Baru aja Steven mau mengetuk pintu kantor SMP Rajin Sekali
tiba-tiba ada yang mendorongnya dari samping dengan keras. Opan. “Ngapain kak
Tepen disini?” tukas Opan ketus. “eh Opan, kakak cuma..”,”Cuma apa??” potong
Opan sadis. Sementara anak-anak sudah tampak berkerumun mengelilingi mereka.
Opan menatap sekeliling dengan liar. “itu siapa Pan? kakakmu ya?” sergah
seorang anak cowok berambut ikal. Opan menatap Steven. “bukan..” jawabnya lalu
pergi. Steven menggigit bibir. “ada apa Pak? ada yang bisa dibantu?” sergah
suara. Steven menoleh. Bu Iva, kepala sekolah SMP Rajin Sekali tengah berdiri
di depan pintu kantor. “eh iya maaf Bu, saya.. wali dari Opan..”,”owh iya mari
silahkan masuk Pak” tukas Bu Iva mempersilahkan Steven masuk. “hmm..jadi Pak
Steven eh maksud saya Dik Steven bukan kakak kandung dari Opan?” sergah Bu Iva.
Steven mendongak. “ah itu..saya..”,”Dik Steven ini baik sekali, maaf lho bukan mau mencampuri urusan pribadi Dik Steven, tapi bagaimana bisa Dik Steven memiliki 5 orang adik angkat sekaligus? maaf tapi saya tau berita ini dari salah seorang teman guru yang tinggal dekat rumah Dik Steven, kalau Dik Steven tidak keberatan saya ingin mengetahui bagaimana cara Dik Steven merawat mereka semua?” sergah Bu Iva. “Apa Dik Steven, maaf, masih memiliki orang tua?” lanjut Bu Iva. Jam menunjukkan pukul 4 sore. Daun daun jatuh tertiup angin sore saat Steven berjalan menuju Resto Seafood yang bernama Resto Ikan yang letaknya berada di ujung jalan. “ini hanya saran saya saja, tapi apa sebaiknya Dik Steven mencarikan mereka orang tua asuh atau orang tua angkat mungkin? meski mungkin mereka terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja seperti yang kita semua tau, semua anak berhak dan menginginkan kasih sayang dari orang tua, saya takut akan ada beban psikis yang berat jika terus dibiarkan seperti ini” . “kak Tepen!!” seru Uta yang tiba-tiba nongol dari dalam Resto. “U-ta..” sergah Steven yang tersadar dari lamunannya kemudian tersenyum. Uta langsung berlari memeluk Steven. Semua orang pun spontan melihat ke arah mereka. “uta..”,”kak Tepen, Uta pulang ya daaahh…!!” serunya lalu berlari pergi. Steven merasa semua orang tengah memandanginya, ia pun segera masuk ruang ganti untuk ganti baju seragam karyawan. Ketika Steven membuka loker tiba-tiba ada seorang karyawan cowok yang masuk. Deko. Anak magang yang baru. Sepertinya mereka seumuran. “jagalah sikap loe, walau bagaimana pun dia bukan adik kandung loe !” tukas Deko seakan datang kesitu hanya untuk ngomong gitu doang lalu pergi.
Steven mendongak. “ah itu..saya..”,”Dik Steven ini baik sekali, maaf lho bukan mau mencampuri urusan pribadi Dik Steven, tapi bagaimana bisa Dik Steven memiliki 5 orang adik angkat sekaligus? maaf tapi saya tau berita ini dari salah seorang teman guru yang tinggal dekat rumah Dik Steven, kalau Dik Steven tidak keberatan saya ingin mengetahui bagaimana cara Dik Steven merawat mereka semua?” sergah Bu Iva. “Apa Dik Steven, maaf, masih memiliki orang tua?” lanjut Bu Iva. Jam menunjukkan pukul 4 sore. Daun daun jatuh tertiup angin sore saat Steven berjalan menuju Resto Seafood yang bernama Resto Ikan yang letaknya berada di ujung jalan. “ini hanya saran saya saja, tapi apa sebaiknya Dik Steven mencarikan mereka orang tua asuh atau orang tua angkat mungkin? meski mungkin mereka terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja seperti yang kita semua tau, semua anak berhak dan menginginkan kasih sayang dari orang tua, saya takut akan ada beban psikis yang berat jika terus dibiarkan seperti ini” . “kak Tepen!!” seru Uta yang tiba-tiba nongol dari dalam Resto. “U-ta..” sergah Steven yang tersadar dari lamunannya kemudian tersenyum. Uta langsung berlari memeluk Steven. Semua orang pun spontan melihat ke arah mereka. “uta..”,”kak Tepen, Uta pulang ya daaahh…!!” serunya lalu berlari pergi. Steven merasa semua orang tengah memandanginya, ia pun segera masuk ruang ganti untuk ganti baju seragam karyawan. Ketika Steven membuka loker tiba-tiba ada seorang karyawan cowok yang masuk. Deko. Anak magang yang baru. Sepertinya mereka seumuran. “jagalah sikap loe, walau bagaimana pun dia bukan adik kandung loe !” tukas Deko seakan datang kesitu hanya untuk ngomong gitu doang lalu pergi.
$$$
Pagi harinya Pak Bruno masuk. Ia pun lalu mulai mengabsen kelas.
Namun saat sampai ke nama Steven. tidak ada sahutan. Pak Bruno memandang satu
persatu wajah murid di kelasnya hingga sampai pada seorang yang tengah tertidur
pules di mejanya tanpa tanda-tanda kehidupan. “Bangun!!!!” hardik Pak Bruno
sambil memukulkan penggaris kayunya di atas meja Steven hingga mental. spontan
semua anak bergidik ngeri. Steven pun langsung terbangun. “berani sekali kamu
tidur di pelajaran saya???” tukas Pak Bruno mendekatkan wajahnya ke wajah
Steven seakan ingin menelannya hidup-hidup. “Hahhhh!!!!” seru Pak Bruno yang
seakan hujan lokal di wajah Steven. “berhubung kalian adalah anak-anak yang
terpilih melalui seleksi, Bapak ingin sekalian mengetes sejauh mana kalian
memahami materi yang Bapak sampaikan di kelas !”. Pak Bruno langsung melirik
Steven. “Dan kamu Steven, akan Bapak tugaskan untuk mengajar pelajaran Bapak di
kelas IPS 13 jam ke 5 nanti” sahut Pak Bruno dengan senyum penuh kemenangan di
wajahnya. Semua anak-anak pun spontan riuh. “wawawa.. IPS 13 itu kan kelasnya
Davi and the gank.. wah parah..”
$$$
Pergantian jam ke 5. Bel pun berdering. 3 IPS 13. Papan nama yang
miring dan nyaris jatoh. Melihat auranya aja udah nyeremin. Dari balik pintu
terlihat anak-anak IPS 13 yang tampak seperti sarang mafia. wajah mereka
sangar-sangar dengan aksesoris-aksesoris yang menganehkan. Guru-guru enggan
masuk ke kelas ini untuk mengajar. Sehingga jarang ada pelajaran. Paling hanya
ulangan, catatan dan tugas. Tiba-tiba terdengar suara pintu berderak. Steven
muncul dari balik pintu. Semua mata langsung memandang padanya. “siapa dia?”
tukas seorang cowok berambut sapu. Beberapa anak tampak cekikikan dibelakang
saat Steven membuka pintu dan BYUUUURRR!!! seketika seluruh isi kelas
terbahak-bahak melihat Steven sudah basah terguyur air. Sungguh penyambutan
yang sangat dramatis. Steven mengusap wajahnya lalu melangkah menuju meja guru
namun. GDUBRAKKK!!! Steven terpeleset karena lantai licin yang sudah dilumuri
minyak sebelumnya. Spontan anak-anak pun terbahak-bahak lagi melihat Steven
jatuh. “jadi dia yang mo gantiin guru buat ngajar disini? payah banget!” seru
si Zacki, anak yang duduk di bangku belakang. Steven tersenyum sambil berusaha
berdiri. Pelan-pelan ia pun sampai di meja guru. Diletakannya tasnya lalu
mengambil buku. “apa dikelas ini ada alat pel?” Tanya Steven yang langsung ditertawai
oleh anak yang duduk di depannya. “pake aja baju loe!” serunya. Steven pun
membuka jasnya lalu mulai melap lantai licin tersebut membuat anak-anak sontak
diam dan bengong ngeliatin dia. “apa-apaan dia itu?”,”apa dia udah gila?” sahut
anak lain. Setelah selesai mengepel lantai ia pun kembali ke meja guru.
Tiba-tiba seorang anak berambut jambul maju ke depan. “pak guru, duduk dong
masa diri aja kan capek” ujarnya lalu menarik kursi guru untuk Steven. Steven
membalas senyuman si rambut jambul dan mengikuti ajakannya buat duduk namun.
BRUAKKKKK seketika kursinya ambruk ke lantai. Anak-anak pun spontan ngakak
lagi. Ternyata ini cuma akal-akalan si rambut jambul yang udah memotong kaki
kursi itu sebelumnya buat ngerjain Steven. Darah segar mengalir dari tangan Steven.
Tangannya gak sengaja tergores paku besar yang ada di kursi saat kursinya patah
tadi. Steven menggigit bibir dan segera memakai jas almamaternya yang kotor dan
basah untuk menutupi lukanya. Ia pun lalu berdiri dan membuka tasnya.
Dikeluarkannya sebuah spidol lalu mulai menulis di papan. Anak-anak tampak acuh
dan gak peduli sampai si rambut jambul bersorak. “apa itu??” sahutnya menunjuk
lantai yang berceceran darah. Anak-anak pun spontan menoleh. dan benar aja
darah itu menetes dari tangan kiri Steven. Si jambul melongo menatap Steven
yang terus menulis di papan meskipun tangannya berdarah. Tiba-tiba pintu di
buka. Davi, Rio dan Andre nongol dari balik pintu. Steven seketika menoleh dan
tersenyum ke arah mereka. Sementara Davi langsung melotot melihat cowok itu ada
di dalam kelasnya. Tapi ia gak mau ambil pusing dan sangat males buat nanya. Ia
pun langsung melengos ke bangkunya tanpa kata-kata. Sementara Rio dan Andre
melongo menatap darah di lantai yang berasal dari tangan Steven. “ngapain dia
disini?” Tanya Rio pada si jambul yang duduk di sebelahnya. “dia itu yang gantiin
guru matematika ngajar disini”,”kok bisa bukannya dia itu murid?” sergah Rio
memperhatikan seragam Steven. “mana gw tau, kenapa loe gak tanya aja sendiri??”
sahutnya membuat Rio melotot dan langsung menarik jambulnya. “dasar jambul
jelek, berani loe ma gw hah??” serunya. Si jambul menoleh ke arah Davi yang juga
menatapnya sadis. “e-enggak enggak ampun ampuuun!!” sahut si jambul memohon
sambil memegangi rambutnya. Steven membalikkan badanya menghadap mereka.
“haruskah kita nulis semua itu?” sergah Andre membalikan tasnya hingga
barang-barangnya jatoh semua. belati, rokok, kartu remi, pisau dapur, tali
tambang dan majalah xxx. “ups gw gak bawa pulpen” sahutnya dengan nada sok
polos serentak membuat seluruh anak kelas terbahak. Steven seketika menjatuhkan
spidolnya menatap barang-barang yang memenuhi meja Andre. Terlihat senyum
mengembang di wajah Andre melihat ekspresi Steven. “kalau gitu gimana kalo kita
buat sebuah permainan” sahut Steven kemudian. “permainan menjawab soal, dan
jika bisa menjawab..”,”maka kita bisa ngelemparin loe pake ini” sahut Davi
memotong kata-kata Steven sambil menunjuk ke arah sepatunya yang dinaikan ke
atas meja. Semua anak bersorak. “iya setujuuuuu, setujuuuuu!!!” seru mereka.
Steven lalu tersenyum. “baik, kita mulai..” sahutnya membuat seluruh anak kelas
terdiam lagi. Sepertinya anak yang ditunjuk Pak Bruno menggantikan dia
benar-benar sudah gila. “soal pertama tentang perkalian sederhana, 7 x 7”,”itu
sih pertanyaan anak TK, jawabannya jelas 77” jawab Andre pede. Steven bengong
mendengar jawaban Andre. Entah anak ini bercanda atau emang jauh dari pinter.
“49” jawab seorang anak dari bangku kanan. Si rambut sapu. Semuan anak diam
menunggu jawaban Steven. Ia lalu tersenyum. “benar” jawabnya. Anak-anak pun
bersorak dan segera melempar sepatu-sepatu mereka ke arah Steven. “yah kena,
gak asik” sahut Andre. “gak kayak di film-film laga, kan bisa ngindar, gak seru
aahhhh” tiba-tiba sebuah pisau melesat melewati wajah Steven dan menancap di
papan tulis. Semua anak pun langsung menoleh ke bangku Davi termasuk Andre dan
Rio. “kalo gitu lempar pake itu aja, kita tes apa dia bisa ngindar atau enggak”
sahut Davi sambil tersenyum aneh ke arah Steven. “kenapa, loe takut? gak usah
ngajar disini kalo emang gak punya nyali” sahut Davi lalu menghirup rokoknya
dalam-dalam dan menghembuskannya ke arah Steven. “kita coba sekali lagi” sahut
Davi menaikan satu alisnya yang lalu melempar pisau berikutnya ke arah Steven.
PLETAKKKK.. seketika sebuah sepatu kulit hitam melayang membuat pisau itu seketika
terpelanting jatuh ke lantai. Pak Indro. kepala sekolah SMU Gepinton kini
berdiri di depan pintu kelas membuat anak-anak spontan terdiam seribu bahasa. Memang
sulit di sangkal kalau Pak Indro memang pantes menjabat sebagai Kepala Sekolah.
karismanya sebagai guru dan kepala sekolah membuatnya disegani oleh semua murid
termasuk kelas IPS 13. Lain halnya dengan guru-guru lain yang hanya mampu
berkoar-koar tanpa tindakan yang bijak. “sudah Bapak duga saat guru matematika
kalian melaporkan akan ada murid yang mengajar kalian, pasti akan terjadi hal
semacam ini, kamu gak apa-apa?” Tanya Pak Indro yang kaget melihat Steven yang
tampak sudah basah kuyup dan berdarah?? Pak Indro melotot. “kenapa? kenapa
dengan tanganmu??” Tanya pak Indro kaget. Davi memicingkan mata menatap Steven.
Pak Indro pun langsung melirik Davi sadis. “kamu, ikut Bapak ke kantor!” seru
Pak Indro sambil menunjuk Davi berang. Di luar kantor tampak banyak anak-anak
berkerumun saat melihat Pak Indro, Davi dan Steven masuk ke dalam. “duduk!”
perintah Pak Indro dingin. “kenapa?kamu ambeyen?” sergah Pak Indro saat melihat
Davi masih berdiri. Davi menatap Pak Indro tak suka namun akhirnya duduk tanpa
kata-kata. “kamu tau ini apa?” Tanya Pak Indro sambil menunjuk pisau milik Davi
di atas meja. “enggak” jawab Davi asal. “apa?? kamu yang punya ini tapi kamu
gak tau ini apa??” sergah Pak Indro dengan nada tinggi.”Bapak sendiri tau gak
itu apa?” Davi nyolot. Pak Indro melotot. “kalau Bapak aja gak tau apalagi
saya” sahut Davi lalu menyalakan rokoknya. Pak Indro merebut rokok itu dan mematikannya.
Davi ngeluarin lagi rokok lain dari sakunya. Pak Indro merebut dan mematikannya
lagi. Davi ngeluarin lagi. Pak Indro langsung mengambil bungkus rokok dari
dalam saku Davi dan melemparnya ke tong sampah. Davi menatap Pak Indro sadis
namun Pak Indro malah tersenyum senang. “kamu murid baru kan?” sergah Pak Indro
mengalihkan pandangannya pada Steven. Davi langsung melirik Steven sambil memicingkan mata. “saya sudah banyak
mendengar tentang prestasi kamu di sekolah ini sejak pindah dari..” Pak Indro melirik
Davi yang balas menatapnya. “tapi saya tidak mengerti apa motif Pak Bruno
memintamu untuk mengajar di kelas IPS 13, walau bagaimanapun ini tidak sesuai
dengan prosedur sekolah, saya sebagai kepala sekolah mewakili Pak Bruno meminta
maaf dan sangat menyesal untuk kejadian hari ini” ucap Pak Indro. Davi
tersenyum sinis. “bagaimana tangan kamu, apa lukanya parah?” Tanya pak Bruno.
Steven tersenyum. ”ah gak apa-apa Pak, ini.. gak apa-apa..” jawab Steven sambil
tersenyum ringan. “lalu apa yang terjadi sebenarnya? bisa kamu ceritakan
Steven?” pinta Pak Indro. “sebenarnya.. tidak terjadi apa-apa Pak, ini.. adalah
kesalahan saya” terang Steven masih dengan senyumnya. Davi berdehem sambil
mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. “kamu yakin? lalu bagaimana soal bajumu
yang basah? dan soal tanganmu, kenapa bisa sampai berdarah begitu?” Tanya Pak
Indro. “apa anak-anak IPS 13 yang melakukannya?” tambah pak Indro menatap
Steven. Mereka saling bertatapan dengan ekspresi aneh untuk beberapa detik. Pak
Indro kemudian melirik Davi yang tampak bersiul-siul sendiri. “sudah, kamu
boleh keluar!” perintah Pak Indro berasa ngusir. Davi langsung berdiri dan
berjalan ke pintu saat Pak Indro melanjutkan kata-katanya. “kamu itu beruntung,
karena Steven kita begitu berbaik hati” sahut Pak Indro menghentikan langkah
Davi yang spontan menoleh pada Pak Indro yang tersenyum aneh ke arahnya.
Beruntung? Steven kita? Davi meringis saat keluar dari kantor. kita yang mana? kita
siapa?. Tapi entah kenapa sepertinya ada yang janggal dari kata-kata Pak Indro
tadi. Gak biasanya dia mengatakan kata-kata aneh seperti itu. Seantero sekolah
tau Pak Indro bukan tipe guru yang suka mengatakan hal-hal yang tidak penting.
Dia berkata begitu seolah-olah Steven itu..
$$$
“hmm apa jangan-jangan bokapnya itu
yang punya sekolah ini lagi, makanya Pak Indro ngomong kayak tadi?” tebak Andre
saat mendengar cerita Davi soal Steven. “gw rasa enggak deh, kalo iya kenapa
kita bisa gak tau ya kan?” timpal Rio sambil menyalakan rokoknya. Davi
merebahkan tubuhnya di lantai balkon atap sekolah. “Dav, gw rasa kita musti
nyelidikin dia, gw rasa gak tau kenapa ada sesuatu yang aneh sama tuh anak dari
pertama kali masuk sekolah kita” sahut Rio menoleh ke arah Davi yang udah tidur
dengan pules. Andre terkekeh melihat ekspresi dongkol Rio. “gw setuju” tukas
Andre sambil melempar yoyo di tangannya. KETOMPRENGG!!.. tiba-tiba terdengar
suara, Rio dan Andre pun segera berdiri melihat keadaan. “Siapa??” tukas Rio
yang berjalan memeriksa ke arah tangga. kosong. “Siapa yo?” Tanya Andre yang
mengambil sebongkah kayu panjang yang tergeletak di dekatnya. tiba-tiba seekor
kucing kecil muncul sambil mengeong. “ahhh gw kirain sape..” ujar Andre
melempar bongkahan kayu di tangannya. Rio mendekati kucing itu lalu
memungutnya. “kucing sial!” tukasnya hendak melempar kucing itu keluar balkon
atap gedung berlantai 5 itu. “eeh jangaaaaan!!!” pekik suara. Dinda tiba-tiba
muncul dari balik dinding. Rio melepas kucing kecil itu yang lalu berlari
pergi. Andre terkekeh melihat reaksi Dinda yang seperti baru melihat adegan
pembunuhan. “loe?..ngapain loe disini?” sergah Rio kaget menatap Dinda.
“jangan-jangan loe sengaja ngikutin kita kesini ya?” timpal Andre. “eng..gak,
a-aku tadi cuma gak sengaja lewat sini” elak Dinda. “loe gak sengaja lewat ke
atap sekolah?” Rio terkekeh “alesan apaan tuh, selaen kita, gak pernah ada
orang yang kesini, lagian loe mau ngapain kesini? mau bunuh diri?” sergah Rio.
Dinda mendelik ngeri mendengar kata bunuh diri. Dari atap sekolah? lantai 5.
“heh kenapa malah loe bengong? bener ya loe mau bunuh diri?” ulang Rio.
“enggak”, “trus?”. Ditanya gitu Dinda jadi ter skak mat. Mau jawab apa. “ee..aku..aku
cari Lisa, iya Lisa..” jawab Dinda sekenanya. Rio berjalan mendekati Dinda yang
tampak ketakutan. “eeh mau apa? jangan mendekat!” sergah Dinda mundur teratur,
namun tanpa sengaja ia mundur pada tempat yang salah. Saat kaki kanannya
melangkah mundur, Dinda baru sadar tidak ada pijakan di belakangnya seketika
tubuhnya terhuyung kebelakang. Apa artinya ia akan jatuh dari lantai 5. Sebuah
tangan menangkapnya. Mencengkeram tangannya dengan kuat. Dinda memejamkan
matanya. Tubuhnya gemetar hebat. Ia ingin berteriak tapi tak ada kata keluar
dari bibirnya. Ia bergelantung sekarang. “jangan lepas!!” seru suara dari atas
yang seperti dikenalnya. Davi. Rupanya cowok itu sudah terbangun dari tidurnya.
Rambutnya tampak berantakan namun matanya menatap tajam pada Dinda. “Diam,
jangan bergerak gw bakal angkat angkat loe ke atas!” tukasnya dengan nada
bergetar. Dengan dibantu Rio dan Andre. Davi akhirnya bisa menarik Dinda ke
atas. Dan tanpa menunggu detik berlalu Davi langsung merengkuh Dinda ke dalam
pelukannya. Dinda shock untuk beberapa detik. Dinda lalu mendorong Davi dan
langsung menamparnya. Rio dan Andre melongo kaget sementara Dinda berlari pergi
menuruni tangga. Davi hanya diam sambil memegangi pipinya yang memerah.
$$$
steven ngumpetin apa rupanya?
BalasHapuswii, si dinda pula.. tinggi ya mainnya, maksudnya bener2 tinggi, sampe ke lt 5?
ke ingat waktu nyaris jadi penghuni abadi lantai 5, hehhe