannya. Dinda baru sadar Bocah itu mengenakan jas lengkap di tengah hujan deras begini. Tanpa berkata sepatah katapun, Bocah itu langsung mengikat dasinya ke kaki Dinda dan menggendong Dinda di punggungnya. Sementara Dinda tak mengatakan apapun, bibirnya tampak membiru kedinginan. Ia menggigil, namun sepertinya bukan itu alasan dia diam. Beberapa menit kemudian mereka sampai di depan sebuah rumah besar yang sangat mewah, pagarnya tampak runcing dan tinggi, sementara halamannya begitu luas dan indah. Lampu-lampu taman tampak menyala seperti siang hari. Dinda merasa kepalanya berdenyut-denyut, sedang tubuhnya lemas, saat memasuki rumah mewah itu beberapa pelayan berdatangan dengan wajah kaget diiringi dengan seraut wajah wanita muda yang tersenyum menatap Dinda. “dia anak pemilik rumah di seberang sungai nyonya” sahut salah seorang pelayan. Dan seolah tak ada kata-kata lagi setelah itu. terdengar suara mobil dinyalakan. Seorang pria berkumis tipis dengan wajah tegas lalu mengangkat Dinda dari sofa setelah seorang pelayan membalut luka Dinda dengan perban.Wanita muda tadi mengikuti pria itu menuju pintu, beberapa pelayan memandang Dinda kasihan, sementara Bocah itu, masih tampak berdiri di ruang tamu dengan kemejanya yang basah dan penuh darah. Wajahnya tak berekspresi. Hingga pintu rumah itu menutup perlahan dan Blammm…
$$$
Juna berdiri di pinggir lapangan basket indoor dengan seragam lengkap saat seseorang memeluknya dari belakang. Katara, murid baru yang dinobatin sebagai cewek tercantik di kelas 1. Mereka baru jadian 2 hari yang lalu. “kak Juna” sahutnya yang bergelayut manja di punggung Juna yang malah tampak bengong dan tak bergeming.
“tunggu Pak!!”, Juna mendesah mengingat kejadian tadi pagi di kelas. Cewek itu ngebelain Steven. Apa hubungan mereka sebenarnya? dia bahkan pingsan kemarin di toilet saat bersama cowok itu. Juna berdecak sambil berfikir keras. ia tiba-tiba seperti sedang berada di negeri dongeng. hamparan bukit-bukit hijau yang di penuhi bunga warna-warni. tiba-tiba dating seorang bidadari dengan gaun putih yang berlari ke arahnya. rambutnya lurus kecoklatan seperti emas. matanya coklat besar dan kulitnya putih seputih salju. gadis itu tersenyum padanya sambil mengulurkan tangan. Dinda. “kak, kak Juna?!” sergah katara membuyarkan lamunan Juna. “kak, temen-temen aku ngajakin nonton nanti malem, kakak ikut ya?” tanya Katara dengan nada manja, namun Juna malah melepaskan pelukan Katara dan pergi. “Lho kak, kak Juna mau kemana??” panggil Katara tanpa sahutan. Juna berjalan menuju kelasnya. Dibukanya pintu kelasnya lebar-lebar. dan diliriknya bangku Dinda yang kosong. Juna lalu berbalik menutup pintu kelas dengan keras membuat beberapa anak kelasnya yang sedang diskusi menoleh kaget. Sementara itu Dinda duduk di sebuah kursi panjang di bawah pohon mangga bersama Lisa yang sedang menyeruput es rumput laut di tangannya. Dilihatnya Dinda terlihat sedang senyum-senyum sendiri sambil memutar2 sedotan di gelas jus nya. “kenapa senyum-senyum sendiri? ayo cerita” sergah Lisa menggoda. Dinda menoleh dan jadi kikuk. “eeh..”, “biar aku tebak, lagi mikirin Arjuna si romeo atau mikirin Davi si preman sekolah?” tebak Lisa. “apa?” sergah Dinda. “oh iya aku sampai hampir lupa cerita soal kemarin” ujar Lisa. “soal kemarin?”,”iya yang waktu kamu pingsan, kamu tau gak kalo Juna yang udah gendong kamu ke UKS, dia bahkan sampe ketiduran nungguin kamu, so sweet banget” cerita Lisa. Dinda tertawa. “masa sih Lis?” Dinda mengira Lisa hanya bercanda dan menggodanya. “iya bener lagi dan tau gak, waktu kamu pingsan di UKS, tiba-tiba Davi tuh masuk dari jendela” terang Lisa. “apa?”,”aku sempet kaget, aku fikir dia mau mau ngapain, tapi ternyata tau gak dia bilang apa habis itu?”, Dinda menggeleng. “dia bilang ayo keluar lewat sini, yang benar aja itu kan lantai 3, masa dia nyuruh kita keluar lewat jendela lantai 3, waktu itu dia sempet mau gendong kamu keluar Din tapi dilarang Juna, serius deh, mereka bahkan hampir berantem cuma gara-gara ngajakin kamu keluar lewat mana”, ujar Lisa sambil terbahak-bahak. Dinda ikut tertawa mendengar cerita Lisa. “tapi aneh deh, waktu aku dateng trus kamu ngilang dari UKS, kok kamu malah bisa ada di toilet sama Steven ya?” sergah Lisa tiba-tiba membuat senyum Dinda hilang seketika. “itu..”, Lisa menatap Dinda menunggu jawaban. “itu.. itu, belakangan ini aku suka ngelindur waktu tidur, iya pasti karena itu..” jawab Dinda lalu tertawa. Lisa ikut tertawa meski merasa aneh dengan jawaban Dinda. “oh jadi gitu toh ternyata, kirain..”,”iya gitu” jawab Dinda lalu segera menyeruput jus di gelasnya.
$$$
Sementara itu di kelas Vani sibuk dengan gadgetnya. “Lho dia kan, bukannya dia cewek murid baru itu kan?” sergah Vani heboh membuat Ola dan Gigi seketika menoleh ke gadget ditangan Vani. “hah berita apaan nih?” sergah Ola malas saat melihat wajah Dinda bertengger di bawah judul berita. “anak pengusaha kaya raya, apaan sih berita kayak gini gak penting banget cari publikasi” tukas Ola langsung membuang muka yang langsung ditarik lagi sama Vani. “heeh liat dulu La, dia anak tunggal dari Rama Rahadian Pratama, bukannya itu pengusaha yang lagi banyak masuk berita yach” tukas Vani. Ola mencibir. “ter-serah” ujarnya gak peduli. “hahh??” pekik Gigi histeris. “lho kenapa Gi?” sergah Vani kaget mendengar Gigi teriak.
“orang itu bernama Rama, namanya Rama..”
Wajah Gigi berubah pucat saat melihat foto wajah laki-laki paruh baya bersama seorang gadis cantik di gadget Vani. “Gi..?” sergah Vani. “pinjem bentar boleh Van?” Tanya Gigi dengan raut muka aneh. Vani pun memberikan gadgetnya dengan wajah bingung. “kenapa Gi?” ulang Vani. Gigi gak menjawab dan malah berjalan pergi keluar kelas. “lho mau kemana Gi??” panggil Vani. “bab”sahut Gigi dan hilang di balik pintu. ”kenapa dia?” sahut Ola bingung. “kebelet mungkin” jawab Vani polos. Gigi segera menutup pintu toilet dan menyalakan keran air di sebelahnya. ia merasa perutnya mules saat melihat foto itu. Buru-buru dikeluarkannya sebuah dompet lusuh dari kantong roknya. Ditariknya sebuah foto lama yang tampak pudar dari dalam dompet itu. Dua orang pria tampak saling merangkul dan tersenyum. yang satu tampak jauh lebih tua dan yang satunya tampak masih muda. Di dekatkannya foto itu dengan foto yang terpampang di gadget Vani. “Piala penghargaan untuk pianis berbakat, Dinda Aurora yang dihadiri ayahnya yang ternyata adalah Rama Rahadian Pratama, presiden direktur dari Winchester Group yang sedang banyak diberitakan sekarang ini..” Gigi meringis saat membaca penggalan berita itu. Disana terlihat seorang gadis dengan gaun malam yang indah memegang sebuah piala sambil tersenyum berseri-seri penuh kebahagiaan. “orang itu bernama Rama, dan orang itu, dia telah lari dengan membawa semua asset kakekmu, dia yang menyebabkan kakekmu jatuh miskin dan akhirnya meninggal..” Gigi meremas foto ditangannya, kemudian memejamkan mata sambil menggigit bibir. Gimana bisa.. orang itu. kakek.. ia merasa begitu sakit hati jika mengingat masa lalu. Ketika ibunya membawanya kesuatu tempat. rumah yang begitu besar dan megah. Mereka berdiri di luar pagar. lama. lama sekali. “kenapa kita kesini ma?” Tanya Gigi kecil. “melihat kakekmu sayang” jawab Ibunya sambil menangis. “kakek? apa aku punya kakek? mana dia ma?” sergah Gigi kecil sambil melirik ke kanan dan ke kiri. Ibunya lalu menoleh padanya sambil tersenyum. “kakekmu, ada di suatu tempat yang menyenangkan, ayo sekarang kita pulang” ajak Ibunya. “tapi ma, katanya mau liat kakek? aku belum liat dia” sahut Gigi. “lain kali kita akan datang lagi melihatnya ya sayang” ujar Ibunya lalu membawa Gigi pergi dari rumah besar itu dan untuk yang terakhir kalinya. Gigi menangis. Ia nyaris melempar foto ditangannya ke dalam closet. jika aja itu bukan satu-satunya foto kakeknya yang ia miliki. Gigi merasa dunianya sudah habis disitu. Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu di foto itu. gadis yang memakai gaun hitam sambil memegang piala. Bukankah dia.. tiba-tiba terdengar ada yang menggedor pintunya. Gigi pun segera mematikan keran air dan menarik tissue sebanyak-banyaknya lalu melap air matanya. “ya bentaaar” namun suara gedorannya malah semakin keras dan membabi buta. “apa-apaan sih kayak toilet Cuman satu aja” dumel Gigi yang buru-buru memasukan foto itu ke dompetnya lalu segera membuka pintu. betapa kagetnya ia saat membuka pintu dan melihat Davi yang udah berdiri di depannya dengan muka masem. Davi pun gak kalah kaget saat ngeliat muka Gigi di depannya. Davi langsung memicingkan mata ke arah Gigi yang langsung lari keluar toilet. “udah gila kali tuh orang, mentang-mentang berasa preman dia pikir bisa masuk toilet sembarangan!” tukas Gigi yang lalu melihat papan nama di atas pintu toilet. Gigi bengong menatap tulisan di pintunya. toilet pria. owh..
$$$
Entah kenapa Gigi berjalan dan udah berhenti di depan kelas 3 IPA 1. Seingatnya Vani pernah bilang murid baru itu kelasnya disini. Gigi mengintip ke dalam. Dilihatnya kelas yang biasanya sepi itu tampak riuh. anak-anak tampak berkerumun di bangku depan. Gigi mendekatkan wajahnya ke pintu yang hanya terbuka beberapa centi. “waaah cantiiik sekaliiii” sahut seorang siswi sambil memegangi sebuah cincin berlian di tangannya. “apa pacarmu yang membelikannya?” Tanya siswi itu sambil mengagumi cincin ditangannya. “ah bukan, itu hadiah ulang tahun dari Ayahku” jawab Dinda sambil tersenyum. “yang benar? tapi ini cantik sekali, pasti harganya sangat mahal” sahut si siswi lalu mengembalikan cincin itu pada Dinda. Dinda hanya tersenyum sambil memakaikannya kembali ke jari manisnya sambil tersipu. Gigi mencibir. “hadiah ulang tahun?” Gigi tersenyum sinis. ia ingat benar hadiah ulang tahun pertamanya. saat ibunya memberikan sebuah boneka beruang besar dan mengatakan itu dari kiriman ayahnya. ayahnya yang bekerja di luar kota. boneka yang sangat mahal. Gigi sering melihatnya di etalase saat ia dan Ibunya pergi ke pasar. Padahal sebenarnya.. ia menoleh kaget saat ia mundur dan gak sengaja menubruk seseorang di belakangnya. Dilihatnya Steven. cowok yang di idolain Vani, Ola dan hampir seantero sekolah ini kini tengah berdiri di depannya dengan buku-buku lks yang sudah berserakan di lantai. belum sempet Gigi mengucapkan maaf dan berniat membantu memungut buku-buku lks itu Dinda tiba-tiba muncul dan mendorongnya lalu segera membantu Steven memunguti buku-buku itu dari lantai. Gigi mendengus kesal. apa-apan nih cewek, batin Gigi. Saat Dinda mau mengambil buku yang terakhir ia gak sengaja bersentuhan dengan tangan Steven yang juga mau mengambil kertas itu. Seperti di film-film. Dinda dan Steven buru-buru menarik tangan mereka masing-masing. Steven lalu memungutnya sendiri dan berdiri. Dinda segera menyerahkan buku-buku lks itu di tangannya pada Steven. “eh, maaf ya..” sergah Gigi. “terimakasih” sahut Steven yang tersenyum pada Dinda lalu berjalan ke bangkunya. “eh..iya”, jawab Dinda. Terlihat wajah Dinda sumringah. Sejurus kemudian Pak Sober pun datang dan langsung menutup pintu kelas tepat di depan muka Gigi. BLAMMM... “sshh dia bahkan gak ngeliat muka gw” tukas Gigi sambil melihat pantulan wajahnya dari kaca jendela. jelek. “dasar cowok sok kecakepan, giliran ditolongin cewek cantik aja baru ngeh, bisa-bisanya Ola ma Vani tuh suka ma orang jenis dia, huhh..” dumel Gigi yang pergi menuju kelasnya.
$$$
“udah bab nya?” Tanya Vani saat Gigi nongol di depan pintu. “kenapa? ambeyen ya?” celetuk Ola saat ngeliat muka Gigi cemberut. Vani spontan tertawa saat ngeliat Gigi manyun sambil mengembalikan gadgetnya. “oh ya Van, jadi kan pulang sekolah kita buntutin Steven?” sergah Ola. “iya jadi, Vani penasaran banget sama rumahnya”, “loe juga ikut ya Gi” ajak Ola lebih berasa ngancem. “ngapain sih suka sama dia?” sergah Gigi ngebuat Ola dan Vani spontan menoleh. “kenapa gak suka sama Juna aja, Raka ato hanif gitu? bukannya kan banyak cowok cakep di sekolah ini??” ujar Gigi ngotot. “iya dong, soalnya Steven itu beda sama semua cowok-cowok yang ada di sekolah ini” jawab Ola gantung. “beda apanya?”,”iya beda, dia itu keren, cakep, karismatik”, Vani mengangguk. “dan banyak lagi yang susah dijelasin dengan kata-kata”, terang Ola. Vani mengangguk lagi. dan benar aja sepulang sekolah Ola, Vani dan Gigi udah stand by nunggu di balik dinding koridor. Bel pulang pun berdering nyaring. anak-anak keluar kelas satu-persatu. Steven berdiri dan berjalan keluar menuju pintu kelas yang diikuti Dinda. Ola dan vani spontan melongo menatap Dinda. “ngapain cewek itu deket-deketin Steven?” protes Ola kesal. “siapa sih tuh cewek, sok kecantikan banget!” lanjut Ola melihat Dinda tampak tersenyum bersama Steven di koridor. “itu cewek murid baru yang tadi Vani bilang, anaknya Pak Rama Rahadian”,”dasar cewek kecentilan, gak bisa dibiarin” sungut Ola. “bener, gak bisa dibiarin!” timpal Gigi ngebuat Ola dan vani spontan menoleh padanya. “kenapa? kan bener cewek itu emang sok cantik n kecentilan” sahut Gigi saat kedua sohibnya memandangnya bengong. “ya udah ayo kita ikutin mereka” sahut Ola. “ayo” sahut Vani semangat 45. mereka bertiga pun mengendap-ngendap mengikuti Steven. namun tiba-tiba Steven ngilang saat belok ke koridor kiri. Ola, Vani dan Gigi melongo mengintip dari balik dinding. “kemana dia La?” Tanya Vani bingung. Ola keluar dari persembunyian dan melirik ke semua sudut. aneh, bukanya baru belok kan kok cepet banget ilangnya. “mungkin mereka sembunyi dan melakukan adegan mesum di suatu tempat” ujar Gigi sok tau. Ola dan vani spontan menyipitkan mata padanya. “apaan seh, Steven itu bukan tipikal cowok yang kayak gitu, tau?” tukas Ola dengan nada meninggi. “Ohya? loe bahkan gak tau kan tadi dia abis maen mata sama si cewek baru yang sok kecantikan itu di kelas”,”apaaa???” sergah Ola dan Vani berbarengan. Gigi pun lalu menceritakan kejadian dia menabrak Steven itu dengan versinya. “nah gitu ceritanya, dia itu sama aja kayak cowok-cowok laen yang Cuma liat cewek dari mukanya, mentang-mentang ngerasa ganteng belagu banget, emang gw hantu apa sampe gak diliat, ya emang gw sih yang salah tapi kan ya masa gitu sih ekspresinya” koar Gigi berapi-api. “misi..” sahut suara di belakang Gigi. spontan Gigi menoleh. dilihatnya Boni dan Steven tengah berdiri di belakangnya. Gigi pun menoleh ke arah Ola dan Vani yang pura-pura membaca iklan dari gadget Vani. “ya ampun tasnya bagus banget Van, cocok banget buat dipake kesekolah”,”iya La, warnanya juga bagus pink muda gitu” ujar Vani. padahal jelas Gigi tau banget sejak kapan Ola suka sama tas cewek warna pink lagi. jelas mereka sedang berkonfrontasi padanya. Gigi pun buru-buru minggir. “ya udah sana jalan, udah gede tuh jalannya” sahut Gigi berasa ngusir. Boni dan Steven pun berlalu. dari kejauhan terlihat Boni berbisik pada Steven sambil menggaris-garis jidatnya dengan telunjuk lalu tertawa. Gigi mendengus. Ola, Vani dan Gigi pun berjalan menuruni tangga tanpa kata-kata. sampai tiba-tiba terlihat Juna sedang berdiri tak jauh di depan mereka. ia menoleh ke belakang dan tersenyum sambil melambaikan tangan. Gigi melongo. cowok itu tampak sangat keren. seperti selebriti korea. Wajahnya putih bersih. rambutnya cokelat lembut, hidungnya mancung, bibirnya tipis dan matanya agak sipit. Ola dan Vani langsung menarik Gigi minggir saat Juna melewati mereka. sekilas Juna tersenyum ke arahnya. Ya Tuhan, kenapa Ola dan Vani gak bisa melihat pesona cowok ganteng ini aja sih, dia bahkan tersenyum pada Gigi yang jelek, dekil dan kusem. owh bukankah itu yang namanya pria sejati. Gigi nyengir sendiri sampai Ola menjentikan jarinya. “loe bengong ya?” sergahnya tanpa dosa. Gigi manyun dan segera berjalan mendahului Ola dan Vani namun tiba-tiba kakinya berhenti saat melihat pemandangan di depannya. “itu kan Pak Rama?” sergah Vani sambil menunjuk seorang pria berjas lengkap yang merangkul Dinda. mereka berdua tampak tertawa dan masuk ke dalam mobil mewah. “manja banget sih tuh cewek, masa pulang sekolah aja pake dijemput papinya segala” ujar Ola sinis.
$$$
Pagi hari tampak cerah saat Gigi nongol ke dalam kelasnya. “haiiii Giiii..” panggil vani. “lho kok pake baju olahraga?” sergah Gigi saat melihat Ola, Vani dan anak-anak kelasnya sudah berpakaian olahraga. “iya pelajaran olahraganya dimajuin soalnya gurunya ada perlu pas jam kita” jawab Ola sambil membetulkan tali sepatu ketsnya. Gigi pun buru-buru merogoh tas dan mencari keberadaan baju olahraganya. beberapa menit kemudian anak kelas bahasa 5 pun udah siap di ruang olahraga indoor saat Pak Gaston datang bersama anak kelas ipa 1. terlihat anak-anak cewek bahasa 5 tampak kaget dan langsung teriak-teriak manggil nama idola mereka dengan histeris. siapa lagi kalo bukan Steven dan Juna. Gigi yang kebetulan berada disebelah mereka pun segera bergeser mendekati ring basket saat takut dikira salah satu fansnya. Pak Gaston pun meniupkan peluit. anak-anak segera berbaris rapi. “maaf sebelumnya, untuk pertemuan hari ini kelas Bapak gabung karena ada sesuatu dan lain hal” tukas Pak Gaston yang diiringi teriakan riuh anak-anak bahasa 5. “horeeeee…!” seru mereka. “digabung tiap minggu juga gak apa-apa kok Pak saya seneng” ujar Sisil sambil melirik ke arah Steven dan melambai-lambaikan tangan. anak-anak cowok pun serta merta berteriak “huuuuuu…..!”,”ih sirik aja” sungut Sisil dan gengnya the princess yang terus melempar cup jauh pada Steven. Oh iya untuk info lagi. The Princess itu terdiri dari 3 anak cewek kelas bahasa 5 yang terkenal dan popular tentunya. Sisil, Reina dan Tasya. Dan untuk info tambahan yang sedikit rahasia. mereka bertiga adalah mantannya Juna. lho, kok bisa? ya bisa donk Juna gitu lho, deskripsi lebih lanjut ikutin aja ceritanya ya, hehe.. Dari sisi kelas ipa 1 terlihat Dinda menatap Sisil, Reina dan Tasya lalu menatap Steven yang tampak serius mendengarkan kata-kata Pak gaston. “sekarang kita akan belajar teknik bermain basket, untuk itu kita akan berlatih mengoper dan mendrible bola terlebih dahulu dan Bapak akan bagi menjadi beberapa tim yang masing-masing tim terdiri dari 2 orang” ujar Pak Gaston lalu membacakan daftar tim dan anggotanya. The Princess seketika berteriak saat mendengar nama Steven dipasangkan dengan Dinda. “iih apa-apaan sih, kok dia bisa dipasangin sama Steven?” protes Tasya kesal. “tau tuh Pak Gaston, Steven itu kan tinggi masa dipasangin sama cewek pendek yang letoy kayak dia? Oh My Godess” ujar Sisil sambil melirik Dinda sinis. Gigi yang berdiri di belakang mereka tampak tersenyum lebar mendengar kata-kata The Princess barusan. walo mereka sering ribut antara Ola, Vani dan dirinya dengan The Princess tapi untuk kali ini rasanya ia sangat setuju dengan kata-kata mereka soal Dinda. “Gi, loe pasangan sama siapa?” Tanya Vani yang tiba-tiba nongol. Gigi bengong, ia baru sadar saking konsentrasinya denger The Princess ngomongin Dinda ia sampe gak denger suara Pak Gaston. “Dia sama Boni, anak ipa 1” ujar Ola sambil menunjuk cowok gendut berkaca mata yang berdiri disamping Steven. “tapi gw heran deh, kok kayaknya dia deket banget sama Steven ya?” sergah Ola. “yaiyalah La, mereka kan satu kelas” jawab Vani polos. “Oke sekarang kita buat barisan per tim ya” Seru Pak Gaston lalu meniupkan peluitnya. “tim satu maju!” seru Pak Gaston. “tim 13!” seru Pak Gaston. Gigi pun maju yang diikutin Boni membuat barisan disebelah tim 12. Gigi merasa pusing sekarang. dan tampaknya anak-anak yang berada disamping Gigi juga ngerasain hal yang sama sampe mereka nutupin idung segala. Buru-buru Gigi mencium bajunya. enggak kok. hingga ia melihat Boni yang berdiri di depannya. Gimana bisa cowok ini. bahkan belum olahraga n ngeluarin banyak keringet aja udah sebau ini. rasanya Gigi mau pingsan. “mulai!!” seru Pak Gaston membunyikan peluit. Gigi melirik tim 12 disebelahnya tengah latihan melempar bola basket. “heh munduran dikit” tukas Boni. “a-apa?” sergah Gigi gak denger dan tiba-tiba BUGGGHHH.. sebuah bola basket mendarat dengan sukses di jidatnya. Gigi melotot ke arah Boni yang tengah nyengir di depannya. “kan gw udah bilang suru loe mundur” ujarnya tanpa dosa. 10 menit pun berlalu hingga Pak Gaston membunyikan peluitnya. “ganti, sekarang kita akan belajar mendrible bola, masing-masing anggota tim mendrible 20 x lalu ganti ke anggota lain, inget drible bola gak boleh sampe jatuh, kalo sampe jatuh atau lepas dari tangan maka hitungan kembali ke awal,Oke?” seru Pak Gaston. anak-anak pun mulai latihan mendrible. Baru Gigi mau mengambil bola di depannya Boni udah menyambarnya lebih dulu. ia pun langsung mendrible bola tanpa mempedulikan Gigi. baru satu kali drible bola Boni udah mental gak tau kemana. ia pun berlari mengambilnya. beberapa menit berlangsung. entah si Boni udah mendrible berapa kali tapi ia gak juga mo gantian bola sama Gigi. Gigi melirik tim lain yang udah gantian bola. tiba-tiba bola Boni mental lagi. ia pun berlari lagi gak tau kemana. namun tiba-tiba ada sebuah bola menggelinding kea rah Gigi. rasanya kayak menang lotere, buru-buru Gigi menoleh ke kiri dan ke kanan. takut-takut ada yang punya. tapi tim 12 dan tim 14 tampak masih berlatih dengan bola mereka. tim 15, 16, 11, 10 juga sama. Gigi pun nyengir senang dan segera mengambil bola itu. baru aja dia belajar mendrible bola satu kali tiba-tiba ada yang berlari dan mengambil bolanya. Gigi spontan nengok dengan muka masem bak abis kerampokan berlian. dilihatnya Steven berlari sambil mendrible bola lalu memberikannya pada.. Gigi menyipitkan kedua matanya. Dinda. Gigi mendengus. dilihatnya Boni dateng dengan bola mereka dan masih memental-mentalkannya ke segala arah. “ya cukup, sekarang boleh istirahat 10 menit” ujar Pak Gaston. anak-anak pun kemudian bubar dari barisan. Gigi berjalan ke pinggir lapangan dan langsung duduk dengan muka kesel. diliriknya ke segala arah namun Ola dan Vani gak ada. Gigi mendengus sambil mengibas-ngibaskan tangannya karena gerah. tiba-tiba ada seseorang yang menjatuhkan badanya di sebelah Gigi. Gigi mendelik saat melihat Juna udah duduk di sampingnya sambil membuka tas ransel. rasanya darah Gigi berenti ngalir saat cowok itu sepertinya nyadar diliat Gigi dan menoleh. “mau?” tawarnya menyodorkan sebotol pocari sweat padanya sambil tersenyum. manis sekali. ya Tuhan dia pasti semacam malaikat atau apa yang dikirim untuk Gigi. baru aja Gigi mau ngejawab tiba-tiba. “Giiii…!!” seru Ola membuat jantung Gigi nyaris copot. Vani pun langsung nyodorin sebotol air mineral pada Gigi. seraya membagikan sembako pada Gigi dan Ola ia pun lalu duduk di sebelah Gigi. tepatnya diantara Gigi dan Juna. “eh itu Steven” sahut Vani yang langsung nyengir bahagia. Ola melirik ke arah yang ditunjuk Vani. bener aja Steven tampak duduk gak jauh dari mereka. tiba-tiba Dinda dating dan mengeluarkan sebotol minuman dari tas plastic ditanganya namun seketika The Princess dating dan langsung duduk di samping kanan dan kiri Steven. “minuman isotonic nih bagus buat abis olahraga” ujar Tasya yang langsung menyodorkan sebotol pocari ke depan muka Steven. “cobain deh kuenya, nih baru jadi lho fresh from the oven” tambah Reina yang membuka sekotak kue dan roti dari toko roti terkenal. Sementara Sisil mengeluarkan sehelai handuk kecil berwarna pink dari dalam tasnya. “aduuh keringetnya banyak banget” ujar Sisil yang langsung menemplokkan handuk di wajah Steven. “ya-ya ampuun!” tukas Ola melotot. “apa-apaan mereka itu???” protes Ola mencak-mencak. baru aja Ola mau beranjak kesana saat Steven berdiri. “lho mau kemana ayank Steven?” Tanya Tasya kaget. Steven gak bergeming dan malah mendekati Dinda. Dinda kaget saat melihat Steven memberi symbol dengan telunjuknya untuk menghampirinya. Dinda pun bangun dan Steven langsung melempar bola padanya. Dinda menangkapnya lalu tersenyum. mereka pun latihan lagi bersama. The Princess bengong melihat adegan itu, begitu juga dengan Ola dan Vani yang ikut bengong dengan mulut membentuk huruf O. Gigi mendengus. dasar cowok sok kegantengan, sok artis yang ngetop abis, sok superhero yang ada di drama-drama korea yang cowoknya dikerubutin tapi dia malah nyamperin cewek yang dia sukain. keliatan jelas banget dia naksir tuh cewek. Gigi menatap wajah Dinda dari kejauhan dengan mata yang menyipit secara Gigi minus plus silinder. lalu diliriknya The Princess. kayaknya masih cantikkan mereka. tinggi juga bodynya proposional dan seksi gak kayak Dinda. walo gak bisa dibilang pendek tapi kenyataannya dia memang gak setinggi The Princess yang memiliki tinggi badan kira-kira 165 ke atas. badannya Dinda juga gak seksi malah rasanya tepos. mengherankan sekali kenapa bisa begitu banyak cowok yang naksir dia. Gigi mengingat kejadian kemarin saat ada cowok memberikannya mawar di koridor. Gigi lalu menoleh ke arah Juna yang tampak udah gak duduk disana lagi. Gigi melirik ke segala arah tapi gak mendapati cowok itu dimanapun. kemana dia? batin Gigi. Dan lagi kalo diliat-liat juga masih cakepan Juna dari si cowok sok kegantengan itu. Tiba-tiba Pak Gaston meniup peluit. “ayo latihan lagi, semuanya kembali ke barisan tim seperti tadi” tukas pak Gaston. anak-anak pun segera kembali ke barisan.
$$$
Gigi berhenti di depan mading saat melihat poster besar Juna terpampang disana dengan memakai kemeja hitam sambil tersenyum. Gigi melongo. “heh ngapain loe disitu?” tukas suara Gigi pun menoleh ke belakang. The Princess udah berdiri disana. “loe pasti mau ikutan daftar di pementasan drama kan?” sergah Sisil. “mau daftar jadi apa? jadi kurcaci ato jadi nenek sihir?” tambah Tasya. The Princess pun spontan tertawa. “eh tapi kayaknya cocok deh kalo jadi nenek sihir, kayaknya pas gitu” sahut Reina menambahkan.”iya itung-itung irit make up” timpal Tasya. “
dimana sih ya ruang drama?” sahut Sisil sambil menunjuk peta gedung Gepinton. “lantai 3” sahut Tasya sambil menunjuk lokasi di peta. “ok, kita kesana” sahut Reina. mereka pun pergi. Gigi mendekati poster besar disebelah poster Juna. Pementasan drama untuk acara ulang tahun sekolah. pendaftaran terbuka untuk seluruh siswa siswi bukan hanya dari extra drama untuk mengikuti pemilihan pemain drama dengan judul Snow White bagi yang berminat silahkan untuk mengambil formulir pendaftaran di ruang drama. Untung aja mereka gak tau apa yang sebenernya Gigi liatin dari tadi. Setelah membeli semangkuk bakso super pedes ia pun kembali ke kelas. “Gi, loe musti daftar di drama sekolah ya” tukas Ola sambil menyodorkan formulir sama Gigi. “iya Gi, Vani mohon loe ikut ya ya ya” sahutnya merajuk. “loe berdua ikut?” Tanya Gigi. “gak dong, kita kan panitia” jawab Ola. “trus kenapa nyuruh gw ikut? pasti mau nyuruh meranin jadi nenek sihir ya? gak mau ah ogah” sahut Gigi sebel lalu melahap baksonya sadis. “bukan kok” kilah Vani. “trus?”,”jadi snow white” tukas Ola dengan ekspresi bahagia. Gigi pun spontan tersedak. buru-buru ia meraih botol air mineral dan menegaknya habis. “kita udah rundingin, dan kemungkinan besar Steven bisa ngambil peran utama cowoknya, tapi kita bingung siapa yang cocok buat jadi peran utama ceweknya” terang Ola. Gigi mendengarkan sambil melotot ke arah Ola. “trus kenapa gw yang jadi peran utama ceweknya?” protes Gigi sembari mengingat kata-kata The Princess yang mengatakan ia sangat cocok jadi nenek sihir. tapi rasanya itu lebih bisa diterima dari pada jadi Snow White. bahkan kulit Gigi gak putih. “soalnya..” Ola menggantung. Ola dan vani pun saling melirik. “soalnya, loe kan gak suka sama Steven, dan diantara loe berdua pasti gak akan ada cinlok kan jadi..” jelas Vani. Gigi memutar otak. “maksudnya karena gw jelek banget jadi gak mungkin cinlok, gak mungkin dia cinlok sama gw gitu?” sergah Gigi berhipotesis. “owh bukan, bukan gitu kok” jawab Ola dan Vani berbarengan. “lagian kita pengen dramanya agak sedikit komedi, jadi loe mau ikut kan Gi, plisss ya ya ya??” pinta Vani memelas. “iya kita tau loe kayaknya gak suka banget sama Steven, dan loe kan tau kita berdua naksir banget sama dia, jadi menyedihkan sekali kalo sampe peran snow white itu jatuh ke tangan cewek lain, apalagi ke Dinda” curhat Ola putus asa. “mau ya Gi, pliiiiissss” sahut Vani lagi. “ng..”. Gigi mikir, Steven jadi pangeran dan Dinda jadi snow whitenya, cewek itu pasti bakal seneng banget, jelas aja keliatan dari mukanya mupeng gitu.
dimana sih ya ruang drama?” sahut Sisil sambil menunjuk peta gedung Gepinton. “lantai 3” sahut Tasya sambil menunjuk lokasi di peta. “ok, kita kesana” sahut Reina. mereka pun pergi. Gigi mendekati poster besar disebelah poster Juna. Pementasan drama untuk acara ulang tahun sekolah. pendaftaran terbuka untuk seluruh siswa siswi bukan hanya dari extra drama untuk mengikuti pemilihan pemain drama dengan judul Snow White bagi yang berminat silahkan untuk mengambil formulir pendaftaran di ruang drama. Untung aja mereka gak tau apa yang sebenernya Gigi liatin dari tadi. Setelah membeli semangkuk bakso super pedes ia pun kembali ke kelas. “Gi, loe musti daftar di drama sekolah ya” tukas Ola sambil menyodorkan formulir sama Gigi. “iya Gi, Vani mohon loe ikut ya ya ya” sahutnya merajuk. “loe berdua ikut?” Tanya Gigi. “gak dong, kita kan panitia” jawab Ola. “trus kenapa nyuruh gw ikut? pasti mau nyuruh meranin jadi nenek sihir ya? gak mau ah ogah” sahut Gigi sebel lalu melahap baksonya sadis. “bukan kok” kilah Vani. “trus?”,”jadi snow white” tukas Ola dengan ekspresi bahagia. Gigi pun spontan tersedak. buru-buru ia meraih botol air mineral dan menegaknya habis. “kita udah rundingin, dan kemungkinan besar Steven bisa ngambil peran utama cowoknya, tapi kita bingung siapa yang cocok buat jadi peran utama ceweknya” terang Ola. Gigi mendengarkan sambil melotot ke arah Ola. “trus kenapa gw yang jadi peran utama ceweknya?” protes Gigi sembari mengingat kata-kata The Princess yang mengatakan ia sangat cocok jadi nenek sihir. tapi rasanya itu lebih bisa diterima dari pada jadi Snow White. bahkan kulit Gigi gak putih. “soalnya..” Ola menggantung. Ola dan vani pun saling melirik. “soalnya, loe kan gak suka sama Steven, dan diantara loe berdua pasti gak akan ada cinlok kan jadi..” jelas Vani. Gigi memutar otak. “maksudnya karena gw jelek banget jadi gak mungkin cinlok, gak mungkin dia cinlok sama gw gitu?” sergah Gigi berhipotesis. “owh bukan, bukan gitu kok” jawab Ola dan Vani berbarengan. “lagian kita pengen dramanya agak sedikit komedi, jadi loe mau ikut kan Gi, plisss ya ya ya??” pinta Vani memelas. “iya kita tau loe kayaknya gak suka banget sama Steven, dan loe kan tau kita berdua naksir banget sama dia, jadi menyedihkan sekali kalo sampe peran snow white itu jatuh ke tangan cewek lain, apalagi ke Dinda” curhat Ola putus asa. “mau ya Gi, pliiiiissss” sahut Vani lagi. “ng..”. Gigi mikir, Steven jadi pangeran dan Dinda jadi snow whitenya, cewek itu pasti bakal seneng banget, jelas aja keliatan dari mukanya mupeng gitu.
“orang itu bernama Rama, namanya Rama..”
“..kakekmu sudah ada di tempat yang menyenangkan..”
“..Dinda Aurora yang dihadiri ayahnya yang ternyata adalah Rama Rahadian Pratama..”
“yang benar? tapi ini cantik sekali, pasti harganya sangat mahal”
Cincin berlian itu. Seharusnya Gigi yang berhak memilikinya sekarang. Rumah besar yang mewah. Mobil mewah. Cucu pengusaha kaya. Cantik. Popular. Semua yang seharusnya menjadi milik Gigi. ia bahkan gak bisa melihat kakeknya. Sementara cewek itu hidup dengan bahagia dari uang kakeknya. menjijikan. Dia dan Ibunya hidup menderita di gubuk hingga peristiwa kebakaran itu. “gimana kalo ditambah traktir bakso selama seminggu?” tawar Ola penuh harap. “ok..”,“horeeeeee!!!” seru Vani yang langsung meluk Gigi hingga cewek itu gak bisa napas. Ola pun buru-buru melepas pelukan Vani saat melihat Gigi megap-megap.
$$$
Sementara di sudut lain sekolah terlihat Davi sedang mojok dengan seorang cowok. tampak Davi memberi isyarat dengan telunjuknya. si cowok di depannya pun segera mengeluarkan dompet dan menyerahkannya pada Davi sambil gemetaran. Davi langsung merampas dompet si cowok dan membuka isinya. Davi menarik beberapa uang kertas merah dan melempar dompet itu ke lantai. “pergi loe!” usir Davi sambil mengibas tangannya. si cowok tadi pun segera memungut dompetnya dan langsung lari. Davi menyalakan rokok lalu menghirupnya dalam-dalam. Sesekali ia tampak menyeka hidung dan matanya sampai seorang cowok gendut berkacamata muncul di depannya. Boni. Boni seketika kaget saat melihat Davi berdiri lurus di depannya. Segera Boni berbalik berniat kabur dan melihat Rio dan Andre udah berdiri di belakangnya. “heh gentong, sini loe !!” hardik Davi. Boni merasakan bulu kuduknya merinding seketika. “heh loe gak denger dia bilang apa?” sergah Rio yang memandang Boni sadis. “gentong..gentong” ujar Andre terkekeh. Boni megap-megap tanpa suara. tiba-tiba ada yang menepuknya dari belakang. Jantung Boni nyaris copot. terlihat sembulan asep rokok dari belakangnya. “loe tau apa yang paling gw gak suka di dunia ini?” ujar suara itu berat. Boni menggeleng dengan gemetaran. Davi terkekeh. “gw paling gak suka ngeliat cowok gembrot yang kupingnya torek” ujar Davi yang langsung menarik pundak Boni, memutarnya dan BUGGGHHH.. Seketika Boni jatuh ke lantai saat sebuah bogeman keras mendarat di pipinya. Davi mengepulkan asap rokoknya ke wajah Boni lalu mengikatkan sehelai selendang panjang di jari tangannya seraya menarik Boni berdiri. Boni nangis. “ampun..ampuuuun..ampuuuuuuuun!!” serunya sambil segera merogoh kantong celananya. dikeluarkannya dompet hello kitty dan memberikannya pada Davi. Andre spontan terkekeh melihat dompet Boni. cowok kok pake dompet hello kitty, warna pink lagi. Rio segera mendorong Boni ke dinding saat Davi memeriksa isi dompet Boni. meski gak tau untuk apa. namun sebagai informasi Davi, Andre dan Rio itu adalah anak pengusaha kaya. bahkan Davi adalah salah satu penyumbang dana terbesar di sekolah. “heh” sergah suara tiba-tiba. Davi yang seperti mengenali suara itu pun menoleh. dilihatnya Dinda udah berdiri di ujung koridor. “kamu mau malak ya?” seru Dinda membuat Rio dan Andre nyaris tertawa. memangnya keliatan mau apa? mau berenang?. Davi pun melempar dompet hello kitty Boni. “kalo iya kenapa??!!” seru Davi ketus sambil berkacak pinggang. Dinda berjalan mendekatinya. “lepasin dia” tukas Dinda sambil menunjuk muka Davi. “kalo gw gak mau??”,”kenapa kamu gak mau?”,”kenapa juga gw musti mau nurutin loe?”,”malak itu kan dosa”,”siapa loe berani nyeramah-nyeramahin gw? nenek gw?”,”kok kamu nyolot gitu?”, “loe..” kata Davi tertahan. Rio dan Andre spontan ketawa ngeliat Davi dan Dinda adu mulut. “heh tuan puteri, tempat loe tuh bukan disini, mending loe pergi gih sana buat puisi kek, nyiram bunga kek, sana sanaa!!” usir Rio sambil ngibasin tangannya. Davi spontan ngakak denger ocehan Rio. tumben kata-kata nih anak bagus hari ini. “gak, aku gak mau pergi kalo dia gak ikut” tukas Dinda sambil menunjuk Boni. Boni spontan memandangi Dinda sambil berkaca-kaca. terharu. Rio dan Andre langsung ngakak ngeliat ekspresi Boni. “kenapa? emang loe suka sama dia?” Tanya Davi ngebuat Rio dan Andre tambah ngakak. Ditanya begitu wajah Dinda jadi memerah. “jadi bener loe suka dia?” ulang Davi sambil menunjuk muka Boni. “jadi kamu mau lepasin dia atau enggak?” sahut Dinda. “enggak” jawab Davi singkat padat dan jelas. ”memangnya kamu gak tau ini apa?”,”apa emangnya??” sahut Davi sadis. “ini itu sekolah, dan kamu, kamu bahkan pake baju seragam sekolah, apa kamu itu sungguh gak punya malu?” sahut Dinda. ”enggak” jawab Davi. “oh jadi kamu itu bener gak punya malu? kamu tau berapa biaya yang sudah dihabiskan orang tuamu hanya untuk bisa menyekolahkanmu disini?”,”apa hak loe nyebut-nyebut orang tua gw? loe gak ada hak sama sekali buat nyebut-nyebut soal mereka, ngerti loe???!!!!” seru Davi yang lalu mendorong Dinda ke dinding dan nyaris melayangkan bogem mentah ke arahnya. Sedetik suasana tampak hening dan mencekam. Rio dan Andre belum pernah melihat Davi semarah ini sebelumnya. meski walau dia memang menyeramkan. Davi menahan kepalan tangannya hanya beberapa centi dari wajah Dinda. hingga detik berikutnya dia menarik tangannya dan lalu pergi. “Dav, mo kemana loe?” panggil Rio yang langsung menyusulnya diikutikn Andre. Dinda terdiam beberapa saat. tubuhnya tampak gemetaran. Sementara Boni melihat Davi, Rio dan Andre menghilang di balik dinding koridor. Namun saat Boni menoleh ke arah Dinda. ia sudah tidak disitu. Boni masuk ke kelasnya. dilihatnya bangku Dinda masih kosong. diliriknya Steven yang sibuk mengerjakan sesuatu di bangkunya. “loe liat Dinda?” Tanya Boni tiba-tiba. “kenapa?” Steven menoleh menatapnya. Boni buru-buru menggeleng. “enggak, enggak kenapa-kenapa” sahutnya lalu berjalan ke bangkunya.
$$$
“ya ampun Din, trus loe gak kenapa-kenapa?” sergah Lisa sambil memberikan segelas coklat hangat padanya. Dinda hanya diam sambil menggigiti ujung bibirnya. “apa kita laporin aja sama kepsek ya?” tawar Lisa memberi solusi. “ah gak usah, aku.. gak apa-apa”,”tapi Din..”,”saat ngeliat matanya tadi..” sahut Dinda. “hah apa? kenapa?” sergah Lisa. Dinda diam sejenak. “aku inget Dean..” sahutnya dengan nada bergetar. Lisa langsung menatap Dinda. “apa? gimana bisa begitu?”,”aku gak tau, hanya aja..”,”jangan bilang kalau Dean itu Davi?” sergah Lisa. “bu..bukan seperti itu, hanya aja.. tatapan mereka.. begitu mirip” sahut Dinda yang tersenyum pedih lalu mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Lisa langsung memeluk sahabat sejak kecilnya itu erat-erat. “yang sabar ya Din, aku yakin pasti suatu hari nanti kalian akan ketemu lagi” sahut Lisa sambil mengelus rambut Dinda lembut. Dinda mengangguk pelan. Bel pulang berdering anak-anak pun segera berhamburan keluar kelas.
$$$
“Steven setuju” sahut Ola . Vani melongo. “hah yang bener?” sergah Vani kaget. Ola tertawa. “Cerita cerita, gimana ceritanya kok bisa La, ayo cerita” pinta Vani penasaran. “pertama-tama, aku dateng ke kelasnya” cerita Ola. Vani magut-magut. “trus, trus, trus?” sahut Vani. “trus, dia setuju deh” lanjut Ola. Vani manyun. “kok Cuma gitu doang ceritanya”,”ya..emang Cuma segitu hehe..” sahut Ola lalu kabur. “La, tunggu ayo cerita, pasti gak Cuma segitu aja kan ceritanya, Olaaaa!” seru Vani yang ngejer Ola keluar kelas.
Kenyataannya..see.. Ola diam-diam mengintip ke kelas 3 IPA 1 dengan make kacamata item dan selendang panjang yang nutupin mukanya. ngintipnya juga gak tanggung-tanggung dari lobang kunci. secara kelas IPA 1 itu orang-orangnya rada aneh. mungkin karena muatan pelajaran terlalu banyak di otak jadi mereka kurang suka sosialisasi. pintu selalu ketutup dengan alasan privasi dan agar gak terkontaminasi sama dunia luar. tapi kayaknya itu Cuma alasan cewek-ceweknya aja yang gak mau berbagi 2 cowok ganteng yang tinggal disana. Lagi asik n serius-seriusnya ngintip. tiba-tiba ada sesuatu yang nepuk-nepuk pundaknya. “ahh apaan sih ganggu aja, orang lagi ngintip juga” ujar Ola yang ngibas-ngibas tangannya. “sorry, tapi loe gak harus diri depan pintu juga kali, ngalangin orang jalan tau!” sahut suara, spontan Ola menoleh. Boni. “heh loe tu beriss..” kata Ola tertahan saat melihat ke samping Boni. Stev.. “ya..ya ampun” sahut Ola kaget dan langsung terjungkal menabrak pintu. formulir yang dipegang Ola pun bertebarang di lantai. Sementara Ola sibuk menarik selendangnya yang nyangkut di pintu. Steven memungut formulir itu dan membacanya. “drama sekolah..” sahutnya. Ola serasa beku. suara cowok itu bahkan membuatnya begitu deg deg seeerrr. “Stev..Steven” sahutnya mengumpulkan segala kekuatan dan menarik dasi cowok itu mendekatinya sambil meremin mata. lebih mirip adegan pencekikan. “aku mohon, kamu ikut drama sekolah kita, ya ampun thanks banget, kita tunggu kamu sepulang sekolah di ruang drama, bye” sahut Ola yang langsung ngibrit. “orang aneh, dia yang nanya tapi dia yang jawab sendiri” sahut Boni sambil melahap habis roti bakar ditangannya hanya dengan sekali lahap. Sementara itu dari dalam kelas Dinda sedang dikerubungi teman-teman kelasnya. “jadi kamu itu pianis ya?” sergah Mita yang tampak kaget. “wah waktu pertama kali liat kamu, aku malah mikir kamu itu model atau bintang film” sahut Joana. Dinda hanya tersipu menanggapi obrolan mereka sampai Steven masuk ke kelas. Joana dan Mita pun spontan menatap cowok itu hingga duduk di bangkunya. 2 meja samping lurusan Dinda. Dinda pun sama. ia diam-diam memperhatikan cowok itu yang bahkan gak menoleh saat para cewek-cewek menoleh padanya. Boni melirik Dinda yang terus mengalihkan pandangannya pada Steven lalu ikut duduk di bangku sebelah Steven. Sedang Chelsea hanya menatap Dinda sinis lalu membuka buku pelajarannya.
$$$
Bel istirahat berdering. Mita dan Joana mengajak Dinda untuk makan di kantin. meski sebenarnya Dinda lebih suka masakan rumah. lebih bersih dan terjamin. tapi karena Mita dan Joana terus memaksa Dinda pun gak enak dan akhirnya mengiyakan. saat mereka keluar kelas tiba-tiba ada sesuatu yang terbang ke kaki Dinda. cewek itu berhenti dan memungutnya. formulir drama sekolah. jadi, cewek aneh yang kasar tadi pagi itu ngajak Steven ikut drama sekolah. Dinda terdiam. “hei Din, kok malah bengong”, Dinda tersadar dan pergi ke kantin bareng Mita dan Joana. Baru aja Dinda mengambil pesanannya yaitu semangkuk bakso tiba-tiba ada yang menjegal kakinya dan Dinda pun jatuh ke lantai bersama mangkuk baksonya yang langsung pecah dan tumpah mengenai baju dan rok seragam Dinda. Mita dan Joana serta anak-anak lain di sekitar Dinda pun kaget melihat kejadian itu. Dari kejauhan terlihat Chelsea tersenyum menatap Dinda lalu pergi. “ya ampun, loe gak apa-apa Din?” Tanya Mita yang langsung membantunya berdiri. Dinda membersihkan baju dan roknya di toilet yang kena tumpahan jus. tiba-tiba Chelsea masuk dan berdiri di sebelah Dinda lalu menyalakan keran westafel. “loe bukanya kaya, beli aja seragam baru, gitu aja kok repot” ujarnya yang lalu pergi begitu aja. Dinda menoleh pada Chelsea yang menutup pintu toilet dengan keras. “gimana Din, udah kering? atau mau kita ambilin seragam di kantor?” Tanya Mita. “gak usah, ini udah gak apa-apa kok” jawab Dinda. “ya udah kalo gitu kita ke kelas duluan ya Din” sahut Mita, Dinda tersenyum sambil mengangguk. Mita dan Joana pun kembali ke kelas. Setelah seragam Dinda udah lumayan kering ia pun berjalan menuju kelasnya namun tiba-tiba ada yang menyikut Dinda dari belakang dengan keras. The Princess. Dinda memegangi tangannya yang kesakitan. dari kejauhan terdengar The Princess tertawa. Dinda duduk di bangkunya. ia menggerakkan tangannya perlahan. sepertinya keseleo. ia bahkan gak bisa meletakkan tangan kanannya di atas meja. Pak Sober masuk ke kelas dan langsung menulis di papan. ULANGAN KELUARKAN KERTAS ! . Dinda membuka tasnya dengan tangan kiri dan berusaha mengambil pulpen yang malah terjatuh ke lantai sebelah kanan Dinda. ia berusaha menggerakan tangan kanannya tapi ia kemudian meringis kesakitan. Dinda pun berdiri dan mengambil pulpen itu dengan tangan kirinya tapi terlambat. seseorang sudah mengambil pulpennya lebih dulu saat ia baru membungkuk untuk mengambilnya. Juna berdiri dan memberikan pulpen itu pada Dinda. “thanks” sahut Dinda. “ehm..” Pak Sober berdehem. Juna pun segera kembali ke bangkunya. Dinda tersenyum dan entah kenapa ia menoleh ke arah Steven yang juga sedang melihat ke arahnya. “Semuanya, kerjakan soalnya sendiri dan jangan toleh kanan kiri !” seru Pak Sober seakan tau yang sedang dilakukan Dinda. ia pun segera kembali menatap mejanya dan menyiapkan kertas dan pupennya. Bel pergantian pelajaran berdering. Pak Sober mengambil kertas dari masing-masing meja dan ketika sampai di meja Dinda matanya langsung mendelik melihat tulisan Dinda yang seperti lagu ninja hatori mendaki gunung turuni lembah. Dinda hanya tersenyum dengan ekspresi polos sambil menyerahkan lembar ulangannya pada Pak Sober.
$$$
Sepulang sekolah Ola dan Vani menggeret Gigi ke ruang drama. Semua orang alias anggota drama pun bengong menatap kedatangan Gigi. Beberapa orang tampak bisik-bisik dan yang lain terlihat menatap Gigi dengan tatapan ah entah tatapan apa itu yang jelas bukan tatapan cinta. “La, loe serius mau make dia?” sergah Jono, salah seorang anggota drama yang melihat Gigi dari atas ke bawah ke atas lagi ke bawah lagi. Ola mengangguk mantep. “yup, ada masalah? loe bilang terserah gw kan mau pilih siapa yang jadi putri asal gw bisa ngajakin Steven gabung disini, loe gak pikun kan?” sahut Ola sadis. Semua orang spontan kaget mendengar Ola menyebut-nyebut nama Steven. “loe serius bisa bikin Steven gabung di drama kita? secara kelas drama ini kan yang paling gak diminatin satu sekolahan (alias gak keren)” tukas Jono. “gimana kalo Steven gak ikut trus kita tetep pake dia” tunjuk Jono ke muka Gigi. “yang ada gak ada yang bakal mau nonton drama kita” lanjutnya ketus. Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. spontan semua mata pun memandang pada siapa yang datang. Jono bengong menatap Steven yang udah berdiri di depan pintu ruang drama. Vani mendekap mulutnya dengan kedua tangannya saat melihat Steven. “Oh my God” sahut Vani terperangah. Gigi mencibir dan langsung memalingkan wajahnya ke arah wc berada tepat disebelahnya. Tiba-tiba Gigi ngayal. Kenapa bukan Juna aja coba yang maen jadi pangerannya. Gigi jadi tiba-tiba kebayang senyum cowok itu sewaktu menawarkan Gigi minum udah kayak iklan minuman. “jadi..jadi..” kata-kata Jono tertahan di tenggorokkan. “jadi kamu akan mendapat peran sebagai pangeran yang akan menyelamatkan puteri dari kutukan penyihir, sementara yang berperan jadi puterinya adalah..” Jono menghentikan kata-katanya dan menoleh pada Gigi yang diikuti Steven. Gigi yang lagi ngayal menerima minuman dari Juna pun tersadar saat semua orang udah melihatnya senyam-senyum sama wc. ia pun langsung menarik naskah cerita dan langsung pura-pura membacanya dengan serius. gak lama kemudian latihan pun berlangsung. “ini kan gorden?” sergah Gigi. “emang siapa yang bilang ini sekop”,”emang buat apa?”,”gak apa-apa biar lebih menjiwai karakter” sahut Ola yang masangin gorden di pinggang Gigi. Adegan berlanjut pada saat tuan puteri pingsan setelah memakan apel beracun. Saat Gigi jalan, ia gak sengaja menginjak kain gorden yang dibuat Ola jadi semacam gaunnya, ia pun seketika jatuh menubruk lantai. Ola dan Vani pun langsung berlari menghampiri Gigi. jidatnya tampak benjol kejedot ubin. Berikutnya adegan pangeran datang dan mencium tuan puteri untuk meruntuhkan kutukan si penyihir. Gigi berbaring di atas meja. “merem dong matanya gimana sih?” protes Jono saat Steven datang sementara Gigi tidur sambil memelototinya sadis. Gigi pun merem dan menutup mukanya dengan tas. “woi ini tuh snow white, puteri tidur bukan cerita hantu kuburan !” seru Jono. Ola segera menarik Jono keluar dengan menggeretnya. “heh kribo, apaan sih loe bentak-bentak temen gw, lagian kan gak enak di denger sama Steven tau !” tukas Ola. “ya salahin temen loe dong, udah jelek, gak bisa acting lagi, masa acting tidur doang aja dia gak bisa coba” ujar Jono. “loe..” kata-kata Ola terhenti saat menyadari ada seseorang tengah berdiri di depan ruang drama. Ola menoleh yang diikutin Jono. Dinda. “eh loe, ngapain loe disitu? dari kapan loe..” belum selesai Ola ngomong Dinda udah ngeloyor masuk ke ruang drama. semua anak-anak anggota drama pun kaget ngeliat cewek cantik itu datang. “hai semuanya, maaf tapi kalo boleh aku kasi masukan sedikit, yang sebenernya puteri tidur itu seperti ini ceritanya” sahut Dinda yang memperagakan diri sebagai snow white. semua orang spontan menatap Dinda kagum. terpana dengan kemampuan aktingnya. “wah hebat banget acting kamu, apa kamu pernah belajar acting sebelumnya?” Tanya Jono dengan nada suara mendadak sopan. Dinda tersenyum. “dulu waktu di sekolah dasar, aku pernah meranin peran ini sebelumnya” jawabnya membuat semua orang di ruangan itu tertawa gak percaya. “kalau gitu gimana kalo kamu aja yang jadi puteri tidurnya?” tawar Jono. “heh tunggu, enak aja, gak bisa gitu dong” protes Ola. “iya, peran puterinya kan udah dikasi sama Gigi” tambah Vani. “kenapa gak bisa? jelas Dinda ini punya bakat acting, dia juga sangat cantik cocok jadi snow white”,”heh loe lupa ya sama perjanjian kita?”,”gak, tapi gw Cuma ngomong apa adanya, dan lagian semua temen-temen anggota drama juga pasti pada setuju sama usul gw” sahut Jono. Ola mendelik. “wah, minta diberi loe ya kribo” ketus Ola yang berancang-ancang menonjok si kribo. Vani langsung buru-buru melerai. Sementara Dinda memperhatikan orang-orang di ruangan drama namun ia gak mendapati Steven disana. Apa dia pergi karena pertikaian ini.
$$$
Steven membuka pesan singkat di hapenya yang lebih pantes masuk museum saking jadulnya. “Bray, gw rasa hidup gw udah berakhir, bye..”, Boni. Steven memasukkan hapenya ke kantong dan segera menuju suatu tempat. Tiba-tiba saat melewati lorong ia berpapasan dengan Davi yang muncul dari koridor lain. Spontan Steven menghentikan langkahnya saat melihat Davi. Baru Steven mau mengambil langkah lain Rio dan Andre muncul di belakang Davi. ““loe ngeliatin gw?” sergah Davi menghentikan langkah Steven. Ia terdiam tanpa menoleh. Davi tertawa sinis menatap Steven namun mimiknya segera berubah saat mengingat sesuatu. “eh tunggu dulu, loe bukannya yang kemaren?” Davi melotot menatap Steven. ia ingat beberapa hari lalu saat ia memukuli seseorang di toilet. “loe murid sini?” sergah Davi yang memperhatikan seragam Steven yang sama dengannya. “gw kira tukang sedot wc” sahutnya terkekeh tanpa dosa dan berlalu begitu aja. Ruang olahraga tampak sepi saat Steven datang. Boni duduk di tribun atas yang tampak frustasi.“gw mau mati” sahut Boni sambil mengusap airmatanya saat Steven berdiri di depannya. “gw udah daftar ribuan kali dari sejak pertama kali gw masuk sekolah ini, tapi mereka tetep gak mau terima gw maen di tim basket” curhat Boni lirih. Dikeluarkannya sebuah pisau daging dari dalam tasnya. “hidup gw udah abis, udah gak ada artinya lagi !!” serunya berniat menyayat nadinya dengan pisau daging yang lalu ditarik Steven. Ia lalu menatap pisau daging Boni lama. Boni terbengong melihat reaksi Steven yang malah memperhatikan pisau daging dan bukan dirinya. “pisaunya bagus, dimana belinya?” Tanya Steven membuat Boni ingin melompat ke sumur saja. Apalagi setelah melihat Steven malah memasukkan pisau itu ke dalam tas lusuhnya dan berjalan menuruni tribun. Steven lalu memungut bola basket yang ada di keranjang bola lalu menatapnya. Boni bengong. Mau apa dia? apa dia mau masukin tuh bola ke tasnya juga. “mau ngapain loe? loe bahkan gak bisa maen basket” tukas Boni. Steven menoleh dan tiba-tiba plung. Steven melempar bola itu masuk ke dalam ring. “three point” sahut Boni bengong. “loe bahkan bisa maen basket” tukas Boni seraya meralat kata-katanya barusan dan berlari menghampiri Steven. Boni mengambil bola itu dari lantai lalu ikut-ikutan menatap bola itu sambil memeriksanya siapa tau itu bola sakti, punya sayap atau tombol yang bisa buat terbang sendiri ke ring. Boni mendongak pada Steven yang berjalan keluar lapangan. Gimana mungkin dia memasukan bola tanpa ngeliat ringnya. Boni pun mendelik. Tiba-tiba tersirat sebuah ide gila di kepalanya.
$$$
jiaahh! bersambung..
BalasHapusyang kaya gini nih bikin kesel aje
penasaran tauk!
seru g crtna jeng? alur crtna ngebingungin g? g tauk knp susah bgt bikin ni crt, ni crt dari jaman wkt di zaytun lho, cuma baru sempet di kerjain wktu sma, ehh....trus nge-hang gara-gara gak ada ide, ada sampe revisi 50x sampe hari ini baru kesempetan nulis syg alna lw di musiumkan hehhe..ksi kritikan dunk jeng biar bisa eke revisi lg woke?? thxxx
BalasHapusboleh komen panjang ya?.. selamat membaca komen sok kritisku! hehhe
BalasHapusceritanya seru, ABG nian(Background lokasinya rada zae ya.. Jadi kangen kamu jeng, xixi)
alurnya udahan, cucok. Spesifik tulisannya masih kurang suasana yang menceritakan keadaan saat itu(jiah! Sok Tehu)
OO pantesan, ceritanya semangat and rapi. Ternyata P-E-R-J-U-A-N-G-A-N-N-Y-A!
Eh, ada askaban juge ke? hehhe
After all, Kerens!
Masih ada lanjutannya ke?
wkwkwkwk woke jeng, iye kan inspirasi awalnye wkt msi di zae hehehe.. (kangen jg ma kamu jeng ayo ke bali)
BalasHapusiye siiip ntar eke revisi lagi jeng
wkwkwk 9 tahun boo, tp blum mecahin rekor penulis avatar katanya sampe 15 tahun baru bs difilmin xixixi..
Eh, azkaban ke? yg mane?
adalah,ntr lw uda the end bantu promo ye huehehehe..